
Mengenang Kejayaan PATRIA, Sky is The Limit
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Anggota keluarga besar PT Astra International Tbk yang berdiri pada 8 Februari 1983 ini menaklukkan industri alat berat secara evolutif. Bermula dari distributor produk-produk otomotif, perlahan tapi pasti, berkembang menjadi heavy transfortation and attachment manufacturing and engineering company.
Produknya dilabeli dengan merek PATRIA. Mulai dari forklift, trailer, heavy dump truck, aircraft towing tractor hingga kapal laut. Produknya digunakan dari berbagai industri: pertambangan, bandar udara, laut, perkebunan hingga ke sektor energi baru terbarukan.

Hilman Risan
Hilman Risan, mantan Presdir United Tractors Tbk menjelaskan bahwa lengkapnya sektor industri yang dimasuki (darat, laut dan udara) semua bermula dari ‘tukang jahit’ dan merangkai komponen. Tekad mandiri dan penuh inovasi membawa perusahaan yang disebut UTE ini berhasil menciptakan produk perdananya dengan merek sendiri, yaitu forklift PATRIA. Nama PATRIA diambil dari akronim Proactive, Agile, Team player, Resilient, Innovative dan Accountable. Jargonnya tidak main-main. Local Engineering, Global Solution.
Tidak mudah bagi UTE menciptakan produk forklift PATRIA di awal kemunculannya pada 1995. Bukan sulitnya membuat produk itu. Bagi para Patrian—sebutan karyawan PATRIA—membuat produk adalah ‘makanan sehari-hari’ lantaran mereka merupakan para ‘tukang jahit’ yang biasa merangkai komponen alat berat dengan merek Komatsu-PATRIA.
Komatsu merupakan prinsipal sekaligus mitra kerja utama induk perusahaan UTE, yaitu United Tractors (UT). UT sendiri merupakan distributor tunggal alat berat produk-produk Komatsu. Kedua perusahaan (UT dan Komatsu) ini mendirikan perusahaan patungan, joint venture dengan komposisi saham: Komatsu Ltd (55 persen), UT (30 persen), Sumitomo Corp (9 persen) dan Marubeni Corp (6 persen). Alasan kerjasama bisnis ini, tentu saja membuat Komatsu memiliki hak melarang UTE meluncurkan forklift sendiri dengan merek PATRIA.
MAJU PESAT
Di sisi lain, hanya dalam tempo satu dekade (1983-1991) kemajuan UTE sebagai perusahaan attachment manufacturing and engineering company, tampak sangat signifikan. Ribuan produk telah diproduksi secara mrah dan efisien, namun tetap terjaga kualitasnya. Produktivitasnya sangat tinggi. Para insinyurnya dikirim ke luar negeri (terutama Jerman dan Amerika Serikat) untuk mendalami engineering company hingga menguasai sistem produksi modern.
Sejumlah perusahaan ternama pun mempercayakan sebagian pekerjaan mereka kepada UTE. Sebut saja order dari Sumitomo untuk pembuatan wing bracket dan arm. Tidak ketinggalan order dari raja forklift dunia ketika itu, Toyota mempercayakan pembuatan frame forklift-nya kepada UTE.
Kenyataannya, kehebatan-kehebatan UTE ketika itu masih memiliki kelemahan, salah satunya yaitu design engineering. Bahkan, manajemen UTE sendiri masih merasa belum puas lantaran UTE ‘hanya’ menjadi industri pendukung bagi UT yang memiliki prinsipalnya sendiri, yaitu Komatsu.
Hilman menjelaskan bahwa para pendiri UTE sejak awal mendirikan perusahaan memiliki mimpi besar mendesain, memproduksi serta menjual produk dengan merek sendiri, PATRIA. Tanpa embel-embel Komatsu.
’’Pak Purnardi [alm] bilang: ‘Jangan mau dibonsai terus dong kita. Jangan asal sudah dikasih profit, kita langsung puas. Kita harus punya sesuatu milik kita sendiri yang bisa kita jual,’ ujar Wakil Presiden Direktur UTE Djohan Iskandar mengutip Purnardi Djojosudirjo dalam penjualan perdana produk forklift Komatsu-PATRIA.
