
Melupakan Makanan Otak dan Gizi Hati, Hanya Pikirkan Perut
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Kita terlalu sentimentil hingga cuma berpikir tentang makanan mulut dan gizi perut sehingga lupa makanan otak dan gizi hati.
Kita memang rabun. Tak mampu membedakan antara ramping dan gendut. Kita memang sudah terlalu gendut sehingga tak mampu menarik garis batas antara efisiensi dan pemborosan.
Mudah-mudahan bukan kesombongan ketika kita memutuskan membuka keran impor, menghapus kuota.
Saya, sejatinya sedang berusaha menghentikan kebiasaan berceloteh. Belajar mematikan kepedulian. EGP! Ternyata tak bisa!
Pertama, mustinya kita fokus terlebih dahulu pada peningkatan produktivitas dan daya saing. Memperbaiki etos, skills dan kualitas SDM, sebelum membuka keran impor.
Kedua, industri padat karya, dengan teknologi sederhana dan produktivitas rendah adalah tempat karyawan kecil menggantungkan sumber penghasilan, akan mati.
Ketiga, tidakkah kita saksikan industri TPT dan alas kaki, terpaksa melakukan gelombang PHK.
Keempat, tidakkah kita lihat produk ekspor andalan kita mengalami koreksi harga? Harga batubara tinggal seperempat dari harga tertingginya dua tahun lalu. CPO juga mengambang di seputar RM 4,000 plus berbagai hambatan. Nikel mengalami kelebihan pasok sehingga harga terkoreksi tajam
Kelima, neraca dagang kita, Alhamdulillah, masih surplus. Tapi nilainya makin menyusut dari tahun 2023 dan 2024.

Hasan Zein Mahmud
Kalau konsumsi rumah tangga turun karena daya beli turun, investasi hengkang digebah pungli dan mogok, ekspor mengalami penurunan dan belanja pemerintah mengecil dan tidak terarah, dari langit mana pertumbuhan ekonomi akan jatuh ke bumi Indonesia?
*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowork.id