Kisah Hasan dan Husain, Perjuangan Berikan Inspirasi
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Kisah Hasan dan Husain yang merupakan kedua cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW, termasuk bagian dari sejarah Islam yang penuh inspirasi dan kebijaksanaan. Mereka adalah putra dari Sayidina Ali bin Abi Thalib yang menikahi putri Nabi yaitu Fatimah Az-Zahra.
Kedua saudara ini memiliki peran penting dalam menyebarkan ajaran Islam dan mempertahankan nilai-nilai agama. Teladan dari sifat keduanya, bagus untuk diajarkan ke anak, Bunda.
Hasan dan Husain tumbuh dalam lingkungan yang penuh cinta dan pengabdian kepada Islam. Mereka sering kali ditemani oleh kakek mereka, Nabi Muhammad SAW dalam berbagai kesempatan. Kehadiran mereka mencerminkan kedekatan emosional dan spiritual yang kuat antara kakek dan cucu bersama Rasulullah.
PEMBERIAN NAMA
Hasan bin Ali bin Abi Thalib atau sering disebut Abu Muhammad merupakan nama lengkap dari anak pertama Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. Ia lahir pada pertengahan Ramadhan 3 Hijriah dan ia sangat mirip dengan Rasulullah, menurut Tarikh Khulafa yang ditulis oleh Imam As-Suyuthi.
Sosok Hasan dikatakan sangat mirip dengan Rasulullah. Imam Bukhari meriwayatkan tentang kesamaan fisik dan karakter antara Hasan dan Nabi Muhammad SAW. Hasan dikatakan memiliki penampilan yang sangat mirip dengan Rasulullah, bahkan di antara seluruh orang, tidak ada yang semirip Nabi Muhammad SAW seperti Hasan.
Sampai-sampai nama “Hasan” sendiri merupakan pemberian dari Nabi Muhammad SAW, yang menunjukkan betapa besar kasih sayang dan perhatian Nabi terhadap cucunya tersebut. Nama Hasan, yang secara harfiah berarti “yang baik” atau “yang indah”, mencerminkan keistimewaan dan kebaikan hati yang dimiliki oleh Hasan bin Ali.
Sementara itu, Husein bin Ali bin Abi Thalib merupakan nama lengkap dari adik Hasan. Tidak berbeda dengan kakaknya, nama Husein merupakan pemberian dari kakeknya yaitu Nabi Muhammad SAW.
Sa’ad meriwayatkan dari Imran bin Sulaiman, ia berkata, “Hasan dan Husain adalah dua nama dari nama-nama penghuni surga, dan tidak ada seorang Arab pun yang memakai nama tersebut pada zaman jahiliyah.”
Al-Mufadhdhal juga berkata, “Allah menyembunyikan nama Hasan dan Husain sampai Rasulullah menamai kedua cucunya dengan dua nama tersebut.
KISAH MASA KECIL
Meski masih kecil, Hasan dan Husein sudah memiliki ilmu agama yang luas. Sejak kecil mereka telah dididik belajar Al-Qur’an, hadis, dan syariat-syariat agama. Pada suatu hari, Hasan dan Husein pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat.
Ketika akan mengambil wudhu, mereka menjumpai seorang laki-laki tua yang sedang berwudhu. Setelah wudhu, orang tua itu pun shalat.
Hasan dan Husein pun terperangah karena cara wudhu orang tua itu salah. Tentunya jika wudhu tidak sempurna, salat menjadi tidak sah. Hasan dan Husein ingin segera menegurnya, tetapi khawatir akan menyinggung perasaan orang tua tersebut.
Mereka yang memiliki banyak akal, sepakat untuk melakukan siasat yang bijaksana. Di hadapan orang tua itu mereka pura-pura berdebat, masing-masing mengatakan bahwa dialah yang paling benar dalam berwudhu.
“Wudhuku yang benar!” Kata Hasan. Lalu dibalas Husein “Bukan, wudhuku yang benar!”
Dengan kerasnya Hasan membalas “Wudhuku!” Kemudian kakek itu melihat perdebatan mereka.
Setelah perdebatan tersebut, Hasan dan Husein menghampirinya sambil mengatakan, “Kakek, maukah Anda menilai siapakah di antara kami yang paling benar wudhunya?”
Lalu mereka masing-masing melakukan wudhu di depan kakek tersebut. Setelah melihat tata cara berwudhu dan salat mereka, terkejut si kakek karena wudhu Hasan dan Husein begitu baik. Ia menyadari bahwa wudhunya selama ini cacat dan tidak sesempurna kedua pemuda itu.
MATI SYAHID
Mengutip buku Mulut yang Terkunci: 50 Kisah Haru Para Sahabat Nabi karya Siti Nurlaela. Kisah Sayyidina Husein bin Ali penuh dengan ujian dan tragedi yang menyayat hati.
