Infrastruktur Indonesia Butuh Percepatan, Jasa Marga Emban Misi Besar
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Meskipun pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi yang telah dilakukan sejak dahulu kala, namun kajian serius dan akademis efek infrastruktur yang dimiliki (infrastructure stock) terhadap daya saing suatu negara merupakan kajian yang relatif baru dalam ilmu ekonomi dan bisnis.
Semenjak Aschauer (1989) mempublikasikan artikel ilmiah yang menunjukkan bahwa belanja infrastruktur-fisik seperti jalan raya, Tol, kereta api, bandar udara, saluran dan pengolahan air merupakan faktor penting untuk meningkatkan produktivitas di Amerika Serikat. Bahkan menurutnya, dampaknya jauh lebih besar dibandingkan dengan pengaruh belanja militer terhadap peningkatan output dan produktivitas.
Setelah munculnya artikel ini, banyak kalangan termasuk akademisi, peneliti, dunia usaha dan pengambil kebijakan (policy makers) memusatkan perhatian terhadap pentingnya infrastruktur bagi daya saing suatu negara. Infrastruktur melengkapi sejumlah faktor yang selama ini menjadi faktor input pertumbuhan ekonomi seperti tenaga kerja (labor), modal (capital), teknologi dan tabungan (savings), dan pengetahuan (knowledge).
World Bank di tahun 1994 mengeluarkan laporan berjudul ‘Infrastructure for Development’ dan sekaligus memperkuat komitmen dan fokus lembaga tersebut dalam memberikan asistensi utamanya kepada negara berkembang dalam pembangunan infrastruktur. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur terbukti mampu berdampak signifikan tidak hanya bagi aktivitas bisnis, tetapi juga berkontribusi besar pada tercapainya target pembangunan lainnya seperti penurunan angka kemiskinan, mengurangi ketimpangan dan kesenjangan, peningkatan kualitas hidup (well-being) dan konservasi lingkungan hidup (sustainability).
Infrastruktur Sebagai Penggerak Ekonomi
Infrastruktur dasar maupun yang berdampak langsung terhadap ekonomi dan bisnis semakin dibutuhkan baik ketersediannya maupun kualitasnya oleh semua negara terutama di tengah arus globalisasi. Hanya negara yang memiliki ketersediaan dan kualitas infrastruktur yang unggul yang akan kompetitif dan pada akhirnya mampu mengambil posisi dominan dalam konteks persaingan internasional.
Indonesia saat ini sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur hampir di segala bidang terutama infrastruktur yang mampu mendorong daya saing industri nasional. Salah satu infrastruktur yang sangat dibutuhkan bagi dunia industri nasional adalah akses jalan yang selama ini menjadi salah satu penyebab tingginya biaya ekonomi (high cost economy).
Tingginya biaya ekonomi akibat kurangnya infrastruktur akses jalan disebabkan oleh beberapa hal seperti kerugian ekonomis akibat kepadatan, mahalnya biaya logistik nasional dan kurang optimalnya lalu lintas manusia dan barang/output akibat tidak terkoneksinya satu daerah dengan daerah lain.
Konektivitas dan kualitas jalan yang kurang baik pada akhirnya akan membuat biaya produksi nasional tidak efisien dan menjadi beban konsumen domestik dan kalaupun di ekspor berisiko kurang mampu bersaing dari produk negara lain. Oleh karenanya, pembukaan ruas-ruas jalan utamanya jalan berbayar (Tol) menjadi kebutuhan yang mendesak bagi Indonesia saat ini.
Sebagai BUMN yang bergerak di sektor usaha Jalan Tol, Jasa Marga menjadi entitas usaha yang terdepan untuk mengemban visi besar di sektor pengusahaan Tol di Indonesia. Hal ini tercermin dalam salah satu Visi Jasa Marga yaitu “Memimpin Pembangunan Jalan Tol di Indonesia untuk Meningkatkan Konektivitas Nasional”.
Hal ini selaras dengan tantangan Indonesia saat ini dimana persoalan konektivitas yang menghubungkan antara satu wilayah dengan wilayah lain, daerah penghasil dengan konsumen atau antar kawasan-industri membutuhkan upaya percepatan pembangunannya. Selain itu, kebutuhan konektivitas yang menghubungkan antar fasilitas ekonomi strategis seperti pelabuhan-bandara udara-kawasan pemukiman-perkantoran juga sangat dibutuhkan seiring dengan arus urbanisasi dan tingginya mobilitas penduduk di tanah air.
Pertumbuhan Sektor Industri Jasa Marga
Sektor industri dimana Jasa Marga saat ini beroperasi sedang berada di fase tumbuh (growth) seiring dengan komitmen pemerintah menggalakkan pembangunan jalan Tol untuk meningkatkan konektivitas, menekan biaya logistik, dan memacu daya saing nasional. Pemerintah sangat gencar melakukan lelang proyek Jalan Tol baru tidak hanya di Pulau Jawa tetapi daerah lain seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Meskipun tender pembangunan Jalan Tol baru juga terbuka bagi pemain-pemain lain termasuk swasta nasional, namun sebagai BUMN maka Jasa Marga tetap diharapkan menjadi yang terdepan di dalam pembangunan Jalan Tol di Indonesia.
Tantangan nasional ternyata mampu di jawab secara baik oleh Jasa Marga, dimana sampai akhir tahun 2017, Jasa Marga telah mengoperasikan total 680 km. Sepanjang tahun 2017 mampu menambah ruas jalan Tol yang dioperasikan sepanjang 88,7 km. Selain itu juga, konsesi ruas Tol Jasa Marga akan sesemakin panjang dengan adanya penambahan konsesi ruas Tol Jakarta-Cikampek II (64 km) dan Tol Probolinggo- Banyuwangi (172,9 km).
Salah satu tantangan ketika industri berada di fase tumbuh (growth) adalah kebutuhan akan pembiayaan. Karakteristik pembangunan Jalan Tol yang membutuhkan modal cukup besar dan investasi jangka panjang memerlukan inovasi pembiayaan yang modern dan berkelanjutan. Kebutuhan pembiayaan untuk mengejar target pembangunan Jalan Tol di Indonesia sangatlah besar.
Jasa Marga juga telah mampu melakukan sejumlah inovasi mencari sumber-sumber pembiayaan baru seperti project-bond, global bond (komodo bond) dan Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT) untuk memastikan tidak hanya ekspansi usaha korporasi tetapi juga yang terpenting terbangunnya ruas-ruas Tol baru yang saat ini sedang dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia usaha Indonesia saat ini.