Support besar-besaran dari para senior pendiri UTE itu mendorong Direktur UTE Agus Susanto ketika itu turun tangan dan terus melobi dan meyakinkan pihak Komatsu. Agus memang sejalan dengan pendiri UTE yang memimpikan kelompok usaha ini mampu melahirkan beragam produk industri dengan merek sendiri. Ujung cerita, akhirnya Komatsu membolehkan UTE memproduksi dan memasarkan forklift merek PATRIA. Bagi Komatsu, mungkin melepas forklift untuk PATRIA hanya ‘bisnis receh.’ Namun, bagi manajemen UTE, ini ibarat ‘api kecil’ yang sangat bermakna. Api kecil tapi menjadi simbol keberanian, kegigihan, dan tindakan nyata di tengah cuaca industrialisasi Indonesia waktu itu.
MENCARI ANGIN SEGAR
Setelah mendapatkan izin Komatsu melepas mereknya dan berganti dengan nama PATRIA, UTE mendapat tantangan bisnisnya di industri Forklift. Saat itu, pasar forklift dalam negeri sangat terbatas. Manajemen UTE menyadari kondisi tersebut. Sebagai gambaran, berbisnis forklift tidak gampang. Komatsu sendiri mengakui berbisnis forklift profitnya marjinal. Kalah jauh disbanding alat-alat berat yang lain. ’’Forklift itu barang modal tapi juga consumer good. Jadi harganya murah. Sama Toyota Kijang saja, sama harganya,’’ cerita Anis Sulistiadi, salah satu direktur UTE tahun 1991.
Anis memberikan gambaran perbandingan. Di Indonesia, Toyota Kijang dapat menjual sekitar 4.000 unit per bulan. Sementara forklift hanya sekitar 50 unit sebulan. Marketnya memang susah waktu itu. Sehingga tidak gampang kalau mau bikin industry forklift, kecuali mengakuisisi.
Melihat situasi industrid alam negeri yang seperti itu, maka manajemen UTE membidik pasar global. Alasannya penuh pertimbangan matang. Dengan menjadi pemain global, industry forklift yang digeluti para Patrian akan dapat lebih berkibar. Ibarat bermain laying-layang, kalau mau berbisnis anginnya harus besar, supaya layang-layang dapat terbang tinggi.
PEMAIN GLOBAL
Tahun 1996 semangat para Patrian kian bergelora. Keberhasilan mendapatkan izin Komatsu membuat forklift sendiri menjadi faktornya. Mereka mengibaratkan hal itu sebagai sebuah kemerdekaan. Namun, sekejap saja mereka langsung dihadapkan pada kenyataan bisnis. Industri ini, terutama pasar dalam negeri masih sangat kecil. Fakta di depan mata menunjukkan pasar forklift di Indonesia hanya berkisar 5.000 sampai 6.000 per tahun.
Agus Susanto yang menjabat Presiden Director UTE tahun 1997 melangkah dengan strategi bisnis global. Keyakinan itu berdasarkan selain alasan pasar yang sangat terbatas, Agus optimistis dengan kemampuan para engineer di UTE. Apalagi produk forklift UTE sudah tergolong maju untuk ukuran Tanah Air. Mereka sudah memproduksi forklift dengan tiga varian produk: berbahan bakar bensin, berbahan bakar diesel dan rintisan forklift bertenaga baterai. Kemampuan forklift PATRIA berdasarkan tonasenya juga sangat variatif: 0,5 ton, 1-3,5 ton hingga berbobot 40 ton untuk pengangkutan container.
Strategi ekspor itu di mata Agus merupakan salah satu jalan pasar UTE kian berkembang. Setelah selama ini hanya sebagai ‘penjahit’ Komatsu dan mendapatkan pembatasan untuk menjual forklift. ’’Kalau mau berkembang, ya kita harus bisa ke luar,’’ ungkap Agus. UT induk perusahaan UTE pun mendukung setelah sempat disergap keraguan lantaran selama ini UTE hanya sebagai perusahaan supporting sang induk dan tidak punya pengalaman di pasar global. Bentuk dukungan UT diwujudkan dengan berbagai hal, termasuk mengeluarkan anggaran besar untuk survei pasar, mendesain produk, membuat prototipe, uji coba, perbaikan, uji coba lagi dan sampai produk betul-betul siap dipasarkan.
