
Pertamina Buka Peluang Impor Minyak Dari Amerika, Bahlil Lahadalia: Respon Tarif Resiprokal Trump
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: PT Pertamina (Persero) buka suara mengenai dampak kebijakan tarif resiprokal terhadap peluang impor energi dari Amerika Serikat, terutama pengadaan minyak mentah (crude), elpiji (LPG) dan gas alam cair (LNG).
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso mengatakan saat ini pihaknya mash menunggu arahan resmi pemerintah terkait kebijakan lanjutan. “Terkait kebijakan peningkatan tarif dari Amerika Serikat, ini update saja teman-teman, sampai saat ini Pertamina mash menunggu arahan dan kebijakan pemerintah. Kami akan tunggu kajian pemerintah,” kata dia dalam konferensi pers.
Grup Pertamina saat ini telah menjalin kerja sama pengadaan energi dengan sejumlah perusahaan asal Amerika Serikat, khususnya untuk komoditas minyak mentah, LPG dan LNG. “Besarnya untuk crude (minyak mentah) sekitar 4% dari keseluruhan komposisi minyak mentah kita. Untuk LPG mencapai 57%,” sebut Fadjar.
Menurut dia, apabila terdapat kebijakan baru dari pemerintah menyusul perubahan tarif dari Negeri Paman Sam, maka Pertamina akan melakukan kajian internal sebagai tindak lanjut. “Karena untuk melakukan impor perlu persetujuan dari pemerintah, jadi mari sama-sama kita tunggu kebijakan dari pemerintah. Tentunya, akan kita kaji juga secara internal,” tegas dia.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan alasan pemerintah menambah volume impor LPG dan minyak mentah dari Amerika Serikat, sebagai strategi guna merespons kebijakan resiprokal yang dikeluarkan Presiden AS Donald Trump. Bahlil mengklaim, nilai keekonomian atas impor elpiji dan minyak mentah dari AS sama dengan impor dari negara-negara di Timur Tengah.
“Contoh, LPG belinya dari Amerika. Logikanya kan seharusnya lebih mahal karena transportasinya. Tapi buktinya harga LPG dari AS sama dengan kita beli dari Middle East,” ujar Bahlil.