Komatsu Undercarriage Indonesia, Awalnya Sih Ngontrak

INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Direktur Komatsu Undercarriage Indonesia (KUI) Septianto Catur Pamungkas bercerita bahwa perjalanan panjang perusahaanya dimulai sejak 1991. Ketika itu KUI mengirim 12 karyawan perintis ke Jepang dan belum memiliki lahan sendiri sehingga harus mengontrak.

Kini setelah 34 tahun perjalanan panjang perusahaan industri komponen alat berat itu, ia dengan bersemangat menyatakan bahwa sedikitnya 1.030 karyawan menggantungkan hidup mereka di perusahaan ini. “Ketika awal berdiri tujuannya hanya untuk mendukung Komatsu Indonesia, tapi 10 tahun kemudian [April 2001] kami ekspor perdana ke Thailand,” kenangnya pada wawancara Jumat, 22 Februari 2024.

MULAI 1 HEKTARE

Adi Adam, 61, karyawan senior yang pertama kali ke Jepang bercerita selanjutnya pasokan produknya dijual ke United Tractors. Dari sanalah pundi-pundi hasil penjualan mampu membeli lahan seluas 1 haktere atas keputusan direktur utama ketika itu, Budiardjo Sosrosukarto. “Lahan seluas ini  untuk pembangunan pabrikn KUI,” kata Budiardjo dalam rekaman suara yang disetel oleh Triluji, karyawan yang memimpin 16 orang pada 2001 ke Jepang

Kini  produk KUI lebih dari 50 komponen untuk undercarriage yang diekspor ke seluruh dunia mulai dari China, Jepang, hingga ke Meksiko. Itulah sebabnya KUI menerapkan strategi pemasaran dengan meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi pasar yang masih besar.

Upaya meningkatkan produksi itu didukung oleh pengembangan teknologi dan optimalisasi manajemen sumber daya manusia. Dengan karyawan sebanyak itu, KUI terus meningkatkan mekanisasi, memperbaiki sistem, dan pengaturan shift kerja. Khusus untuk pengaturan shif kerja, awalnya tiga shift dengan empat regu, kini menjadi tiga shif dengan tiga regu. Konsekwensinya adalah karyawann semakin berkurang karena kerja mereka lebih efisien.

Namun bukan berarti tak ada hambatan yang mengganggu bisnisnya mengingat material dan bahan baku 80% masih impor. KUI menerapkan srategi pengaturan agar produksi tidak terganggu.

Untuk itu, KUI  menjalin kerja sama dengan pelaku industri manufaktur sejenis di Perkumpulan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) dan mengumpulkan pelaku industri untuk melakukan kolaborasi. “Pendekatan ke pemerintah terus dilakukan karena pemerintah juga ingin melindungi dan mengembangkan industri alat berat nasional,” kata Catur.

SUMBER DAYA. MELIMPAH

Melihat iklim bisnis yang kondusif dan peningkatan kapasitas produksi yang terus digencarkan, Catur menyatakan sangat optimistis prospek bisnis yang digelutinya. “Lihat saja, sumber daya melimpah mulai nikel, emas, dan bijih besi.”

Pemerintah, katanya, ingin meningkatkan potensi tersebut sehingga  membutuhkan alat berat. “Lagi pula jumlah demografi akan terus bertambah sehingga kebutuhan akan alat berat  pasti meningkat.”

Itulah sebabnya industri alat berat dapat  tetap berkembang dan berkompetisi dengan negara lain. Caranya adalah KUI terus mengembangkan sumber daya dan meningkatkan kualitas produk  yang dibutuhkan oleh pelanggan sehingga mudah dijual.

REGULASI MENDADAK

Namun sayang, hingga kini yang menjadi kendala adalah persoalan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Komite Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional yang diatur dalam tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018 tentang Sistem Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Nasional.

Menurut Catur, regulasi yang menghambat adalah SNI dan regulasi lain  yang diatur secara mendadak. Jika bercermin ke negara lain, Brazil, misalnya, mereka juga punya regulasi TKDN namun tetap memudahkan pelaku industri alat berat.

 

What is your reaction?

0
Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly

You may also like

Comments are closed.

More in Bisnis