Sepenggal Cerita Jadi Mitra Bisnis BUMN, Waduuh…
INDOWORK.ID, JAKARTA: “Pagi mas mohon maaf baru berbalas,” tulis seorang manajer BUMN.
Ia kemudian melanjutkan pesannya: “Kami mohon waktu Mas… dan Pak… untuk jdwlkan online meeting, di Senin sore atau Rabu pagi/sore minggu depan. Kami tunggu konfirmasinya ya Mas.”
Setelah menentukan waktu yang disepakati sang manajer menulis lagi pesannya: “Baik Mas, nti kita siapin link zoom-nya ya… Suwun.”
Ketika waktu rapat tiba dan seluruh tim mitra kerja BUMN tersebut telah siap mulai dari staf hingga direksi, tiba-tiba sang manajer mengirim pesan lagi.
“Sore mas… dan tim punten ini kami masih ada meeting lain yg masih blm selesai.. untuk meeting jam 4 ini diundur yaa mas.. jam stgh 5 / jam 5 nanti kami info lg.. “
Setelah tiba waktunya, ternyata tak ada kabar berita lagi.
Muhammad Ikhwal, direktur mitra kerja BUMN tersebut, hanya mampu mengeluh. “Dia kira kami nggak punya pekerjaan lain, cuma mengurus dia,” ujarnya dengan nada tinggi.
Itulah sepenggal cerita tentang bekerja sama dengan mitra BUMN karya. Sering terjadi. Dan hari itu berulang lagi.
CERITA WARTAWAN SENIOR
Wartawan senior Yus Husni Thamrin dalam laman media sosialnya bercerita bahwa pada 2016. “Waktu itu saya mau berlangganan internet [dan TV Kabel] dari provider milik satu BUMN, Indihome. Hari Sabtu dan Minggu di dekatfood court kompleks tempat saya tinggal suka ada mobil marketing Indihome yang nongkrong, nawarin produk. Kemudian saya samperin,” katanya.
“Mas, kalau saya daftar sekarang [Sabtu], kira-kira kapan wifi dan TV [kabel] di rumah saya sudah terinstal?”
“Sekitar hari Rabu, Pak.”
Bagi Yus, jawaban itu mengagetkan, sekaligus mengenaskan. Dalam kompetisi di industri internet dan TV kabel yang makin ketat, provider yang BUMN ini masih saja lelet, perlu waktu 5 hari untuk menginstal sambungan internet ke calon customer.
Sementara provider lain, milik swasta memberikan layanan cepat, hari itu daftar, hari itu juga tersambung dan customer bisa menikmati layanan internet dan saluran TV (berbayar). Layanannya dalam hitungan jam. Sebelumnya saya pernah berlangganan Indovision.
Yus kecewa, bukan hanya karena tidak bisa langsung menikmati layanan provider itu, tapi juga gemas, pelayanan BUMN kok gitu amat?
LANGSUNG KE DIRUT
Kemudian ia kirim pesan WA ke Dirut PT Telkom waktu itu, Alex Sinaga. Ia ceritakan apa yang dialami.
“Bagaimana Indihome [Telkom] bisa dapat pangsa pasar, kalau layanannya lelet kayak gitu, Pak?”
Dengan spontan Pak Alex minta maaf sekaligus berterima kasih kepada Yus. “Gw tuh udah bosen ngomel di rapat. Kita ini badan usaha, untuk bisa dapat pelanggan harus paham apa maunya pasar. Kan yang kayak gini sederhana. Tapi di lapangan tetep saja gak inovatif, lambat. Coba alamat rumah kamu kirim ke saya. Thanks atas infonya,” balas Alex dengan nada kesal.
Sekitar 15 menit kemudian, Direkur Layanan Pelanggan PT Telkom (lupa namanya) menelepon Yus, dia juga minta alamat rumah Yus. “Tim kami segera meluncur ke rumah Bapak.” Selang 15 menit kemudian, Kepala PT Telkom Regional Jawa Barat (lupa namanya) menelepon saya. Dia memberi tahu, sambungan internet ke rumah Yus segera diinstal.
Sekitar 10 menit kemudian tim Indihome datang ke rumah Yus dan langsung menginstal sambungan, sekaligus mendaftarkannya sebagai pelanggan. Dan 10 menit kemudian, Kepala PT Telkom Cabang Bogor juga menelepon Yus.
