
Defisit Diatasi dengan Alihkan Impor Energi dan Produk Pertanian
INDOWORK.ID, JAKARTA: Pemerintah Indonesia sedang berupaya menyeimbangkan defisit neraca perdagangan dengan Amerika Serikat (AS), yang saat ini berada di kisaran US$18 miliar hingga US$19 miliar. Langkah ini merupakan bagian dari strategi negosiasi menghadapi kebijakan tarif resiprokal dari AS yang mencapai 32%.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan bahwa defisit tersebut bisa diatasi dengan mengalihkan sebagian impor energi dan produk pertanian ke AS.
Dari sektor energi, Indonesia berencana merelokasi impor minyak mentah, gas, LPG dari negara lain ke AS.
Tawaran untuk impor energi berupa minyak dan gas (migas) ini masih masuk akal karena Indonesia telah lama menjadi net importir atau pengimpor bersih migas sejak tahun 2020-an. Indonesia hanya memenuhi 35%-40% kebutuhan minyak/BBM dari produksi domestik.
ENERGI JADI TITIK LEMAH
Sektor energi menjadi titik lemah Indonesia. Indonesia masih jauh dari swasembada energi mengingat produksi minyak yang terus menurun hingga 50% dari sebelum 2000.
Satu kendala besar untuk mengimpor migas dari AS adalah biaya transportasi yang lebih mahal jika dibandingkan dengan impor dari misalnya Timur Tengah atau Afrika.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), wilayah sumber impor migas Indonesia terbesar tahun 2024 adalah:
- Singapura
- Asia (non-ASEAN, Jepang, China)
- Afrika
- Malaysia
- Amerika Serikat
- China
- Australia
Indonesia mulai mencatat defisit perdagangan migas (minyak dan gas) secara konsisten sejak 2012. Defisit perdagangan migas sporadis sudah terjadi sejak tahun 2000-an.
Padahal, Indonesia mencatat surplus perdagangan dalam 59 bulan terakhir hingga Maret 2025. Surplus perdagangan ini disokong oleh perdagangan nonmigas.
Pada 2000-an, Indonesia masih menjadi eksportir bersih migas, tetapi produksi minyak mentah mulai menurun sementara konsumsi dalam negeri meningkat.
PENURUNAN PRODUKSI
Indonesia pertama kali mengalami defisit perdagangan minyak mentah pada 2024 karena penurunan produksi dan kenaikan impor. Tetapi surplus gas masih menutupi defisit minyak, sehingga neraca perdagangan migas secara keseluruhan masih positif.
Mulai 2012, defisit migas terjadi secara terus-menerus. Defisit ini terjadi karena kombinasi penurunan produksi minyak, kenaikan impor BBM, serta ekspor gas yang tidak mampu menutup defisit perdagangan minyak.
Berikut data defisit perdagangan migas Indonesia dalam lima tahun terakhir menurut data BPS:
• 2020: US$ 6 miliar
- 2021: US$ 13,28 miliar
- 2022: US$ 24,42 miliar
- 2023: US$ 19,91 miliar
- 2024: US$ 20,4 miliar