Tonny Warsono Pegang Peran Penting Wujudkan Visi Misi Wijaya Karya
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Secara berkala perusahaan besar umumnya menerbitkan rencana jangka perusahaan. Di dalamnya dinyatakan visi dan misi perusahaan ke depan.
Namun, visi dan misi sulit diwujudkan bila tidak dijabarkan menjadi program-program nyata dan bisa dijalankan oleh segenap karyawan perusahaan. Dalam hal ini, Tonny Warsono memiliki peran penting.
Ia ditunjuk sebagai Wakil Ketua Tim Persiapan dan Penerapan Business Success Model pada Juli 2003. Pria kelahiran Semarang, 24 November 1956 ini bertugas merumuskan dan melahirkan program-program generik untuk mewujudkan VISI 2010.
Tim ini akhirnya mampu menghasilkan sebuah model perencanaan bisnis jangka panjang yang disebut Business Excellence Model WIKA. Dalam Business Excellence Model ini terkandung delapan paradigma baru yang dipandang merupakan kunci keberhasilan pertumbuhan usaha WIKA ke depan.
Pertama, perubahan adalah tuntutan.
Kedua, pasar mendasari pengembangan bisnis WIKA.
Ketiga, pelanggan adalah sumber penghasilan karyawan.
Keempat, kepemimpinan mendorong kinerja excellence.
Kelima, pengetahuan dan kompetensi adalah andalan WIKA.
Keenam, setiap aktivitas harus memberikan nilai tambah.
Ketujuh, kecepatan merupakan hal yang esensial.
Kedelapan, teknologi menjadi pendorong produktivitas.
Jajaran Direksi WIKA lantas menyebarluaskan kedelapan paradigma baru itu kepada seluruh karyawan WIKA dengan tak kenal lelah. Mereka memahami bahwa perubahan itu mengganggu, menyakitkan, dan menyulitkan, sehingga orang cenderung menolak pada awal mulanya.
Namun, dengan telaten, penolakan itu dihadapi Direksi WIKA hingga lambat laun pola pikir karyawan makin sesuai dengan paradigma baru yang telah ditetapkan.
Sistem Upah Yang Adil Dan Bijaksana
Pembenahan sistem pengupahan di WIKA tak luput dari perhatian Direksi WIKA. Namun, ini juga bukan merupakan perkara gampang. Sejak 1983, Tonny mendapatkan tugas untuk mempelajari sistem pengupahan di WIKA.
Ia sekaligus diminta membuat konsep penyeragaman penghitungan upah pekerja di pabrik beton pracetak WIKA kala itu. Dua tahun melakukan riset, Tonny kemudian menyodorkan hasil risetnya berupa sistem kompensasi berbasis kapasitas produksi dan insentif.
Ketika itu, insinyur teknik sipil Universitas Parahyangan, Bandung, tahun 1981 ini mendapati bahwa tingkat produktivitas pekerja akan terlihat ketika mereka dipacu untuk memenuhi sebuah target pertumbuhan produksi yang tinggi. Perhitungan rata-rata produktivitas tertinggi inilah yang menentukan besarnya bonus dan kenaikan upah pekerja.
Selain itu, penetapan upah juga disesuaikan dengan kebutuhan hidup yang diperlukan per-bulan. Tak hanya itu, rata-rata kapasitas produksi minimum pekerja juga diriset. Hasil perhitungan ini kemudian menjadi dasar besarnya imbalan tetap yang diberikan kepada pekerja.
Apabila pekerja berproduksi di atas kapasitas produksi minimum, maka ia akan mendapatkan insentif dan apabila produktivitas pekerja tersebut sangat jauh di atas kapasitas produksi minimum, maka pekerja tersebut berpeluang mendapatkan insentif yang berlipat ganda.
Kini, konsep sistem pengupahan berbasis kapasitas produksi dan insentif yang disusun Tonny menjadi basis sistem kompensasi yang diterapkan WIKA. Menariknya, beberapa puluh tahun kemudian, konsep tersebut diadopsi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang lain.
Menjadi Acuan Bagi BUMN
Konsep pengupahan yang diciptakan Tonny pada 1983 juga menjadi acuan Forum Human Capital Indonesia (FHCI) forum para direktur BUMN dalam menyusun buku “Pemikiran Strategik Mengenai Human Capital Indonesia: Excellent People, Excellent Business” pada 2012.
Terhadap para karyawan, sejak lama Tonny dan jajaran Direksi WIKA yang lain juga mengarahkan agar mereka tidak hanya berkutat di pasar domestic. Melainkan, memberanikan diri untuk mampu beroperasi di pasar internasional juga.
Tonny sempat menjadi Manajer Ekspor WIKA pada awal 1990-an dan Direktur Utama WIKA Intrade (anak usaha WIKA di bidang industri dan perdagangan) 2000-2002. Tonny memimpin karyawan WIKA yang dibawahinya untuk sanggup memasarkan produk-produk WIKA di luar negeri, seperti produk elektrikal, beton pracetak, dan produk komponen otomotif.
Alhasil, WIKA kini memiliki aneka komoditas ekspor andalan yang mampu menembus pasar ekspor di berbagai negara. Tonny bersama jajaran Direksi WIKA yang lain saat itu juga menggagas agar karyawan WIKA bekerja di luar negeri.
Jenjang Karir Internasional
Pada tahun 2007 WIKA mendapat kepercayaan menjadi subkontraktor dari perusahaan konstruksi asal Jepang, Kajima Corporation, yang tergabung dalam konsorsium COJAAL, untuk membangun sebagian ruas dari jalan bebas hambatan di Aljazair sepanjang ratusan kilometer.
Untuk memudahkan pekerjaan, WIKA telah membangun pabrik beton pracetak di Aljazair, lengkap dengan operator yang didatangkan dari Indonesia. Bekerjasama dengan perusahaan internasional akan membuka peluang transfer knowledge bagi SDM WIKA.
Namun, sebelum mengirim para pekerjanya ke luar negeri, WIKA terlebih dahulu melatih mereka agar siap dengan perbedaan budaya yang akan dihadapi di luar negeri. Dalam mempekerjakan karyawan di luar negeri, WIKA tidak hanya mengurus masalah administrasinya semata, melainkan juga mental pekerja karena kondisinya jauh berbeda dengan di Indonesia, termasuk pembekalan mengenai perbedaan iklim, bahasa, dan kultur.
Karyawan yang ditugaskan ke luar negeri diwajibkan terlebih dahulu mengikuti program pelatihan Overseas Development Center. Mereka diberikan pelajaran mengenai budaya, bahasa, dan kerja sama tim karena mereka bakal berinteraksi dengan masyarakat lokal dan pekerja dari negara lain.
Kesempatan luas untuk berkarir di luar negeri berikut pembekalannya tentu memacu semangat dan inovasi SDM WIKA untuk menghasilkan karya terbaik.