Pembangunan Jakarta Dapat Diimplementasikan di Daerah Lain
INDOWORK.ID, JAKARTA: Pembangunan di Jakarta selama 5 tahun yang merupakan realisasi 23 janji Anies ketika kampanye, dapat direplikasi di daerah lain. Jadi, setiap pembangunan dilihat masalah utamannya, misalnya ada penghancuran bangunan tetapi memikirkan orangnya.
Memindahkan kehidupan, bukanlah sekadar memindahkan orang. Jika memindahkan orang, mereka akan tercerabut dari masyarakat dan budayanya. Itulah yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam menangani kampung kumuh.
Dalam pandangan Direktur Bank DKI Babay Parid Babay, Anies merekolasi kehidupan sehingga kehidupan tidak putus.”Kalau memindahkan orang maka kehidupannya putus,” kata Babay dalam perbincangan dengan Indowork, Kamis, 29 September 2022.
Babay terlibat langsung untuk program memindahkan kehidupan mulai dari aspek perumahan, rumah susun, infrastruktur, konsep pembangunan, penangan pandemi. Ada juga beberapa event seperti Jakarta International Stadium (JIS) dan gelaran Formula E, subsidi bea siswa dan pangan, transportasi. Untuk pembangunan transportasi memang didominasin oleh TransJakarta, akan tetapi ada peran Bank DKI.
Babay lalu bercerita tentang Kampung Kunir di Jalan Kemukus Nomor 1, Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat pada Sabtu yang diresmikan pada 10 September 2022.
Tak sendirian, Anies ditemani istrinya, Fery Farhati dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. Kedatangan mereka disambut oleh para warga yang antusias berebut untuk berfoto bersamanya.
Kampung susun ini diperuntukkan bagi warga Kampung Kunir yang terdampak penggusuran untuk pembangunan Jalan Inspeksi Kali Anak Ciliwung di era Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat menjabat Gubernur DKI pada 2015. “Mereka yang cari nafkah di Kota Tua.”
FILOSOFI DP 0%
Sasaran utama dari program ini pun warga Jakarta yang berpenghasilan maksimal Rp7 juta setiap bulan dan belum memiliki properti sendiri. Termasuk para pekerja informal yang selama ini kesulitan untuk mendapatkan fasilitas kredit, karena tipe penghasilan yang tidak tetap seperti pekerja formal.
Dalam keadaan normal, konsumen harus membayar DP 15 persen (15 persen x Rp 350 juta = Rp53 juta). Hal ini tentu memberatkan. Dengan demikian, DP tersebut tidak perlu dipenuhi oleh konsumen, namun ‘ditalangi’ oleh pemprov dan konsumen melunasinya dalam cicilannya.