Panggilan Terakhir untuk Lukman Setiawan

INDOWORK.ID, JAKARTA: Bagi fotografer, wartawan, sekaligus pengusaha Lukman Setiawan, panggilan hidupnya memang penuh pengabdian. Pria nasionalis dan egaliter itu dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Esa pada 16 Desember 2024 di Singapura.

Kata ada panggilan sangat akrab bagi pria yang suka olahraga itu. Kisah panggilan telepon ketika berkantor di Bisnis Indonesia adalah kenangan yang sulit terlupakan.  Ada panggilan telepon untuknya di ruang perpustakaan di kantor Bisnis Indonesia di Jalan Kramat V No. 8 Jakarta Pusat.

Panggilan telepon di kantor memang peristiwa yang biasa saja. Namun kali ini yang dipanggil adalah Wakil Pemimpin Umum, jabatan tertinggi yang ada di kantor itu. Sang pemimpin umum, Sukamdani Sahid Gitosardjono tidak berkantor di sini.

Yang tidak biasa adalah cara mengumumkannya. Adalah Muhammad Djumaidi Tohir, seorang staf bagian perpustakaan sambil berteriak keras sehingga terdengar oleh seluruh karyawan. “Lukman ada telepon Lukman… Lukman ada telepon di ruang perpustakaan,” begitu Thohir berteriak.

Tentu saja para karyawan terkejut mendengar panggilan itu. Sementara yang dipanggila biasa saja. Sambil berjalan ke ruang perpustakaan, pria 41 tahun itu melewati ruang redaksi dengan tenang. Sementara para wartawan terheran-heran.

Pada 1980-an telepon adalah barang mewah di kantor yang sederhana. Ia adalah satu-satunya pesawat telepon di ruang redaksi. Lukman, meskipun pejabat tertinggi, tak punya ruangan di kantor itu. Selain di Bisnis Indonesia, ia juga direktur Tempo yang ketika itu berkantor di Poyek Senen, Jakarta  Pusat, dan percetakan Temprint di bilangan Pal Merah, Jakarta Barat.

AGUSTUS 1985

Lukman Setiawan dan Sukamdani S. Gitosardjono

Saya mengenalnya sejak Agustus 1985 ketika hari pertama bekerja di Bisnis Indonesia. Lukman datang bersama Eric FH Samola, direktur utama PT Jurnalindo Aksara Grafika, penerbit harian ekonomi Bisnis Indonesia. Ia tampil keren mengenakan berdasi.

Di hadapan 20 wartawan pemula, Eric memperkenalkan diri sebagai direktur utama dan memberikan petuah kepada karyawan baru didampingi Lukman dan Pemimpin Redaksi Amir Daud, yang akrab dengan panggilan Pak AD. Mereka adalah Adolf Hutabarat, Andrianus Pao,  Andy Flores Noya, Bambang Adipurwa, Bambang Istijab, Des Alwi, Duhita Hayuningtyas, Herry Suhendra, Hilda Sabri Sulistyo, Mohammad Imam Bahtera, Nono Budiono, Rahmayulis, Retno Indari Dharmoyo, Rosadi Ruslan, Sri Rejeki Handayani (Menu H. Suwondo, Sungkono, dan Suhardiyoto.

Sementara itu di bagian foto di bawah redaktur Syahrir Wahab, ada fotografer Bambang Harsri Irawan, Muchtar Zakaria. dan Wahyoe Hendrodjanoe.

MASA SULIT BISNIS INDONESIA

Pada 1986-87 adalah periode masa sulit Bisnis Indonesia. Koran hendak ditutup noleh para pemiliknya yaitu Sukamdani Sahid Gitosardjono, Juliah Sukamdani, Soebronto Laras, Ciputra, Eric FH Samola, dan Dhiati Harmoko, istri dari Menteri Penerangan Harmoko ketika itu.

Menurut Banjar Chaeruddin, Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia peridoe 1996-2002, pada  2 tahun pertama pemasaran koran ini tidak beranjak banyak. Posisi keuangan perusahaan pun berdarah-darah. Rugi besar. Tentu saja, para pemegang saham harus terus mensubsidinya.

Di tengah situasi itu, ada keinginan manajemen untuk memasang iklan kecil di samping kiri dan kanan masthead Bisnis Indonesia, namun tampaknya Pak AD tidak sependapat. Dalam pandangan manajemen, iklan kecil di “kuping” itu akan lebih memberikan ciri khas Bisnis Indonesia sebagai koran ekonomi dan bisnis. Dengan demikian dunia usaha diharapkan lebih memberikan perhatian untuk mendukung kelangsungan hidup koran ini.

Ternyata kemudian, kasus “iklan kuping” tersebut menjadi titik balik kehidupan koran selanjutnya. Saya tidak mengikuti persisnya bagaimana kejadiannya. Adalah  Arsyad Yahya Ritonga, yang ketika itu menjabat Sekretaris Redaksi, berperan besar dalam memastikan “iklan kuping” tersebut akhirnya terpasang di halaman utama. Posisi iklan itu menggantikan boks yang semula berisi nama-nama pimpinan suratkabar.

Sekilas terdengar bahwa kasus “iklan kuping” itu menjadi trigger ketidaksepahaman yang memuncak antara Pak AD dan manajemen. Akhirnya Pak AD mengundurkan diri.

