Bisnis Otomotif Hadi Budiman, Berawal dari Fiat

INDOWORK.ID, JAKARTA: Pada awal 1960-an, Kok Ha mencoba bisnis selain tekstil dengan mengimpor mobil sedan merek Fiat asal Italia. Mobil sedan Fiat 850, 1100, dan 1300 menjadi mobil impor pertamanya yang dipasarkan di Indonesia.

Pada pertengahan tahun, dia berani membeli sebuah perusahaan “Program Benteng” bernama PT Matahari—yang kemudian diganti namanya menjadi PT Istana Mobil Raya Motor, kini dikenal dengan nama PT Imora Motor.

Mobil menjadi komoditas baru yang menarik bagi Kok Ha yang pada 1967 berganti nama menjadi Hadi Budiman.  Menurut Keputusan Presiden No. 240 pasal 5, warga negara keturunan asing yang masih menggunakan nama China dianjurkan mengganti dengan nama Indonesia.

Setelah mendapat surat izin khusus dari sebuah perusahaan di Makassar, Hadi mulai mengimpor mobil merek Holden asal Australia sebanyak 180 unit. Dia juga berhasil mengimpor 1.000 unit skuter Vespa, langsung dari Italia, dan sejumlah mobil Nissan. Untuk menangani penjualan mobil impor itu, dia menggunakan ‘bendera’ PT Istana Mobil Raya Motor.

Mencari peruntungan lebih besar di bisnis mobil, membuat Hadi pergi ke Jepang pada 1967. Tujuannya adalah menjalin hubungan kerja sama atau membentuk usaha patungan dengan produsen mobil Nissan. Sayang, permintaan Hadi tersebut ditolak Nissan.

Saat masih berada di Jepang, Hadi melihat produsen mobil lain, Honda, baru saja memasarkan produk terbaru Honda N360 (sedan) dan TN Light Truck. Dipasarkan dengan harga promosi US$700 per unit, Hadi pun membeli dan mengirimkannya ke Indonesia. Mobil warna merah ini akhirnya tiba di Jakarta memperoleh nomor polisi B 767 V.

“V itu victory kan? Mungkin karena itu saya akhirnya cukup sukses bisnis mobil,” ujar Hadi dalam buku otobiografinya berjudul The Legacy of Hadi Budiman.

KISAH HIDUP

Lahir pada 12 Mei 1927, di Pakuhaji, Tangerang, Banten, anak ketiga pasangan Sioe Tjoan dan Tjin Nio ini memiliki nama lahir Ang Kok Ha. Sebagai anak laki-laki pertama, Kok Ha sangat diandalkan oleh sang ayah untuk membantunya berdagang.

Apalagi Kok Ha juga sangat mahir menggunakan sempoa, alat berhitung tradisional China. Ayah delapan anak tersebut membuka warung kelontong di Pakuhaji untuk menghidupi keluarganya, seperti dikutip dari buku The Legacy of Hadi Budiman (April, 2018)

Sejak usia sekolah dasar, tepatnya umur 9 tahun, Kok Ha sudah sering diajak sang ayah bepergian ke Jakarta untuk membeli barang-barang yang akan dijual kembali di toko di rumahnya. Pelajaran hidup dari sang ayah ini makin menempa Kok Ha sebagai pedagang tangguh kelak.

BERAWAL DARI TEKSTIL

Secara resmi, Kok Ha menjalani profesi sebagai pedagang saat bergabung dalam sebuah kongsi usaha—beranggotakan 6 orang—bernama Soei Hok Kongsie pada 1947. Sebuah gudang di Jalan Pintu Kecil No. 45 Jakarta menjadi lokasi pertama usaha kongsi ini, di bisnis tekstil, yang memiliki skala usaha kian membesar.

Soei Hok Kongsie semakin berkembang dan jumlah anggotanya pun bertambah 4 orang sehingga menjadi kemitraan beranggotakan 10 orang. Pada 1949, nama kongsi pun diubah menjadi Soei Hin Kongsie dengan Kok Ha menjabat sebagai Wakil Direktur, karena dia satu-satunya anggota kongsi yang memiliki kemampuan membaca dan menulis.

Bisnis Kok Ha di Soei Hin Kongsie semakin besar di perdagangan tekstil, terutama impor tekstil asal Jepang.

 

You may also like

Comments are closed.

More in Bisnis