Optimisme Katsushiro, Komponen Alat Berat Indonesia Perluas Pasar Dunia

INDOWORK.ID, CIKARANG: Meskipun menghadapi kendala, pengusaha komponen alat berat  yakin atas keberlanjutan industri alat berat di Indonesia ke depan. Prospektif, itulah satu kata yang mewakili keyakinan mereka.

Katushiro Matex Indonesia (KMI), misalnya, terus mengembangka produk dan meningkatkan teknologi dengan mendidik sumber manusia agar lebih optimal. Sedangkan strategi pemasaran yang dilakukan oleh KMI lebih banyak memelihara pelanggan dengan melakukan komunikasi yang intensif. Dengan kekuatan itu, komponen industri alat berat  makin prospektif dan dapat memperluas pasar di dunia.

KOMATSU DAN KATSUSHIRO

Darmawan Yulianto, Direktur KMI, menceritakan sejarah perusahaanya yang berdiri sejak 30 tahun lalu. Berawal dari kerja sama Komatsu dan Katsushiro, dua perusahaan besar asal Jepang.

Pada awal berdiri perusahaan komponen alat tersebut, produknya dipasok ke Komatsu, lalu berkembang ke Carterpillar. Sejak  2005 saham Komatsu sudah dibeli oleh Katsushiro Jepang sehingga perusahaan itu terus melakukan ekspansi penjualan ke produsen lain seperti Kobelko, Sakai, dan Hitachi.

TERUS BERKEMBANG

Setelah masuk ke produksi untuk alat berat konstruksi, ia membuat turbin dengan Siemen hingga akhirnya tertus berkembang dengan memasok komponen alat berat berat ke beberapa perusahaan lain seperti ESCO Group LLC, produsen suku cadang dan komponen logam rekayasa untuk aplikasi industri—termasuk pertambangan dan konstruksi dan Liebherr Group, produsen peralatan multinasional asal Swiss yang bermula dari Jerman. Pabrik utamanya pun berada di Jerman.

Menurut Dharmawan, Hitachi Indonesia yang didukung oleh 640 karyawan (80% lulusan SMK dan STM) kini mengeksor sedikitnya 20% hasil produknya. “Kami memang memproduksi spesialis plat tebal yaitu 4,5 mm hingga 130 mm.” Bahan bakunya dari produsen nasional yaitu Krakatau Posco 80% dan 20% terpaksa impor dari Jepang karena belum bisa diproduksi dalam negeri.

PT Krakatau  Posco adalah Perusahaan kerja sama antara PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.  dan POSCO Korea.

Pengembangan teknologi di KMI, lebih mengarah ke otomatisasi dengan pengelasan oleh robot dan memposisikan produk dengan control yang otomatis. “Pengelasan menggunakan robot sebanyak 30%.”

Menurut Darmawan, bagi Katsushiro TKDN (tingkat kandungan lokal) tidak menjadi masalah karena setiap komponen yang dipasok ke perusahaan penerima pasokan dari Katsushiro mencapai 48%.

Yang menjadi keluhan justru regulasi mengenai impor komponen yang terkena bea masuk 16%-26%. Komite anti dumping Indonesia terus melakukan pemeriksaaan terhadap importir.

KHAWATIR ATURAN SNI

Ada kekhawatiran mengenai aturan SNI mengenai produk baja yang bisa diproduksi dalam negeri akan terkena SNI wajib. Menurut dia, sepanjang belum dapat dipasok oleh dalam negeri, idealnya dikecualikan dari aturan SNI.

Seperti diketahui Peraturan Menteri Perindustrian No. 64/2024 tentang Pemberlakukan Standar Nasional Indonesia untuk baja lembaran, pelat, dan gulungan canai, baja lembaran dan gulungan canai dingin secara wajib.

 

What is your reaction?

0
Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly

You may also like

Comments are closed.

More in Bisnis