Tokoh yang, menurut Banjar Chaeruddin, paling pas dan pantas menggantikan Pak AD sebagai Pemimpin Redaksi adalah Lukman Setiawan. Selain dekat dengan “pasar” Lukman juga wartawan senior yang lama bekerja sebagai pewarta foto di Kompas dan kemudian bergabung ke Tempo.

Namun kondisi waktu itu memang rumit. Pemilik media tidak bisa semaunya memilih Pemimpin Redaksi, melainkan sangat bergantung pada keputusan Menteri Penerangan, terkait penerbitan Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Akhirnya, bukan Lukman yang direstui untuk menjadi Pemred, melainkan Sukamdani Sahid Gitosardjono. Dia ketika itu juga menjadi Ketua Umum Kadin Indonesia.

TIGA LANGKAH

Suatu sore Banjar, Ery Soedewo dan Arsyad Yahya diajak Lukman Setiawan ke percetakan Temprint di Palmerah. Mereka bertiga menumpang mobil  Lukman dari kantor di Kramat V menuju Palmerah. Ternyata di sana telah menunggu Eric FH Samola. Percetakan Temprint ini milik grup Tempo, yang juga dipimpin Eric Samola.

Dikusi sore itu membahas beberapa hal terkait Bisnis Indonesia sepeninggal Pak AD. Pengelolaan redaksi menjadi perhatian besar karena Sukamdani sebagai Pemred tidak mungkin bisa mengawasi sehari-hari, mengingat beliau sangat sibuk urusan bisnisnya dan memimpin Kadin Indonesia.

Mejurut Banjar, ucapan Eric Samola yang tetap dia ingat, “Cobalah berpikir tiga langkah ke depan. Kalau terus begini-begini saja, Bisnis akan bangkrut. Kalian kelaparan di lumbung padi. Pembaca Bisnis kan pengusaha dan para pejabat di bidang ekonomi. Coba berpikir ke arah itu.”

KONDANGAN

Selain urusan pekerjaan, kenangan yang paling berkesan terhadap Pak Lukman adalah hubungan di luar kantor. Ia sangat memperhatikan karyawan baik dalam urusan pribadi maupun kegiata olah raga.

Pada 19 Januari 1992 Pak Lukman datang ke rumah sama bersama istri untuk mengucapkan selamat atas pernikahan saya. Hal lain yang tak terlupakan adalah ketika pada Februari 1998 Pak Lukman ikut turun ke lapangan ketika sesi latihan dalam final pertandingan sepak bola dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional.

Meskipun sudah sama-sama tidak lagi di Bisnis Indonesia, kami rajin menjalin silaturahmi.  Pak Lukman hadir setiap kali reuni. Pada 2015, ketika Bisnis Indonesia berusia 30 tahun, kami menggelar reuni di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta Selatan. Ia datang dan berbicara dengan gamblang mengenai perjalanan koran ekonomi itu.

Terakhir pada 2019, kami silaturahmi di rumah Thomas Setiawan, anak bungsunya di Ancol.

Setelah pandemi Covid-19, saya mengundang teman-teman alumni untuk berkumpul di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan pada 2021. Selanjutnya halal bihalal di rumah Banjar Chaeruddin pada 2022 dan di rumah Hilda Sabri Sulistyo pada 2023.

Namun Pak Lukman tak sempat hadir karena alasan kesehatan. Sejak usia 85 tahun pria yang suka olahraga itu memang menderita alzheimer. Penyakit alzheimer adalah penyakit degeratif progresif pada otak yang umumnya menyerang orang tua serta dikaitkan dengan perkembangan plak-plak beta amiloid pada otak. Nama penyakit ini diambil dari nama ilmuwan Jerman, Alois Alzheimer.

Itulah sebabnya tak hadir setiap kali reuni digelar. Terakhirpada 25 Agustus 2024 di Kopi Klotok Pamulang, Tangerang Selatan, milik Rofikoh Rokhim Sedikitnya 150 alumni Bisnis Indonesia hadir dalam reuni kali ini. “Papi tak bisa hadir karena alasan kesehatan,” kata Savitri Setiawan, anak kedua Lukman.

PANGGILAN TERAKHIR

Senin, 16 Desember 2024 pukul 23.57 wafat di Singapura pada usia 90 tahun. Pada 19-21 Desember disemayamkan di suit 101-102 lantai 1, Grand Heaven Pluit, Jakarta Utara.

Lukman meningalka istri tercinta Melanie Kania Setiawan dan tiga putranya yaitu Yuliati Tjen, Savitri Setiawan, dan Thomas Setiawan. Menantunya adalah Santoso Ruslie, Rudi Susilo, dan Linda Salim. Sedangkan cucu-cucunya adalah Timothy Rusli, Ivana Ruslie, Aileen Ruslie, Chelsea Susilo, Emily Susilo, Keily Setiawan dan Kenzo Setiawan.

Jenazah dimakamkan di San Diego Karawang pada 22 Desember. 2024. Pria nasionalis dan egaliter itu memenuhi panggilan terakhirnya menghadap Sang Maha Esa.

*) Ditulis oleh Lahyanto Nadie,  Redaktur Khusus Infrastruktur.co.id.

 

What is your reaction?

0
Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly

You may also like

Comments are closed.

More in Bisnis