Regulasi Pemerintah Perkuat Implementasi LCGC
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Era mobil kecil dan ramah lingkungan atau low-cost and green car (LCGC) dimulai pada 2013. Era ini merupakan salah satu momentum penting bagi industri otomotif di Indonesia, karena kelahiran segmen baru yang diharapkan membuat pasar otomotif nasional semakin berkembang setelah mencapai volume penjualan satu juta unit pada 2012.
Kebijakan pemerintah Indonesia mengembangkan mobil LCGC ini didorong beberapa variabel. Pertama, kelas menengah di Indonesia semakin bertumbuh, yang ditandai dengan adanya permintaan dari pengguna sepeda motor ke pengguna mobil.
Kedua, rencana pemerintah untuk menekan subsidi bahan bakar minyak (BBM) di tengah kondisi Indonesia sebagai negara “net oil importer” sejak 2003. Harga BBM bersubsidi pada 2013 lebih murah sekitar 54 persen dibandingkan BBM nonsubsidi. Dengan kata lain, pemerintah memberikan subsidi sekitar 54 persen untuk harga jual BBM bersubsidi yang biayanya diambil dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Ketiga, industri otomotif Indonesia memiliki industri pendukung lokal yang lemah meski terdapat insentif dalam sistem incompletely knocked-down (IKD).
Apalagi sektor transportasi merupakan sektor terbesar kedua di Republik Indonesia yang menggunakan BBM. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah total kendaraan bermotor di Indonesia pada 2019 mencapai 133 juta unit dengan rincian sebanyak 84 persen adalah sepeda motor; 11,6 persen mobil penumpang; dan 4,4 persen kombinasi antara bus dan kendaraan untuk logistik. Setiap tahun, jumlah kendaraan di Indonesia bertambah rata-rata sekitar 5 persen.
Era LCGC dimulai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Perindustrian No 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau.
Peraturan menteri ini merupakan turunan dari program mobil emisi karbon rendah atau low emission carbon (LEC) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/2013 itu didesain untuk terus mendorong dan mengembangkan kemandirian industri otomotif nasional, khususnya industri komponen mobil, supaya mampu menciptakan motor penggerak, transmisi, dan axle yang berdaya saing. Untuk mencapai tujuan tersebut, industri otomotif di Tanah Air yang ingin berpartisipasi untuk memproduksi mobil LCGC harus memenuhi beberapa persyaratan dari pemerintah:
Untuk motor bakar cetus api berkapasitas isi silinder 980-1.200 cc dengan konsumsi BBM paling sedikit 20 km per liter atau bahan bakar lain yang setara, dan untuk motor bakar nyala kompresi (diesel) kapasitas isi silinder sampai dengan 1.500 cc dengan konsumsi BBM paling sedikit 20 km per liter atau bahan bakar lain yang setara.
Jenis BBM yang digunakan harus memenuhi spesifikasi minimal Research Octane Number (RON) 92 untuk motor bakar cetus api dan Cetane Number (CN) 51 untuk mesin diesel.
Radius putar (turning radius) dan jarak terendah dari permukaan tanah (ground clearance) diatur dalam petunjuk teknis pelaksanaan peraturan menteri tersebut.
Harus menggunakan tambahan merek, model, dan logo yang mencerminkan Indonesia.
Mengatur besaran harga jual mobil LCGC paling tinggi Rp95 juta per unit berdasarkan lokasi kantor pusat agen pemegang merek. Mengenai aturan harga jual ini, dapat disesuaikan apabila terjadi perubahan-perubahan pada kondisi atau indikator ekonomi seperti besaran inflasi, nilai tukar rupiah, dan/atau harga bahan baku.
Penggunaan transmisi otomatis dan/atau teknologi pengaman penumpang dapat diperhitungkan dalam menentukan harga jual mobil LCGC. Untuk penyesuaian harga jual berdasarkan penggunaan teknologi transmisi otomatis, maksimum sebesar 15 persen, sedangkan untuk penggunaan teknologi pengaman penumpang maksimum sebesar 10 persen.