
Andilan Kebo Betawi, Peletak Dasar Bisnis Koperasi
INDOWORK.ID, JAKARTA: Pernah enggak terpikir, peletak dasar bisnis koperasi dan arisan itu sejatinya orang Betawi?
Salah satu tradisi unik masyarakat Betawi dalam menyambut Ramadan dan Lebaran adalah Andilan alias arisan kebo.
Sayangnya, tradisi ini belakangan mulai banyak ditinggalkan oleh masyarakat Betawi sendiri. Padahal makna dan nilai kearifan lokalnya amat dalam.
Tak jelas kapan budaya patungan kerbau Andilan ini mulai dipraktikkan. Namun pilihan kerbau – orang Betawi bilang kebo – sebagai obyek patungan jelas menunjukkan ciri masyarakat agraris. Jadi, ini memang praktik yang sudah ada sejak zaman baheula.
MASYARAKAT AGRARIS
Memangnya orang Betawi dulunya masyarakat agraris?
Arsiparis Pusat Arsip Nasional Mona Lohanda – yang banyak meneliti dokumen peninggalan kolonial di era Batavia – menyebut komunitas Betawi berkembang di sekitar Batavia dengan pola hidup agraris. Mona juga menyoroti banyaknya tanah partikelir yang dimanfaatkan oleh masyarakat Betawi untuk bertani dan beternak.
Ridwan Saidi pun bilang, masyarakat Betawi pada awalnya adalah masyarakat agraris. Sebelum karena perkembangan zaman dan urbanisasi, dipaksa beradaptasi dengan bidang perdagangan dan jasa yang tumbuh pesat di Jakarta.
Bisa dibayangkan, kawasan Meester Cornelis dulu adalah sentra perkebunan dan peternakan. Kampung Melayu sentra perikanan. Di Srengseng Sawah, Setu Babakan, Jagakarsa dan sekitarnya terhampar persawahan nan luas. Pasar Minggu dan Condet jadi sentra buah-buahan.
SEBELUM VOC
Maka patut dicatat kemungkinan tradisi Andilan ini sudah ada, bahkan sebelum VOC menginjakkan kaki di Jakarta. Bersamaan dengan pesatnya perkembangan Islam pada awal abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi. Ketika pola hidup agraris dan kegirangan menyambut Ramadan dan Lebaran (agamis) menyatu dalam kearifan dan kecerdasan lokal orang Betawi, bernama Andilan.
Andilan sendiri merupakan tradisi patungan warga (bisa 10-30 orang, bisa satu kampung) untuk membeli kerbau. Kerbau tersebut kemudian dipelihara atau diangon/digembalakan selama bulan Ramadan. Lalu disembelih pada H-1 atau H-2 jelang Lebaran. Hasil sembelihan itu kemudian dibagikan kepada mereka yang ikut andil (patungan). Diolah sebagai semur santapan Lebaran.
KOLABORASI BETAWI

KAMPUNG ISMAIL MARZUKI
Praktik Andilan ini menunjukkan, sejak zaman dulu orang Betawi telah mengenal apa yang kini kita kenal sebagai kolaborasi, koperasi, dan arisan. Andilan bisa disebut cikal bakal koperasi terlihat dari aktivitas menabung untuk mencapai satu tujuan: membeli kerbau. Setelah itu prosesi pemotongan hingga bagi-bagi daging dilakukan secara gotong royong. Mencerminkan semangat kebersamaan, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.
Andilan juga bisa disebut sebagai cikal bakalnya arisan. Arisan daging kebo tentunya. Karena arisan yang kita pahami sekarang (menggunakan uang) baru dikenal sekitar abad ke-20, populer lebih dulu di kalangan ibu rumah tangga dan kalangan pekerja.
Sayangnya, Andilan belakangan mulai ditinggalkan oleh masyarakat Betawi sendiri. Banyak penyebabnya. Mulai dari sulitnya mencari lahan angon kebo, lunturnya semangat gotong-royong di perkotaan, hingga tidak terwariskannya dengan baik, nilai-nilai kearifan lokal Andilan kepada anak-anak muda Betawi.
Padahal, Andilan mengandung makna filosofis amat dalam: kebersamaan, keadilan, gotong royong, dan kepedulian sosial. Andilan sebagai tradisi tak hanya harus bertahan karena genuitasnya, namun juga sangat dimungkinkan terus berkembang sesuai kemajuan zaman.
ANDILAN ONLINE
Seraya berharap, misalnya, kelak ada anak-anak muda Betawi yang melek teknologi informasi menciptakan Andilan Online. Sehingga Andilan muncul di berbagai platform digital. Tanpa harus mengorbankan dan menghilangkan filosofi adiluhung yang terkandung di dalamnya.
Sebuah hil yang tidak mustahal, kata pelawak Srimulat, almarhum Asmuni.
*) Ditulis oleh Muhammad Sulhi Rawi (Icoel), Pendiri Forum Jurnalis Betawi (FJB)
Foto: Kompas