Inilah Persyaratan Release and Discharge bagi Penerima Ganti Kerugian
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Dalam kecelakaan pesawat udara yang menyebabkan penumpang meninggal dunia, maka yang berhak menerima kompensasi adalah ahli warisnya (Undang-Undang, 2009,No.1).
Berdasarkan hukum positif perdata penerbangan yang berlaku di Indonesia, untuk menuntut kompensasi kepada perusahaan angkutan udara niaga atas suatu kecelakaan pesawat udara, persyaratan yang wajib dipenuhi dan dilengkapi diserahkan kepada masing-masing perusahaan asuransi.
Persyaratan penuntutan asuransi secara umum hanya berupa dokumen alat bukti diri sebagai ahli waris, dokumen yang dimiliki oleh korban dan dokumen pendukung untuk dibayarkannya kompensasi. Tidak ada persyaratan bagi pemegang polis, tertanggung atau peserta untuk menandatangi release and discharge (PT Jasa Raharja (persero), PT Aswaja, dan PT Asuransi Allianz Life Indonesi).
Selain itu, istilah release and discharge (R & D) sebenarnya tidak dikenal dalam pranata hukum Indonesia. Menurut Jusuf L. Indradewa, di Indonesia yang dikenal dan biasa digunakan adalah pemberian acqint et decharge (A & D) dalam rangka pelepasan dan pembebasan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris perseroan terbatas yang selalu diikuti penegasan. Bila kemudian ternyata telah terjadi tindak pidana selama masa jabatannya, maka akan dilakukan penuntutan sesuai dengan ketentuan undang-undang hukum pidana (Andani, 2018)
OJK MELARANG
Bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang pencantuman larangan peniadaan upaya hukum bagi pemegang polis sehingga pemegang polis, tertanggung atau peserta harus menerima penolakan pembayaran klaim dan /atau pembatasan upaya hukum jika terjadi perselisihan mengenai ketentuan Polis asuransi (Peraturan, 2015, No. 23/POJK.05).
Berdasarkan Peraturan ini dapat dianggap bahwa pembayaran kompensasi dengan persyaratan harus menandatangani release and discharge oleh ahli waris. Di dalamnya ada pernyataan untuk melepaskan hak menuntut kepada siapapun yang terkait dengan kecelakaan pesawat udara merupakan suatu pelanggaran.
Demikian pula beberapa penulis menyatakan bahwa kewajiban untuk menandatangani release and discharge telah melanggar UU 1 Thn 2009 tentang Penerbangan, UU 8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Maarif, 2020) (Wafiqah dan Rosmawati, 2021) (Nugraha, 2022)
Konsekwensi hukum bagi ahli waris dengan menandatangani release and discharge adalah hilangnya hak untuk mendapatkan kompensasi tambahan apabila ahli waris dapat membuktikan bahwa kecelakaan tersebut disebabkan oleh faktor kesengajaan (wisful misconduct) atau kesalahan (negligence). (Undang-Undang, 2009, No.1).
PEMBAYARAN KOMPENSASI
Dalam kasus kecelakaan PT. Mandala Airlines tahun 2005, PT Lion Mentari Airlines pada 2018 dan PT Sriwijaya Air tahun 2021, ahli waris dipersyaratkan untuk menandatangi suatu perjanjian release and discharge agar kompensasinya dapat dibayarkan.
Peneliti hanya menemukenali release and discharge yang dibuat oleh PT Lion Mentari Airlines. Dalam release and discharge tersebut terdapat 10 (sepuluh) klausula, dan secara garis besar dari maksud dan tujuan release and discharge tersebut menghilangkan hak ahli waris atau dengan bahasa yang lain ahli waris melepaskan hak untuk menuntut kepada siapa pun, dalam bentuk apapun, dalam lingkup hukum apapun, di wilayah hukum negara manapun, yang terlibat dalam kecelakaan pesawat udara tersebut. (Maarif, 2018)
Fakta lain dari kasus kecelakaan PT Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610 dengan rute penerbangan Jakarta – Pangkal Pinang adalah terdapat korban penumpang yang tiketnya tidak sesuai dengan identitas diri penumpang dan tidak terdaftar dimanifes yaitu tiket atas nama Krisma Wijaya tetapi penumpang yang menjadi korban atas nama Arif Yustian (Prajogo dan Martono, 2019).
Berdasarkan Pasal 151 UU 1 Thn 2009 PT. Lion Air dapat dituntut tanggung jawab tidak terbatas (unlimted liability) (Riadhy Arafah dan Nursani, 2019)
*) Ditulis oleh Hemi Pramuraharjo, penulis buku Hukum Penerbangan Indonesia.