Kisah perjuangan Sayyidina Husein bin Ali, cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW, merupakan salah satu cerita tragis dalam sejarah Islam. Dalam menghadapi ujian yang begitu berat, Husein tidak hanya menunjukkan kesabaran yang luar biasa, tetapi juga keberanian dan kesungguhan dalam mempertahankan kebenaran dan prinsip-prinsip Islam.
Berawal dari setiap kehilangan yang ia alami, mulai dari kakeknya Rasulullah SAW, ibunya Fatimah Az-Zahra meninggal karena sakit. Ayahnya Ali bin Abi Thalib meninggal karena dibunuh saat salat subuh, hingga kakaknya Hasan bin Ali wafat sebagai syuhada.
Kejadian ini merupakan ujian yang sangat berat baginya. Semua orang yang ia cintai kembali ke sisi Allah SWT.
Selanjutnya, ia harus menghadapi kondisi ketika Yazid bin Mu’awiyyah diangkat menjadi khalifah, Husein menolak untuk mengakui kedudukannya.
Hal ini disebabkan oleh karakter Yazid yang korup, selain dikenal sebagai pemabuk dan pemelihara hewan-hewan terlarang seperti kera dan anjing yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang diajarkan Rasulullah SAW.
Meskipun Yazid mendapatkan kedudukannya berdasarkan warisan dari ayahnya, Mu’awiyyah bin Abu Sufyan, tindakan-tindakannya tidak sesuai dengan ajaran Islam yang benar. Di tengah-tengah kontroversi ini, penduduk Kufah mengirimkan surat-surat kepada Sayyidina Husein, menyatakan dukungan mereka padanya dan memintanya untuk datang ke Kufah dan menjadi khalifah.
Husein, yang saat itu berada di Madinah, tidak memberikan sumpah setia kepada Yazid karena kekhawatiran akan perilaku buruk Yazid.
Di tengah-tengah perlawanan ini, Husein mengutus saudara sepupunya, Muslim bin Aqil, ke Kufah sebagai duta atau wakilnya, dengan harapan mendapat dukungan dari penduduk setia di sana.
BERAKHIR TRAGIS
Namun, upaya Husein untuk memperoleh dukungan dari Kufah berakhir tragis. Meski banyak yang berjanji setia kepadanya, hal itu ternyata hanya kepalsuan belaka. Tetapi Sayyidina Husein bin Ali menanggapi semua ujian tersebut dengan penuh kesabaran dan keberanian.
Ketika Husein sendiri hendak menuju Kufah, dia dihadapkan dengan kenyataan bahwa saudara sepupunya, Muslim bin Aqil, dan pengikutnya telah terbunuh.
Mendengar kabar tersebut, Husein pun memutuskan untuk kembali, tetapi dihadang oleh pasukan musuh. Meski begitu, dia tetap teguh dalam prinsipnya, bahkan ketika dihadapkan pada pilihan yang sulit, dia tidak pernah mengkhianati kebenaran.
Akhirnya, perjalanan Husein dan rombongannya berujung pada pertempuran yang sengit di Karbala, di mana dia dan pengikutnya yang setia akhirnya gugur sebagai syuhada pada tanggal 10 Muharram tahun 61 H. Kesetiaan dan keteguhan hati Sayyidina Husein dalam menghadapi tantangan hidupnya menjadi teladan bagi umat Islam hingga hari ini.
Penjelasan Rizem Aizid dalam bukunya Mahar Bidadari Surga mengenai mati syahid, sebagaimana yang dialami oleh Sayyidina Husein, memberikan pemahaman yang mendalam tentang jihad fisabilillah dalam Islam. Bagi para Muslim yang gugur di medan perang dan berjuang tanpa pamrih, kematian mereka dianggap sebagai syahid dan merupakan bagian dari jihad yang mulia.
Aturannya, jenazah mereka tidak perlu dimandikan, diberi kain kafan, atau disalatkan. Mereka hanya dikuburkan dengan pakaian yang mereka kenakan saat berjuang di jalan Allah. Dengan demikian, Sayyidina Husein sebagai salah satu yang gugur dalam pertempuran di Karbala dan termasuk jihad fisabilillah.
KEBERANIAN DAN KESETIAAN
Kisah ini juga menyoroti keberanian dan kesetiaan Sayyidina Husein dalam mempertahankan kebenaran, serta pengorbanan yang besar dalam menyampaikan pesan Islam. Meskipun akhirnya gugur sebagai syuhada, kesetiaan dan perjuangannya tetap menjadi inspirasi bagi umat Islam hingga saat ini.
Demikian kisah Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad yang bagus diteladani Si Kecil, dan menginspirasi kita semua untuk berani membela kebenaran.