Kongo Citra Manufaktur Indonesia Raih Penghargaan Pemasok Terbaik dari Komatsu Indonesia

INFRASTRUKTUR.CO.ID, KARAWANG: General Manager Kongo Citra Manufaktur Indonesia (KCMI) David Lianto mengungkapkan kebahagiannya karena dukungan dari Komatsu sebagai perusahaan yang menampung produknya. “Yang membuat kami semangat adalah ada training dari Komatsu sehingga pengembangan SDM sangat terbantu,” ujarnya, Senin, 24 Februari 2025.

Pada Selasa, 25 Februari 2024, Komatsu Indonesia mengggelar lomba mengenai kualitas produk bagi para pemasok. Dani, peserta dari KCMI, memenangkan lomba tersebut menjadi juara pertama disusul peserta dari Wahana Pendawa Bakti dan Sinar Putra. KCMI mendapatkan sertifikat apresiasi Komatu Indonesia yang ditandatangani langsung oleh presiden direkturnya, Jamalludin.

“Kami mendapatkan penghargaan karena kotribusi dan prestasi pemasok untuk tahun 2025,” kata David.

Prestasi tersebut bukanlah pekerjaan jangka pendek. Melihat sejarah perjalanan perusahaan itu cukup panjang. Hendrik Lianto hanya berbekal ijazah Sekolah Menangah Pertama ketika ia merantau dari Medan ke Jakarta pada 1980-an. Setelah bekerja sepuluh tahun di industri komponen alat berat, ia pun mampu mendirikan usaha dengan bendara PT Citra Galvalindo Suksesmandiri (CGS) yang bergerak dalam pembuatan pelapisan elektro logam pada 1992.

Awalnya hanya satu jenis produk, kemudian berkembang menjadi ratusan produk untuk otomotif dan alat berat,  Keunggulan produk membuat brandnya makin dikenal hingga pengusaha dari Jepang tertarik untuk membuat perusahaan patungan.

Lalu berdirilah Kongo Citra Manufaktur Indonesia (KCMI) yang membuat komponen untuk industri alat berat dan otomotif. Hebatnya, Hendrik sebagai pemegang saham mayoritas yaitu 90% dan sisanya mitra dari Jepang hanya 10%. “Mungkin kami satu-satunya perusahaan patungan Indonesia-Jepang sebagai pemegang saham mayoritas,” kata Hendrik, Senin, 24 Februari 2025.

Hendrik bercerita awalnya mendapatkan tawaran dari Sumitomo untuk menjadi pemasok komponen alat berat, namun belakanga justru Komatsu yang memberikan kepercayaan penuh terhadap produk KCMI.Pada masa awal berdiri, perusahaannya hanya mampu memproduksi 1-2 unit komponen saja. “Dengan kesabaran akhirnya meningkat hingga 3-5 unit.”

Kini KCMI sudah memasok 600 item mulai dari kebutuhan otomotif (50%) hingga untuk alat berat (50%) seperti escavator dan dumptruck ke Komatsu dan sejumlah perusahaan industri alat berat baik untuk lokal maupun tujuan ekspor. Produksi komponen yang dihasilkannya sat ini sudah mencapai 300 ton per bulan.

TERHAMBAT KEBIJAKAN

Agus Tjahajana dan Hendrik Lianto

Namun dibalik kesuksesan itu, masih ada klesulitan dan tantangan karena kebijakan pemerintah. “Ada sedikit kendala di material. Jika pintu gerbang pemerintah kebijakannya lebih disederhanakan, maka Indonesia punya potensi menuju globalisasi,” kata pria 65 tahun tersebut.

Hal lain yang dikeluhkannya adalah biaya lebih tinggi karena birokrasi yang panjang baik di Kementerian Perindustrian maupun Kementerian Perdagangan. “Sekarang tambah lagi kewajiban SNI [Sertifikaasi Nasional indonesia].”

Menurut Hendrik, regulasi yang menghambat karena diterapkan secara  mendadak. Meskipun saat ini sudah dilakukan secara digital, tetapi ada kurangnya juga karena jika kurang familiar maka sistem akan membatalkan. “Jadi yang seharusnya izin selesai dalam sepekan, tetapi molor hingga 2 bulan.”

Hambatan lainnya adalah material dan bahan baku yang dirasakannya cukup sulit, namun ia tetap mencari solusinya sehingga dapat mencukupi kebutuhan.

Memang saat ini produk KCMI belum ada yang diekspor secara langsung, tapi karena ia memasuk komponen ke Komatsu dan Caterpillar, otomatis produk dari pabrik di Karawang dan Tangerang tersebut telah mendunia.

Saat ini, karyawan KCMI sebanyak 175 orang  yang bakerjadi dalam bangunan  seluas 2 hektar di atas  lahan 3,3 ha.

Hendrik menceritakan pengembangan teknologi di KCMI yaitu dengan mengikuti perkembangan terkini karena awalnya semua dilkukan secara manual. Kini KCMI terus mekanisasi sehingga berkembang otomatisasi pekerjaan mencapai 20%.

Namun demikian,  CKMI terus melakukan pengelolaan SDM meskipun berdasarkan pengalaman pribadi Hendrik kualitasnya mengalami penurunan. “SDM dahulu lebih bagus karena semangat kerjanya luar biasa. Anak sekarag cengeng,” katanya.

DIGANGGU LSM DAN ORMAS

Selain dari pemerintah dan bahan baku, persoalan lainnya yang mengganggu adalah masalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan dan organisasi masyarakat (ormas), memperebutkan sisa-sisa produk atau limbah. Mereka yang beroperasi di kawasan Karawang adalah Gibas, GMBI, dan Laskar Merah Putih. “Mereka merasaleih tinggi dari pejabat pemda. Arogansinya tinggi sekali,” keluhnya.

Di tengah banyaknya hambatan tersebut, Hendrik tetap yakin akan keberlanjutan industri alat berat di Indonesia. Namun itu semua tergantung kebijakan pemerintah. Sebagai pelaku industri ia menganalogikan dalam bisnis internasional sebagai perang. “Kami berani berperang, tapi kalau tidak ada dukungan ya bagaimana?” ujarnya balik bertanya.

Ia berharap industri komponen alat berat bisa tetap berkembang dan berkompetisi dan mengembangkan sumber daya dan membuat barang yang dibutuhkan oleh costumer sehingga mudah dijual.

 

 

What is your reaction?

0
Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly

You may also like

Comments are closed.

More in Bisnis