Dari Pakto 1966 Sampai Booming Minyak
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Presiden Soeharto memiliki kebijakan baru bagi Republik Indonesia terutama di bidang ekonomi. Dikenal dengan nama Orde Baru, pemerintahan Presiden Soeharto lebih terbuka terhadap modal asing untuk mendorong pembangunan ekonomi di Tanah Air.
Pada saat itu kondisi ekonomi Indonesia mengalami tingginya inflasi, bahkan hiperinflasi, akibat pergantian kepemimpinan nasional, sehingga pemerintahan baru menyusun rencana program stabilisasi ekonomi komprehensif yang diberi nama Paket Kebijakan Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi (Paket Oktober 1966).
Paket Oktober ini terdiri dari 4 fokus kebijakan, antara lain kebijakan merombak sistem komando menjadi mekanisme pasar, salah satunya dengan menerbitkan UU Penanaman Modal Asing/PMA pada 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri/PMDN pada 1968.
UU tersebut melegitimasi Presiden Soeharto untuk membuka pintu lebar-lebar untuk investasi asing di Indonesia dibandingkan periode sebelumnya.
Pada masa awal periode Presiden Soeharto, Indonesia mendapat berkah luar biasa berupa kenaikan harga minyak mentah dunia atau dikenal dengan istilah booming minyak. Kondisi ini secara langsung berdampak positif terhadap perekonomian nasional.
Pada awal 1970-an, sebagian besar porsi anggaran pembangunan datang dari bantuan asing. Dalam jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. V No1/2004, Alin Halimatussaidah dan Budy P. Resosudarmo mengatakan bahwa pada 1969 di awal pembangunan lima tahun (Pelita) I, sekitar 80 persen pengeluaran pembangunan dibiayai dengan bantuan luar negeri.
Proporsi ini menurun menjadi 35 persen, akibat meningkatnya penerimaan negara dari sektor minyak dan gas (migas) sejak pertengahan 1970-an dengan porsi mencapai 50 persen lebih, terutama dari komponen ekspor minyak.