Industri Otomotif 4.0, Sajikan Berbagai Keunggulan Fitur
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Salah satu kemajuan teknologi kendaraan di jalan darat terkini yaitu teknologi automasi.
Dengan memanfaatkan keberadaan teknologi sensor/radar, kamera canggih, serta kecerdasan buatan (artificial intelligent—AI), mobil yang “berjalan sendiri” tanpa harus dikemudikan siap meramaikan pasar otomotif ke depan.
Evolusi teknologi yang disebut automated driving system (ADS) itu sejatinya merupakan perkembangan dari sisi safety sebuah kendaraan. Hingga saat ini, mungkin pesawat terbang yang telah memaksimalkan kendali automasi tersebut, namun belum secara massal diterapkan untuk kendaraan di jalan darat.
Latar belakang pengembangan kendali automasi kepada kendaraan ini memang dipicu tingginya kecelakaan kendaraan di jalan. Sebagaimana diungkapkan otoritas jalan raya AS (NHTSA), teknologi automasi diharapkan mampu mengikis jumlah kecelakaan yang lebih dari 90% disebabkan faktor kesalahan manusia.
Di sisi lain, kecelakaan kendaraan merupakan satu dari beberapa kasus penyebab kematian paling tinggi di dunia. Pada 2020, dari seluruh kejadian kecelakaan di dunia, sedikitnya 5 juta orang tewas, serta 50 juta orang menderita cacat berat.
Teknologi Automasi
Teknologi ini memiliki kemampuan menghindari kendaraan melanggar marka jalan, mengatur kecepatan sesuai aturan, hingga memastikan risiko terkecil jika terjadi benturan. Sejauh ini, teknologi tersebut masih terus dikembangkan meskipun telah terdapat beberapa produk, misalnya yang diproduksi Tesla. Kecanggihan kemudi automasi ini mengandalkan jauh lebih besar keandalan AI.
Lebih jauh, kendali automasi juga memastikan adanya ketaatan pengemudi tentang kecepatan, serta orientasi eco driving. Terlebih lagi, teknologi automasi ini akan membantu proyek besar produk ramah lingkungan yang niremisi dari produk-produk EV ke depannya.
Dari catatan yang ada, pengembangan teknologi kendali automasi yang saat ini diperkenalkan sesungguhnya telah dirintis Mercedes Benz pada 1980-an. Saat itu, pabrikan otomotif asal Jerman mengembangkan apa yang disebut Robotic Van Mercedes Benz, dengan memanfaatkan sistem LIDAR, radar, serta GPS dan komputerisasi.
Kendaraan tersebut memiliki kemampuan menyesuaikan medan, mengikuti garis parkir, serta asistensi kemudi.
Mobil Otonom
Atau mobil nirawak yang mampu mengendalikan ‘dirinya’ sendiri ini menggunakan berbagai teknologi untuk mendeteksi lingkungan mereka, seperti radar, sinar laser, GPS, odometer, dan perangkat lunak pada komputer. Sistem kontrol canggih menafsirkan informasi sensorik untuk mengidentifikasi sesuai jalur navigasi yang sudah ditetapkan, serta rintangan dan rambu yang relevan.
Mobil otonom memiliki sistem kontrol yang mampu menganalisis data sensorik untuk membedakan antara mobil yang satu dengan mobil lainnya. Hal ini sangat bermanfaat untuk merancang dan menganalisa apa yang harus dilakukan dalam mencapai tujuan.
Secara garis besar, mobil autonomous secara garis besar memiliki dua golongan sensor yang digunakan. Pertama, sensor aktif yang melakukan deteksi dengan bantuan gelombang ataupun sinar untuk mengetahui keberadaan benda-benda di sekelilingnya.
Kemudian, yang Kedua adalah sensor pasif yang bekerja dengan mengambil informasi dari lingkungan tanpa memancarkan gelombang apapun, seperti kamera.
Sensor Ultrasonik Pada Kendaraan
Pada kendaraan autonomous, sensor-sensor inilah yang bertindak sebagai komponen penting layaknya indera pada tubuh manusia. Sensor ini mengambil dan mengolah data kemudian menentukan perintah apa yang diberikan kepada kendaraan.
Untuk mendeteksi objek yang sangat dekat kendaraan atau mengukur posisi kendaraan lain selama parkir, sensor ultrasonik dipasang pada berbagai sisi kendaraan. Kemudian, sebagai ‘mata’ disematkan kamera video yang dipasang di bagian atas kaca depan, di dekat kaca spion dan dibuat secara real-time untuk menampilkan gambar 3D dari jalan di depan.
