Resensi Buku: Amir Daud dan Kisah Bisnis Indonesia
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: AMIR DAUD dan Kisah Bisnis Indonesia karya Lahyanto Nadie adalah sebuah penghormatan dalam bentuk literatur kepada sosok Amir Daud, seorang tokoh jurnalis Indonesia yang memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan pers dan media bisnis di tanah air.
Buku ini tidak hanya menjadi catatan sejarah perjalanan karier Amir Daud tetapi juga mencerminkan perubahan besar dalam dunia jurnalistik di Indonesia, khususnya pada masa transisi menuju modernitas dalam industri media.
Judul: AMIR DAUD dan Kisah Bisnis Indonesia
Penyusun: Lahyanto Nadie
Penerbit: Pustaka Kaji
Tahun Terbit: 2024
Jumlah Halaman: 402 + xx halaman
Melalui gaya narasi yang dikemas sebagai kumpulan tulisan dari berbagai kontributor, buku ini menyajikan gambaran yang kaya tentang kehidupan dan karya Amir Daud. Setiap babnya menghadirkan perspektif yang beragam, mulai dari mereka yang pernah bekerja langsung dengannya hingga refleksi pribadi dari rekan-rekannya dalam industri media. Dengan pendekatan seperti ini, pembaca dapat merasakan sosok Amir Daud tidak hanya sebagai seorang profesional tetapi juga sebagai seorang individu dengan nilai-nilai kehidupan yang menginspirasi.
Amir Daud memulai perjalanan profesionalnya dari posisi yang sangat sederhana sebagai korektor di surat kabar Waspada di Medan pada 1947. Kariernya perlahan berkembang, didukung oleh kecintaannya pada dunia jurnalistik dan kemampuannya yang luar biasa dalam berbahasa Inggris.
Kemampuan ini menjadi aset penting yang membawanya ke berbagai posisi strategis di media terkemuka, termasuk Tempo, The Jakarta Post, dan Bisnis Indonesia. Buku ini merinci bagaimana perjalanan panjang itu tidak hanya dibangun melalui kerja keras, tetapi juga melalui komitmen yang tinggi terhadap prinsip-prinsip jurnalistik.
KONSEP STORYTELLING
Salah satu bab yang menarik dalam buku ini membahas peran Amir Daud dalam memperkenalkan konsep storytelling sebagai pendekatan baru dalam penulisan berita. Teknik ini memberikan sentuhan naratif pada berita, menjadikannya lebih menarik dan relevan bagi pembaca. Di tengah era persaingan dengan media elektronik yang lebih cepat dalam menyampaikan informasi, storytelling menjadi solusi untuk mempertahankan daya tarik media cetak. Namun, penerapan teknik ini tidaklah mudah. Buku ini menggambarkan bagaimana Amir Daud harus menghadapi perlawanan dari para redaktur yang masih nyaman dengan pola kerja tradisional. Tantangan ini, meskipun sulit, tidak membuat Amir Daud menyerah. Ia justru semakin bersemangat untuk mengedukasi dan membimbing para jurnalis muda agar mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.
Buku ini juga menyentuh sisi personal Amir Daud yang tidak kalah menarik. Sebagai seorang pemimpin, ia digambarkan sangat disiplin, perfeksionis, namun tetap penuh perhatian terhadap rekan-rekannya. Salah satu kebiasaannya adalah datang ke kantor lebih awal dengan membawa koran yang telah dicoretnya di rumah sebagai bahan evaluasi untuk tim redaksi. Rutinitas ini menunjukkan betapa seriusnya Amir Daud dalam memastikan bahwa setiap berita yang diterbitkan memenuhi standar kualitas yang tinggi.
