IATO, Asosiasi Profesi Dorong Inovasi Teknologi Otomotif Nasional
INDOWORK.ID, JAKARTA: Ikatan Ahli Teknik Otomotif Indonesia atau IATO berdiri pada 12 Oktober 1977. Dalam konteks internasional, menurut laman sae.org, IATO juga dikenal dengan nama Society of Automotive Engineers (SAE)-Indonesia.
IATO secara resmi berdiri dengan penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) yang dilakukan oleh beberapa orang, seperti Ir Wiranto Arismunanadar MSME, Ir Hasiholan Sidabutar, Ir Giri Suseno Hadihardjono, Ir Hadi Suganda, Ir Hirman Kusalamwardi, Dipl. Ing Nakula Soenarta, dan Hadi S. Topobroto.
Setelah penyusunan AD/ART rampung, pada 1978 diselenggarakan Rapat Anggota pertama IATO yang langsung dihadiri oleh Mr Nakamura dari Japan Society of Automotive Engineer (JSAE).
Rapat anggota pertama yang bersejarah itu memutuskan dan menetapkan Prof Ir Wiranto Arismunandar MSME sebagai Ketua Umum IATO periode I dengan nomor keanggotaan 001 dan Wakil Ketua Umum Ir Hasiholan Sidabutar serta Sekretaris Umum Hadi S. Topobroto. Prof Ir Wiranto Arismunandar MSME memimpin IATO sejak 1978 hingga 1999.
Dalam wawancara khusus dengan Prof Wiranto Arismunandar, sebelum wafat di usia 88 tahun pada Mei 2021, IATO didirikan karena dia terinspirasi dari perkumpulan Society of Automotive Engineers (SAE) di Amerika Serikat saat tercatat sebagai Student Member SAE. Pada 1962, Wiranto muda sedang menempuh studi di Department of Mechanical Engineering Stanford University, California.
Menurut dia, IATO merupakan organisasi profesi sarjana teknik otomotif yang penting bagi ekosistem industri, karena bidang otomotif merupakan industri pionir atau perintis yang memperkenalkan teknologi di Indonesia. Lewat IATO, para insinyur otomotif Indonesia memiliki wadah untuk berkomunikasi dan berinterkasi dengan insinyur otomotif dari negara-negara lain seperti Jepang yang memiliki industri otomotif lebih maju dibandingkan dengan Indonesia.
Bahkan pada beberapa kesempatan, anggota IATO dapat memiliki akses ke fasilitas penelitian di luar negeri termasuk pusat riset dan pengembangan (R&D Center). “Belum lagi kesempatan menghadiri seminar dan konferensi internasional yang dapat menambah pengetahuan para insinyur otomotif Indonesia.”
Pada Desember 2020, IATO memberikan penghargaan “Lifetime Achievement” kepada Wiranto Arismunandar atas jasanya yang luar biasa dalam mengembangkan keilmuan otomotif di Indonesia. Penghargaan itu diberikan dalam acara pengukuhan Doddy Rahadi sebagai Ketua Umum IATO baru.
Doddy melanjutkan kepemimpinan Harjanto, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian, yang meninggal dunia akibat terpapar Covid-19 pada Maret 2020.
Dalam acara pengukuhan ketua umum baru IATO itu, Wiranto membacakan sendiri sambutannya dan menyampaikan pesan-pesan kepada generasi penerusnya yakni IATO harus maju dan makin berkembang untuk membantu kualitas SDM Indonesia dengan pendekatan psikologi positif yang salah satu aspeknya adalah tanggung jawab sosial (social responsibility).
“Saya berharap seluruh anggota IATO menerapkan psikologi positif ini, yang ketua dan para ketua bidang bertanggung jawab atas pelaksanaannya sebagai kode kehormatan. Anggota IATO juga hendaknya jangan takut mendesain dan membuat sesuatu dengan kemajuan sains dan teknologi, yang penting memperhitungkan dan relevan dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat.
Pada tahun 1500, ketika populasi dunia mencapai 500 juta jiwa, produksi barang dan jasa mencapai US$250 miliar dan energi yang dikonsumsi sebesar 13 triliun kalori per hari. Sekarang penduduk dunia tujuh miliar, produksinya mencapai US$60 triliun dolar dengan konsumsi energi meningkat drastis menjadi 1.500 triliun kalori per hari,” kata Wiranto dalam sambutannya yang cukup jelas di usia 87 tahun itu.
Sementara Doddy Rahadi dalam sambutan sebagai Ketua Umum IATO menyatakan dalam era disrupsi teknologi ketika teknologi bergerak dengan cepat, IATO memiliki peranan strategis sebagai sebuah organisasi profesional untuk turut serta membangun bangsa.
Sudah saatnya IATO berperan aktif dalam meningkatkan daya saing industri nasional melalui berbagai langkah strategis, seperti mengembangkan industri dalam negeri, sehingga dapat mendukung rencana pemerintah yang memiliki program substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022.
Pada periode Doddy, IATO memiliki kompartemen baru yakni kompartemen “Low Carbon Emission (LCE) Vehicle”. Kompartemen ini akan banyak mengkaji mengenai teknologi-teknologi terbaru bersama kompartemen “Technology and Research-Development”, termasuk berusaha mengakomodasi sektor lain, seperti aerospace, maritim, dan perkeretaapian.
Rahardi Ramelan, Penasihat Ahli IATO dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI periode Mei 1998-Oktober 1999, memiliki pandangan tersendiri soal kiprah insinyur otomotif Indonesia di masa mendatang, terutama terkait kemampuan bangsa memproduksi mobil sendiri atau mobil nasional.
Menurutnya, untuk negara dan bangsa sebesar Indonesia, dengan ekonomi yang besar, mempunyai industri mobil “nasional” masih relevan dan harus menjadi kebanggaan. Masyarakat Indonesia, menurut dia, sudah terlalu puas dengan tingkat ekonomi yang didasari globalisasi dan rantai pasok (supply chain), tanpa “jiwa nasionalisme”.
Kemampuan industri mobil di Indonesia sebetulnya sudah mendukung untuk dibuatnya mobil nasional. Masalahnya, apakah para pemain besar mau melepaskan itu? Siapa nanti pelakunya? Yang menentukan [dalam pembuatan] mobil adalah sasis dan power train.
Saya kira insinyur kita mampu! Masa kalah dengan industri pesawat terbang yang mampu memproduksi N-219. Banyak pertanyaan yang harus bisa dijawab. Pertama, pasar mobil nasional nanti untuk apa? Angkutan pedesaan, angkutan umum, angkutan barang, atau mobil pribadi. Kedua, apakah untuk pasar dalam negeri atau ekspor, dan ketiga, harus membuat loncatan langsung ke mobil listrik atau electric vehicle.