Pasar Eropa menjadi tujuan utama UTE memasarkan forklift PATRIA. Bukan tanpa alasan memilih Benua Biru sebagai pasar global. Permintaan forklift tergolong tinggi di sana. Sejumlah negara seperti Jerman, Belanda, Belgia dan Prancis menjadi pasar utama yang dibidik. Maka, sejumlah cabang perusahaan UTE didirikanlah di sana. Salah satunya di Hamburg, Jerman dengan nama United Tractors GmbH.
Selain mendirikan entitas bisnis di Jerman, UTE pun sempat akan mengakuisisi pabrikan lokal Eropa. Dua negara jadi incaran, yaitu Clark Material Handling Company (Inggris) dan Indos (Slovenia). Alasan akuisisi pabrikan mancaegara itu guna menguasai teknologi sekaligus memperkaya varian produk milik forklift PATRIA yang ditawarkan ke pasar Eropa. Khusus Slovenia, UTE mengincar Indos untuk membuat forklift baterai merek PATRIA untuk didistribusikan ke pasar Eropa. Juli 1997 rencana akuisisi terhadap Indos batal lantaran masalah regulasi Slovania yang memiliki kebijakan: Investor asing yang akan berinvestasi harus meletakkan modal sebesar nilai akuisisi yang tidak boleh diambil selama tujuh tahun (dimasukkan dalam escrow account di salah satu bank Slovania).
Rencana go global pupus? Ternyata belum. Api semangat menjadi pemain global terus menyala-nyala di manajemen UTE. Salah satunya lewat menjalin aliansi dengan perusahaan Australia, yaitu Bernd Ostermeyer, penemu sekaligus pemilik Bulk Transfer System (BTS) pemegang hak paten flex tipper. Flex tipper semacam dump truck yang merevolusi pemindahan material dalam jumlah banyak. Diajukanlah usulan ke UT untuk mendirikan perusahaan patungan antara UTE dan BTS di Australia untuk membeli paten, memproduksi serta memasarkan flex tipper ke seluruh dunia. Berdirilah usaha patungan itu dengan nama United Bulk Transfer System (UBTS) yang bermarkas di Darwin. UBTS mendapat order besar dari Pemerintah China untuk memproduksi flex tipper dalam jumlah besar.
BADAI KRISIS
Hilman mengatakan bahwa langkah global UTE memasarkan forklift merek PATRIA mulai memperlihatnya denyutnya. Saat itu memang belum hebat-hebat amat. Belum pula melampaui harapan. Namun, jalan global yang ditempuh UTE bagi menilai sebagai langkah ideal bagi peningkatan level UTE sebagai perusahaan rekayasa industri, khususnya di bidang forklift.
Alasannya:
Pertama, UTE memiliki kompetensi sebagai fondasi penting bagi perusahaan engineering.
Kedua, UTE telah berekspansi untuk melebarkan arena permainan dengan cara membangun basis-basis penjualan lewat distributor di mancanegara. Ketiga UTE telah menjalin aliansi dan melakukan akuisisi agar kompetensi teknologi semakin tinggi dan varian produk bertambah.
Ketiga, langkah itu telah menjadi pijakan krusial di pentas global.
Sayangnya, denyut bisnis global baru saja berdetak, krisis besar pada 1998 menerjang. Memupus mimpi dan harapan PATRIA. Usia di pentas global memang hanya seumur jagung. Namun, modal sumber daya manusia dan kemampuan rekayasa engineering berhasil membawa UTE kembali bangkit. Walaupun akhirnya harus melepas dan meninggalkan industri forklift. Kini beralih ke pertambangan, udara, laut, agro industri dan merintis ke energi baru terbarukan.