“Hal terpenting yang saya dapatkan dari Pak AD adalah soal disiplin dan kerja keras. Ia pagi-pagi sekali sudah tiba di kantor dengan membawa koran yang sudah dicoret-coret setelah diperiksa dirumah.” (Lahyanto Nadie)
Selain itu, kisah tentang bagaimana ia sering bermain golf atau menghabiskan waktu bersama rekan-rekannya di luar kantor memberikan gambaran tentang sisi lain dari kehidupannya yang lebih santai dan hangat.
Tidak hanya di tempat kerja, kontribusi Amir Daud juga terasa dalam pembentukan generasi baru jurnalis. Banyak jurnalis muda yang menganggapnya sebagai mentor yang memberikan arahan tidak hanya dalam aspek teknis penulisan tetapi juga dalam memahami nilai-nilai etika jurnalistik.
Jakob Oetama, pendiri Kompas, memuji dedikasi Amir Daud dalam menerapkan prinsip check and recheck, yang menjadi dasar akurasi dan kredibilitas sebuah berita. Goenawan Mohamad, pendiri Tempo, menyebut Amir Daud sebagai “penjaga integritas jurnalisme,” sebuah penghormatan yang menggarisbawahi pentingnya peran beliau dalam menjaga nilai-nilai profesi jurnalis di Indonesia.
“Jangan lupa, dia guru jurnalisme dari para wartawan, mulai Dahlan Iskan sampai Putu Setia. Dia tidak usah menjadi pahwalan, melainkan penjaga integritas jurnalisme. Dia tidak pernah melacurkan diri,” -Goenawan Mohamad (GM).
Namun, buku ini tidak hanya berhenti pada kisah sukses Amir Daud. Ia juga menggambarkan berbagai tantangan yang dihadapinya selama berkarier, terutama pada masa-masa sulit ketika pers Indonesia berada di bawah tekanan politik. Sebagai seorang yang pernah bekerja di media yang dibreidel seperti Pedoman, Amir Daud memahami betul risiko dan tanggung jawab yang melekat pada profesi jurnalis. Buku ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana ia tetap bertahan dan berkontribusi, meskipun situasi sering kali tidak berpihak padanya.
Selain perjalanan karier dan kepribadiannya, buku ini juga mengungkap sejarah berdirinya Bisnis Indonesia, salah satu media yang menjadi warisan penting Amir Daud. Sebagai salah satu pelopor media bisnis di Indonesia, Bisnis Indonesia mencerminkan visi Amir Daud tentang pentingnya menyediakan informasi ekonomi yang mendalam dan berkualitas bagi masyarakat. Buku ini merinci bagaimana Amir Daud dan timnya mempersiapkan segala sesuatu, dari pelatihan calon wartawan hingga desain logo, yang semuanya dilakukan dengan dedikasi tinggi.
Proses awal pendirian Bisnis Indonesia dipaparkan secara detail dalam buku ini. Media ini lahir pada 14 Desember 1985 di sebuah kantor kecil di Jalan Kramat V, Jakarta Pusat. Meskipun dengan segala keterbatasan, Amir Daud yang saat itu menjabat sebagai Pemimpin Redaksi berhasil memimpin tim untuk mempersiapkan segala sesuatu mulai dari pelatihan teknis hingga desain logo. Persiapan ini dilakukan dengan cermat, termasuk pelatihan bagi para calon wartawan dan redaktur untuk menyamakan gaya penulisan dan standar pemberitaan.
Dalam buku ini juga disebutkan bahwa Bisnis Indonesia hadir dengan fokus utama pada pemberitaan mikroekonomi, seperti perusahaan, industri, dan sektor bisnis. Pendekatan ini berbeda dari media lain pada masa itu yang cenderung lebih menyoroti isu-isu politik dan ekonomi makro. Nama “Bisnis Indonesia” sendiri dipilih melalui diskusi bersama para pendiri, termasuk Sukamdani Sahid Gitosardjono, yang menjabat sebagai Pemimpin Umum, dan Shirato Syalei, sebagai Pemimpin Perusahaan. Nama ini menggambarkan harapan agar media ini menjadi rujukan utama untuk semua informasi bisnis dan ekonomi yang terjadi di Indonesia.