“Apakah tim kami sudah sampai di rumah Bapak?” tanyanya penuh khawatir.
“Sudah Pak. Sudah tersambung,” jawab Yus.
“Pak, nanti kalau ada keluhan atau keperluan apapaun mengenai Indihome di rumah Bapak, silakan telepon saya, ya. Saya akan segera respon.”
Yus berpikir, setelah kejadian itu agilitas tenaga pemasar PT Telkom di lapangan menjadi lebih cepat, lebih akomodatif, lebih inovatif.
Karena aktivitas Gunung Eyjafjallajökull di Eslandia menunjukkan peningkatan dan dikhawatirkan meletus, terpaksa ia berhenti berlangganan Indihome.
Kemudian, Yus menghubungi Indihome lagi melalui pesan WA. Yus bertanya, “Kira-kira berapa lama prosesnya sejak saya daftar sampai internet (wifi) tersambung ke rumah saya?” Jawabannya, “Kira-kira dua hari Pak.” Busyeeettt … ternyata tetep aja mereka tidak memahami pasar, tidak mengakomodasi maunya (calon) pelanggan, tidak gesit, tidak punya etos berkompetisi.
Karena Yus merasa komunikasi tertulis via WA itu lama, ia coba menelepon. Tak diangkat. Baru sekitar 20 menit kemudian ada balasan, “Mohon maaf bisa Whatsapp saja ya Pak. Silakan … “
Coba itu … ini sudah ada calon pelanggan, mau mendapatkan informasi lebih cepat via telepon, ditolak, dengan alasan yang aneh, cuma bisa tulis pesan saja. Boro-boro agresif dan akomodatif dalam menjaring pelanggan baru. Apakah semua BUMN kayak gitu?
SETOR DUIT
Di BUMN lain, seminggu sebelum lebaran, Yus datang ke Bank Mandiri Bogor, mau setor duit 2M, karena setor tunai Mandiri batasnya hanya 2M (Majuta Maratus) per hari. Oleh Satpam yang jaga saya sempat dikasih tahu untuk datang lagi esok harinya, karena antrean di teller cukup panjang. Konyol kan? Sejak kapan Satpam bank punya otoritas untuk ngatur nasabah?
Yus masuk antrean. Memang cukup panjang. Tapi ada hal yang bikin kesal. Di bank itu ada 10 bilik teller. Tapi hanya ada tiga teller yang melayani. Duh … BUMN kok gini amat? Ketika nasabah antre panjang, kenapa tidak coba berempati pada para nasabah yang harus menunggu lama (karena teller yang bertugas hanya tiga orang). Kenapa gak 10 teller diturunkan di 10 bilik itu?
Yus pikir, dalam melayani nasabah, bank ini juga tidak punya sense of competition yang memadai. Meskipun sudah ada layanan M-banking, tapi pada saat menjelang lebaran banyak orang yang setor atau narik duit tunai.
Kasus lain, pada seminggu sebelum lebaran kemarin itu, adik saya (nasabah Bank Mandiri) mau narik uang di ATM tapi gak bisa. Ketika ditanyakan ke CS di kantor cabang terdekat, petugas bank mengatakan, no rekening adik saya diblokir karena ada indikasi penipuan. Hah?
Adiknya menjelaskan, dia adalah pemilik kerening, indikasi penipuan itu macam apa? Kalau ada indikasi penipuan, kenapa gak lapor polisi? Buat apa pemilik rekeningnya datang ke bank? Konyol kan?
Ini kasus yang merusak logika, merugikan nasabah, dan pihak bank gak peduli. Geblek. Ketika diminta blokirnya dibuka, petugas itu mengatakan, itu harus dilakukan oleh kantor pusat dan itu baru bisa dilakukan tanggal 9 Mei, seusai cuti bersama. Bujug buneeenggg ….!
Ketika ia berpikir, seharusnya, masa cuti bersama itu menjadi kesempatan bagi bank untuk merebut pasar dengan tetap buka di masa cuti bersama. Eeeehhh … boro-boro.
Etos Kerja dan Sense of Competition entelehep kayak gitu mau jadi World Class Company?
Jadi ingat cerita tentang Robohnya BUMN Kita eh… Robohnya Surau Kami