Kamera video ini digunakan untuk mendeteksi lampu lalu lintas, rambu lalu lintas, hal-hal tak terduga seperti binatang atau pejalan kaki, atau hal lainnya yang dapat berdampak pada kendaraan.
Kamera tersebut pada mobil nirawak ini juga berfungsi untuk mendeteksi tanda-tanda jalan yang berbeda seperti tanda “stop’, zebra cross, hingga aneka rambu lalulintas lain. Fungsi kamera juga membantu mengenali gerakan tertentu yang tidak dapat dipahami oleh sensor lain seperti lambaian tangan atau keberadaan cone.
Sistem Navigasi GPS dan Sensor LIDAR
Tak kalah pentingnya, kendaraan nirawak ini juga dilengkapi dengan GPS (Global Positioning System). Sistem navigasi berbasis satelit ini menyediakan lokasi secara real time untuk memandu keberadaan kendaraan.
GPS inilah yang menjadi panduan dasar untuk rute-rute maupun peta yang akan dilalui oleh kendaraan autonomous ini.
Peranti yang juga memegang peranan penting pada mobil autonomous adalah sensor LIDAR (light detection and ranging), yaitu sistem sensor yang dapat mendeteksi cahaya dan berguna untuk menakar jangkauan seberapa jauh kendaraan dari objek di sekelilingnya. Ini adalah teknologi penginderaan jauh yang mengukur jarak dengan menerangi target menggunakan sinar cahaya dan menganalisis cahaya yang dipantulkan.
Peranti ini dipasang di atap kendaraan berbentuk silinder yang berputar 360 derajat dan merupakan perangkat terpenting dalam kendaraan autonomous.
Lidar terdiri dari emitor, cermin, dan sensor penerima. Secara umum, Lidar memetakan struktur tiga dimensi pada lingkungan dan lokasi di jalan dalam pandangan 360°. Dia menggunakan laser, ultraviolet, serta cahaya tampak ataupun cahaya inframerah untuk objek gambar. Emitor mengirimkan sinar laser yang memantul dari cermin yang berputar bersama rumah silinder dengan kecepatan 10 putaran per menit.
Setelah memantul dari objek, sinar laser kembali ke cermin dan dipantulkan kembali ke arah penerima, di mana ia dapat diinterpretasikan menjadi data. Data ini dimasukkan ke komputer yang menghasilkan presisi tinggi terhadap lokasi sekitarnya. Singkatnya, Lidar merupakan ‘mata’ dari mobil nirawak ini.
LIDAR Mahal, Jadi Isu Utama
Salah satu isu utama yang menghantui pengembangan mobil autonomous adalah mahalnya penggunaan teknologi pada sensor Lidar. Walau demikian, berdasarkan laporan yang diturunkan Nikkei pada Mei 2021, persoalan harga Lidar yang mahal kini dapat direduksi secara signifikan.
Adalah Velodyne Lidar, perusahaan pembuat sensor Lidar yang bermarkas di San Jose, Amerika Serikat, baru-baru ini membuat inovasi penyempurnaan sensor Lidar dengan ukuran yang lebih kecil dan harga hampir separuh lebih murah dari sensor lawas. Penemuan ini membuka harapan untuk semakin meningkatkan akselerasi penggunaan mobil autonomous.
Bila harga Lidar versi sebelumnya dibanderol lebih dari US$1.000, versi Velodyne, bila kapasitas produksi tinggi, dapat dijual dengan kisaran antara US$100 – US$200 per unit. Saat ini, harga Lidar yang dijajakan masih sekitar US$700 per unit, lantaran volume penjualannya belum tinggi.
Selain Velodyne, Luminar Technologies, sebuah perusahaan rintisan pada bidang sensor kendaraan dan peranti lunak, juga mengembangkan sensor Lidar dengan harga kisaran US$500 – US$1.000 per unit. Sensor Lidar produksi Luminar ini mampu mendeteksi objek di depan mobil yang berjarak hingga 250 meter. Kelebihan lain, sensor ini juga dapat mendeteksi objek meski lingkungan sekitar dalam kondisi gelap gulita.
Sensor produksi Luminar itu kini diminati oleh perusahaan otomotif Daimler, Volvo Cars, Mobileye, dan tim riset Toyota Motor yang berencana menerapkan pada prototipe mobil-mobil autonomous mereka.