Logo Bisnis Indonesia juga memiliki cerita unik. Amir Daud meminta salah satu stafnya, Moh. Imam Bahtera, untuk mendesain logo tersebut. Imam, yang memiliki latar belakang hobi menggambar, merancang logo dengan gaya huruf yang sederhana namun tegas agar mudah dikenali dan terbaca. Proses ini menggambarkan bagaimana setiap elemen media ini dirancang dengan perhatian terhadap detail, meskipun dengan sumber daya yang terbatas.
“Proses pengerjaan rancangan name plate secara manual dengan letraset ini tidak terlalu lama. Kerepotannya adalah ketika saya harus bolak-balik ke tukang foto kopi untuk memperbesar atau memperkecil ukurannya agar sesuai dengan format surat kabar broadsheet.” (Moh. Imam Bahtera)
Edisi perdana Bisnis Indonesia diterbitkan dalam 12 halaman dengan beberapa segmen penting seperti berita ekonomi, bisnis, dan informasi pasar. Harga langganan pada masa itu adalah Rp4.000 per bulan, dengan harga iklan yang relatif terjangkau, mencerminkan upaya untuk menjangkau lebih banyak pembaca dari berbagai kalangan bisnis.
Namun, buku ini bukan tanpa kekurangan. Karena terdiri dari kumpulan tulisan dari berbagai penulis, gaya narasi dalam buku ini terasa bervariasi. Hal ini mungkin menjadi tantangan bagi pembaca yang lebih menyukai struktur naratif yang terpadu. Selain itu, fokus buku yang sangat spesifik pada dunia jurnalistik dan media bisnis membuatnya lebih relevan bagi pembaca yang memiliki minat khusus pada bidang tersebut.
Meski demikian, AMIR DAUD dan Kisah Bisnis Indonesia tetap menjadi bacaan yang sangat berharga. Buku ini tidak hanya menawarkan wawasan tentang sejarah pers Indonesia tetapi juga memberikan pelajaran tentang pentingnya integritas, inovasi, dan kerja keras dalam profesi apa pun. Amir Daud, dengan segala kontribusinya, menjadi teladan bagi siapa saja yang ingin mencapai sesuatu melalui dedikasi dan prinsip yang kuat.
Bagi para jurnalis muda, mahasiswa jurnalistik, atau siapa pun yang tertarik dengan dunia media, buku ini adalah bacaan wajib. Ia memberikan gambaran tentang bagaimana seorang individu dapat membawa perubahan besar melalui komitmen dan inovasi. Di era digital saat ini, nilai-nilai yang diperjuangkan Amir Daud seperti akurasi, kredibilitas, dan etika jurnalistik—tetap relevan dan menjadi panduan bagi generasi jurnalis berikutnya.
“Bukan hanya kesuksesan dan Sistem manajemen perusahaan media modern yang ditularkan Bisnis Indonesia kepada Solopos, tetapi yang dirasakan oleh Penulis adalah budaya, sikap mental dan profesionalisme di bidang jurnalistik.” (Verdy Bagus Hendratmoko).
Sebagai sebuah biografi yang juga merupakan catatan sejarah, “AMIR DAUD dan Kisah Bisnis Indonesia” berhasil menggabungkan narasi personal dengan refleksi yang lebih luas tentang dunia jurnalistik di Indonesia. Buku ini adalah penghormatan yang pantas untuk seorang pelopor yang telah memberikan kontribusi besar pada pers nasional, sekaligus sebuah inspirasi bagi pembaca untuk tidak pernah berhenti belajar dan berkembang. Membaca buku ini adalah seperti membuka jendela ke masa lalu sekaligus mendapatkan pelajaran berharga untuk masa depan.
Ditulis oleh Hanif Adhi Nugroho Mahasiswa PNJ Magang di LPDS