
Prabowo ke Luar Negeri, Menteri ke Jokowi: Merencanakan Kudeta?
INDOWORK.ID, JAKARTA: MENGAPA banyak menteri anggota kabinet pergi ke Solo di saat Presiden Prabowo melawat ke luar negeri? Tentu banyak tafsir. Pun sampai tafsir yang sangat sembrono: merencanakan kudeta.
Padahal bisa saja alasannya sangat sederhana: mumpung tidak akan ada sidang kabinet. Atau mumpung tidak mungkin tiba-tiba dipanggil ke istana.
Pada awal-awal masa jabatan seperti itu banyak menteri takut: jangan sampai kalau tiba-tiba dipanggil presiden lagi tidak dalam jangkauan. Apalagi bagi menteri yang mengalami kesulitan menghadap presiden.
Waktu presiden pergi seperti itulah yang terbaik untuk meninggalkan Jakarta. Ke Solo. Bertemu mantan bos mereka: Presiden Jokowi. Mereka kan belum sempat berlebaran. Mumpung lebaran ketupat belum lama lewat.
Tapi memang ada yang sangat demonstratif: ke Solo naik pesawat jet pribadi. Maka di medsos tersiar video dua pesawat pribadi mendarat beruntun di bandara Solo. Seperti konvoi di udara. Isinya para menteri dan keluarga.
LOYALITAS GANDA
Kesan politiknya: mereka punya loyalitas ganda. Ada yang menyebut mereka lebih loyal ke Jokowi daripada ke Prabowo. Padahal sangat manusiawi para menteri yang mantan anak buah Jokowi berlebaran ke mantan bosnya. Apalagi kalau ini benar: mereka bisa jadi menteri lagi berkat rekomendasi dari Jokowi.
Masalahnya: sehari sebelumnya Presiden Prabowo bertemu dengan Presiden Megawati. Padahal masih terjadi ketegangan yang luar biasa antara Presiden Jokowi dan Presiden Megawati.
Sebenarnya tidak perlu ada teori seperti itu: ”menggandeng Megawati” untuk ”menjauhi Jokowi”.
Prabowo pasti sudah berhitung: tidak ada untungnya meninggalkan Jokowi. Ruginya lebih besar daripada keuntungan menggandeng Megawati.
Pertemuan dengan Megawati harus ditafsirkan bahwa ”mengurangi musuh akan lebih baik” –apalagi kalau itu tanpa mengurangi ”sejawat”.
Masyarakat juga perlu diberi gambaran bahwa Presiden Prabowo tidak bermusuhan dengan siapa pun.
Terlalu banyak kesulitan negara yang akan bertambah sulit dengan permusuhan antarelite. Ditambah kita pun baru saja terkena prank terbesar abad ini: maju-mundurnya Presiden Donald Trump dengan langkah tarif bea masuknya.
BEBASKAN IMPOR

Sampai-sampai Presiden Prabowo sempat menegaskan: akhiri era kuota-kuota dalam impor. Jangan ada lagi kuota. Bebaskan impor.
Maksudnya: agar Amerika senang. Agar perlakuan tarif untuk barang Indonesia yang masuk ke Amerika jangan dikenakan tarif 32%.
Juga soal TKDN –Tingkat Komponen Dalam Negeri. Untuk apa TKDN. “Bikinlah yang fleksibel,” ujar Presiden Prabowo.
Negara seperti Amerika memang mengeluhkan proyek-proyek yang dibangun di Indonesia: komponen dalam negerinya harus sampai 40%. Negara-negara maju pasti punya mau: jangan ada TKDN.
Kalau TKDN dihapus, yang bertepuk tangan bukan hanya Amerika. Yang bersorak justru Tiongkok.
Kewajiban TKDN membuat nilai proyek lebih mahal. Kalau semua barang bisa didatangkan dari Tiongkok nilai proyeknya bisa lebih murah.
Tujuan TKDN, Anda sudah tahu, untuk melindungi industri dalam negeri. Tanpa TKDN industri dalam negeri tidak kuat bersaing.
Tapi harga barang produksi dalam negeri memang sering lebih mahal daripada impor. Itu jadi keluhan para pemenang tender proyek di Indonesia. Apalagi kalau yang menang tender itu perusahaan dari Tiongkok.
Trump tidak punya peraturan TKDN Amerika. Ia lebih ”kejam”: industri dalam negeri dilindungi lewat tarif bea impor yang tinggi. Sampai pun melanggar aturan WTO. Ia tidak peduli.
Bisakah Indonesia menghapus kuota seperti yang diinginkan Presiden Prabowo di sarasehan ekonomi Rabu lalu? Siapa berani taruhan?
TKDN JADI TARUHAN
Boleh juga TKDN jadi taruhan. Akan lahirkah aturan TKDN-Fleksibel? Dalam waktu dekat?
Trump begitu mudah mengubah kebijakan. Satu minggu setelah kebijakannya ditolak pasar, langsung ia delay. Padahal ia begitu bangga dengan keputusannya itu. Sampai ia sebut sebagai ”Hari Kemerdekaan” Amerika. Maka itulah Hari Kemerdekaan yang hanya berumur satu minggu.
Prabowo baru menyatakan ”bebas kuota” dan ”TKDN Fleksibel” dalam sebuah sarasehan.
Memang saat mengucapkan perintah itu Prabowo mendapat tepuk tangan yang gemuruh. Tapi realitas kehidupan tidak bisa diselesaikan lewat gemuruhnya tepuk tangan.

Dahlan Iskan
Tentu kita tidak perlu memberi angka berapa nilai rapor 150 hari Presiden Prabowo. Beliau sendiri sudah memberi nilai diri untuk prestasi 150 hari kepresidenannya.
“Nilai saya enam,” ujar Prabowo saat bertemu enam orang pemimpin redaksi media Jakarta di Hambalang pekan lalu. Nilai-diri yang justru membuat orang bersimpati.
Mungkin perlu ada yang bertanya pada Anies Baswedan: berapa nilai 150 hari Presiden Prabowo.
*) Ditulis oleh Dahlan Iskan
What is your reaction?
0
Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly