Perjalanan Jasa Marga Dalam Bangun Jalan Tol, Tuai Banyak Aspek
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Jasa Marga perlu melibatkan investasi yang cukup besar sehingga dipandang untuk membuat produk hukum yang mendasari pembentukan badan usaha yang akan mengelola ruas-ruas jalan tersebut sebagai jalan tol.
Dirjen Bina Marga Poernomosidi Hadjisarosa menugasi Joewono Kolopaking dan Sunaryo Sumardji untuk mempersiapkan dan mengambil langkah-langkah dalam membantu pendirian suatu perusahaan jalan pungutan langsung. Aspek-aspek organisasi, keuangan, ekonomi, operasional dan segi hukum harus diperhatikan dalam persiapannya yang tertuang dalam Surat Instruksi Nomor 12/INSTR/BM/ 1976, tanggal 31 Agustus 1976.
Dari hasil pengkajian pengelolaan jalan tol di luar negeri, serta memperhatikan segala aspek di atas, dirumuskanlah kebijaksanaan untuk menerapkan sistem tol di Indonesia. Maka, pada tanggal 27 Januari 1977, antara pukul 11.45 WIB – 12.45 WIB, Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Sutami didampingi oleh pejabat lainnya menghadap Presiden Soeharto yang pada saat itu sedang berada di Istana Gedung Agung Yogyakarta.
Mereka memberikan penjelasan secara langsung tentang kebijaksanaan umum maupun khusus yang telah diprogramkan oleh direktorat Jenderal Bina Marga dalam membina jalan tol di Indonesia. Hal tersebut disampaikan kepada presiden sebelum diajukan pada rapat kerja Departemen PUTL dengan DPR RI pada bulan Februari 1977.
Persetujuan Presiden
Dengan persetujuan Presiden Soeharto, pada tanggal 9 Februari 1977, program serta kebijaksanaan Direktorat Jenderal Bina Marga dibahas dalam acara dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI yang dipimpin langsung oleh Dirjen Bina Marga Poernomosidi Hadjisarosa. Anggota direksi terdiri dari Joewono Kolopaking sebagai Direktur Utama, dan Isbandi sebagai Direktur.
Pengangkatannya diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 /KMK.06/ 1978, tanggal 27 Februari 1978. Selanjutnya, direksi mengangkat Sunaryo Sumardji sebagai direktur muda, sedangkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 91 /KMK.06 /1978, tanggal 27 Februari 1978, mengatur pengangkatan dewan komisaris yang terdiri dari Poernomosidi Hadjisarosa sebagai Komisaris Utama dan Sumpono Bayuaji sebagai Komisaris. Penetapan modal PT Jasa Marga (Persero) diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 90/ KMK.06/1978, tanggal 27 Februari 1978, yaitu modal dasar pada awal pendirian sebesar sepuluh miliar rupiah.
Dari jumlah tersebut, dua miiliar rupiah telah ditempatkan serta disetor secara penuh. Diterbitkannya Keputusan Presiden RI Nomor 3 Tahun 1978 tanggal 8 Maret 1978, tentang Penetapan Jalan Bebas Hambatan Jakarta-Bogor-Ciawi menjadi Jalan Tol Jagorawi melengkapi produk-produk hukum yang diperlukan untuk mendasari dimulainya penyelenggaraan usaha jalan tol di Indonesia.
Pada tanggal 9 Maret 1978, ruas jalan Jakarta (Cawang) – Cibinong sepanjang 27 km diresmikan penggunaannya sebagai jalan tol oleh Presiden Soeharto. Setahun kemudian, ruas Cibinong-Bogor-Ciawi diresmikan dan selesailah seluruh ruas jalan tol Jagorawi yang direncanakan. Pada 1979 diresmikan jembatan Tol Citarum di Rajamandala, Jawa Barat. Untuk pelaksanaan operasionalnya, dibentuklah PT Jasa Marga (Persero) Cabang Jagorawi. Sementara, kantornya masih bersatu dengan kantor pusat PT Jasa Marga (Persero) di Tol Plaza TMII Jakarta Timur.
Penetapan Ruas Jalan Tol
Dalam perjalanan selanjutnya, terbit Surat Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 1981, tentang Penetapan Jalan Bebas Hambatan dan Jembatan menjadi Jalan Tol dan Jembatan Tol. Sebagai pelaksana tugas pemerintah, PT Jasa Marga (Persero) dipercaya membangun dan menerapkan sembilan ruas jalan sebagai jalan dan jembatan tol di samping ruas yang telah dioperasikan saat itu, yaitu Jagorawi dan Citarum.
Sembilan ruas jalan dan jembatan tol itu adalah Jalan tol Jakarta-Tangerang, Jalan tol dalam kota Jakarta, busur Barat-Selatan, Jalan tol Jakarta-Cikampek, Jalan tol Semarang Utara-Selatan, Jalan tol Surabaya-Gempol, Jembatan Layang Wonokromo, Surabaya, Jalan tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa, Jembatan tol Sungai Kapuas, Pontianak; Jembatan tol Tallo Lama, Ujung Pandang.
Selain sembilan ruas tol tersebut, Jasa Marga juga diminta menyelenggarakan dua ruas jalan lainnya, yaitu Jembatan Mojokerto dan akses Cengkareng.
Jembatan Mojokerto yang dibangun dengan dana APBN setelah tahun 1982, menghubungkan Surabaya dengan daerah bagian Selatan dan Barat, Jawa Timur yang merupakan daerah produksi provinsi tersebut. Cengkareng sepanjang 14 km menghubungkan kota Jakarta dengan Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta, Cengkareng.
Proyek ini dimulai tahun 1983 sampai April tahun 1985, bersamaan dengan dioperasikannya bandara internasional yang baru, akses ini kemudian diberi nama Jalan Tol Prof. Dr. Ir. Sedyatmo. Beberapa ruas jalan dan jembatan tersebut awalnya tidak direncanakan sebagai jalan tol, misalnya Jembatan Citarum, Jembatan Mojokerto, Surabaya-Gempol, Arteri Semarang dan sebagian ruas jalan Jakarta-Merak, yaitu Jembatan Ciujung dan Serang By Pass. Namun, berkaitan dengan segi pendanaan, ruas tersebut dijadikan jalan tol.