Keberanian Dapat Tampil Dalam Berbagai Bentuk

INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Keberanian bisa tampil dalam berbagai bentuk. Kadang seseorang harus memikul beban yang seakan lebih berat ketimbang daya pikulnya, tapi beban itu dia jinjing tanpa keluh.

Kadang kita harus mengorbankan semua yang kita miliki, dan kita mampu lolos tanpa sesal. Tapi adakah keberanian yang besar dan pantas dikagumi lebih dari pengorbanan yang dituntun oleh cahaya iman?

Prosesi itu menarik perhatiannya. Para pemuka Quraisy memang menyerukan agar masyarakat menyaksikan pelaksanaan hukuman mati atas Khubaib bin Adi, tawanan Perang Badar, yang mereka tangkap dengan cara yang licik. Ribuan orang keluar dari daerah Tan’im di luar kota Mekkah. Ribuan orang itu menggiring seorang tawanan yang mereka ikat dengan tambang, mendorongnya ke pelataran kematian.

TUBUH TERPOTONG

Said bin Amir al Jumahi, adalah seorang pemuda yang kuat dan tangguh. Dengan mudah dia menyeruak ke barisan paling depan. Dan di situlah dia menyaksikan semuanya. Dia melihat Khubaib yang melangkah tenang ke arah tiang salib. Dia mendengar permintaan izin Khubaib untuk melakukan shalat dua rakaat sebelum pelaksanaan hukuman mati. Dia merekam wajah yang begitu damai menyongsong maut. Dia menyaksikan tubuh yang terpotong. Dia menyaksikan jasad yang disalib di batang kurma.

Said mendengar dengan sangat jelas ketika para pembesar Quraisy itu bertanya: “Apakah kamu ingin Muhammad ada di tempatmu ini, sedeangkan kamu selamat?” Said merekam jawaban tegas Khubaib: “Demi Allah aku tidak ingin berada di antara keluarga dan anak-anakku dalam keadaan tenang, sementara Muhammad tertusuk sebuah duri!”

Gegap gempita itu kemudian senyap. Prosesi itu pun bubar. Pemuka Quraisy kembali ke rumah masing-masing, seakan tidak terjadi apa apa. Tapi tidak demikian dengan Said. Rekaman-rekaman itu berputar ulang dalam benak dan khayalnya. Terbayang ketika jaga, termimpi kala tidur. Boleh jadi bayangan itu yang menjadi kunci pembuka pintu hati Said. Dia beriman, menyusul Rasulullah hijrah ke Madinah. Hidup bersama dan mendapat contoh akhlak dari Rasulullah, menjadi sebilah pedang terhunus di perang Khaibar dan peperangan sesudahnya.

Khalifah Umar marah ketika Said menolak permintaannya untuk menjadi Gubernur di Himsh. Umar berkata: “Celaka kalian, kalian letakkan perkara ini di pundakku, kemudian kalian berlari dariku!” Maka berangkatlah Said melaksanakan tugasnya.

Suatu saat Umar mendapat kunjungan dari beberapa penduduk pemuka masyarakat Himsh. Umar kemudian meminta mereka membuat daftar nama penduduk miskin di Himsh agar dia bisa memberi santunan.

Dalam daftar itu, ternyata, termasuk nama Said bin Amir. “Gubernur kalian miskin?” Umar mengaskan dengan pertanyaan. “Benar Amirul Mukminin!” jawab mereka. “Terkadang api tidak menyala di rumahnya!”. Umar menangis sehingga air matanya membasahi jenggutnya… Subhanallah!

*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Infrastruktur.co.id

What is your reaction?

0
Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly

You may also like

Comments are closed.

More in Headline