Kembangkan Kemampuan Konstruksi Berbasis Performance Based Contract
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Pilar bisnis infrastruktur dan gedung merupakan bisnis utama WIKA.
WIKA membagi bisnis infrastruktur dan gedung dalam tiga segmen usaha, yakni usaha jasa konstruksi sipil, konstruksi gedung, dan konstruksi baja. Konstruksi sipil difokuskan pada pembangunan infrastruktur publik.
Sedangkan konstruksi gedung lebih dititikberatkan pada pembangunan gedung residensial, komersial, bandar udara, dan fasilitas umum. Adapun dalam bisnis konstruksi baja, WIKA menggarap bisnis erection dan pemasangan alat berat.
Sebagai Strategic Business Unit (SBU), usaha konstruksi sipil dikelola oleh Departemen Sipil Umum, Departemen Wilayah, dan Departemen Luar Negeri. Usaha konstruksi sipil WIKA mencakup beberapa sub bidang usaha, yakni jasa konstruksi jalan dan jembatan, pengairan, prasarana perhubungan, dan ketenagaan.
Alami Transformasi
Dalam perjalanannya, bisnis jasa konstruksi sipil WIKA juga mengalami transformasi. WIKA kini tak hanya bertindak sebagai kontraktor semata-mata.
Didukung oleh tim enjiniring yang kompeten, SBU ini sekarang mampu mengerjakan proyek konstruksi sipil dengan metode rancang bangun (design and build). Artinya, mulai dari proses perencanaan proyek hingga proses konstruksi, WIKA sepenuhnya yang mengerjakan.
Perkembangan lain yang juga patut digarisbawahi adalah pengembangan kemampuan WIKA menggarap bisnis jasa konstruksi sipil dan gedung berbasiskan performance-based contract atau kontrak berbasis kinerja. Artinya, pembayaran kepada kontraktor sesuai dengan kinerja hasil pekerjaannya (output).
Selama ini, proyek-proyek infrastruktur lebih banyak dikerjakan dengan sistem konvensional. Maksudnya, dari segi bentuk kontrak atau cara pembayaran kepada kontraktor, metode kontrak yang umum digunakan adalah harga tetap (lump-sum) atau harga satuan (unit-price).
Begitu pekerjaan selesai dan kontraktor mendapat pembayaran, maka kontraktor kemudian hanya sebatas melakukan pemeliharaan konstruksi dalam masa tertentu. Segenap risiko, termasuk mutu hasil pekerjaan, kemudian beralih sepenuhnya ditanggung oleh pemilik proyek.
Namun, berbeda halnya dengan performance-based contract. Dalam spesifikasi pekerjaan, bukan metode pelaksanaan pekerjaan atau material (bahan bangunan) yang ditentukan, tetapi kinerja hasil pekerjaan. Dengan demikian, ada alokasi risiko yang ikut ditanggung kontraktor, yaitu mampu menunjukkan hasil kerjanya sesuai dengan ketentuan spesifikasi.