Private Placement, Suara Lantang Sang Pembangkang
INDOWORK.ID, JAKARTA: Suara lantang ini akan kembali mengokohkan saya sebagai pembangkang. Juga tak jadi apa. Cap sebagai pembangkang melekat sepanjang umur karir pengabdian saya.
Insya Allah saya akan tetap menjadi pembangkang sampai jasad dikalang lubang. Keyakinan mendorong saya untuk berusaha berjuang. Setiap menyaksikan keadilan yang timpang.
Saya akan tetap menjadi penentang bersuara lantang terhadap praktek private placement di bawah harga pasar. Apalagi yang jauh di bawah harga pasar.
Tidak adil. Tidak etis. Merontokkan rasa kebersamaan. Mengerdilkan investor kecil. Tirani bisnis! Pemilikan suatu perseroan terbatas, memberi ruang untuk punya posisi yang berbeda beda. Tapi tolong jangan diberi ruang kepada mayoritas untuk mengeruk keuntungan atas beban minorotas
Kalau anda menbeli saham pada harga Rp200, dan saya diizinkan membeli saham yang sama – di pasar yang terorganisasikan, organized market, sekali lagi organized market – pada harga Rp80, anak SD bisa menghitung rata-ratanya, Rp140. Dan anak SD pun bisa membayangkan siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan.
JADI KEPING-KEPING
Kejadian semacam itu, tentu wajar terjadi di pasar yang unorganized, di pasar yang segmented, di pasar dihadang berbagai hambatan. Presiden Jokowi saja berupaya keras agar hanya ada satu harga BBM di seantero Indonesia.
Di Pasar Modal Indonesia, pasar yang terorganisasi, justru dibikin jadi terkeping-keping. Fungsi terpenting bursa sebagai price discovery, entah untuk kepentingan siapa – disulap menjadi price discrepancy. Ciri level playing field sebuah bursa efek, dirombak ulang menjadi bumpy playing field
Bukankah praktek itu dilegalkan, difasilitasi oleh OJK dan BEI? Justeru itu yang membuat saya semakin sengit. Konsiderans UU Pasar Modal mereka buang ke keranjang sampah. Mereka dirikan mazhab pasar modal yang memberi fasilitas khusus kepada para konglomerat, dengan meminggirkan dan mengkelas-kambingkan investor ritel. Mengerdilkan investor kecil!
NYANYI SUNYI SEORANG BISU
Suara lantang begini mana ada yang dengar? Tak jadi soal. Dalam beragama orang bermazhab-mazhab. Di pasar modal bermazhab-mazhab. Biar saya punya mazhab sendiri juga. Meminjam Pramoedya Ananta Tour, biarlah celoteh ini menjadi “Nyanyi Sunyi Seorang Bisu” . Keyakinan akan kebenaran dan kedalian tidak boleh mati. Walau harus terisolasi. Walau harus sepi sendiri.
Jangan salah kira kalimat tajam ini. Nothing personal. Saya tidak akan melirik saham perusahaan seperti itu. Saya, Alhamdulillah, telah mengharamkan diri saya, sejak dulu, untuk meraih cuan dari praksis ketidak-adilan. Saya cuma ikut perih dari luka luka yang diderita investor ritel di bursa saham.
*) Ditulis oleh Hasann Zein Mahmud, Redaktur Khusus Infrastruktur.co.id.