Penjualan Saham Oversubscribe, Modal Kerja Meningkat Tiga Kali Lipat
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Pelaku pasar modal ternyata menyambut baik aksi go public WIKA.
Ini tercermin dari besarnya permintaan investor untuk mengoleksi saham WIKA. Penjualan sahamnya sampai oversubscribe, bahkan ada yang kecewa karena tidak kebagian.
Untuk saham berkode WIKA, data PT Bahana Securities, salah satu penjamin pelaksana emisi efek IPO WIKA ketika itu menyebutkan bahwa hasil akhir penawaran saham IPO WIKA untuk polling mencapai kelebihan permintaan atau oversubcribed hingga 44,8 kali. Jumlah pemesan saham mencapai lebih dari 22 ribu investor.
Saham WIKA ternyata laku keras di pasar saham. Dibuka dengan penawaran harga saham perdana senilai Rp420 per lembar saham, perdagangan saham WIKA ditutup senilai Rp560 per lembar saham pada pada hari pertama diperdagangkan.
WIKA berhasil mengantongi uang dari hasil penawaran saham perdana (IPO) di bulan Oktober 2007 sebesar Rp759,6 miliar. Tak jauh dari target perolehan sebesar Rp775,3 miliar seperti yang disampaikan dalam prospektus.
Modal Meningkat Tiga Kali Lipat
Keberadaan dana IPO ini membuat kemampuan WIKA untuk mendapatkan modal kerja meningkat tiga kali lipat. Kemudian, pada penutupan perdagangan saham hingga akhir tahun 2007, tepatnya tanggal 28 Desember 2007.
Saham WIKA bertengger pada harga Rp570 per lembar saham. Artinya, harga saham WIKA tercatat naik 1,79%, dari Rp560 menjadi Rp570 per saham.
Dalam periode tersebut, harga penutupan tertinggi WIKA sebesar Rp630, sedangkan harga penutupan terendah Rp520 per saham. Tak pelak, ini mencerminkan kepercayaan investor institusi dan individual, domestik dan internasional, terhadap kondisi WIKA.
Mereka yakin dengan potensi pertumbuhan WIKA pada masa-masa mendatang. WIKA memang percaya diri bahwa dengan langkah IPO, kinerja perseroan terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir sebelum IPO.
Hingga akhir 2006, penjualan bersih WIKA tercatat sebesar Rp3,04 triliun, naik dari tahun sebelumnya (2005) yang sebesar Rp2,60 triliun. Untuk laba bersih, WIKA mampu membukukan laba bersih sebesar Rp93,89 miliar, naik dari tahun 2005 yang sebesar Rp68,38 miliar.
Sementara itu, jumlah ekuitas WIKA tahun 2006 sebesar Rp402,25 miliar, tumbuh dari tahun 2005 yang sebesar Rp329,38 miliar. Adapun total aset atau aktiva WIKA tahun 2006 telah mencapai Rp2,65 triliun, meningkat cukup pesat dibanding tahun 2005 yang sebesar Rp2,09 triliun.
Peningkatan Ekuitas
Ketika itu, manajemen WIKA berharap setelah adanya dana tambahan dari hasil penawaran saham perdana, maka hal itu ke depan akan dapat meningkatkan ekuitas WIKA menjadi lebih dari Rp1 triliun. Hal ini berdampak pada kondisi likuiditas perusahaan menjadi semakin membaik.
Dengan asumsi rasio Debt to Equity Ratio (DER) hingga tiga kali, WIKA berharap dapat meningkatkan modal kerja melalui kredit hingga lebih dari Rp3 triliun.
Harga saham WIKA sempat melorot tahun 2008. Namun, ini melanda hampir semua emiten di bursa, bukan hanya WIKA. Hal ini tak lepas dari akibat krisis ekonomi dunia.
Krisis subprime mortgage di Amerika Serikat dan krisis finansial di negara-negara Eropa merembet efeknya ke bursa saham Indonesia. Akibatnya, indeks harga saham gabungan tertekan.
Jadi, ini lebih merupakan masalah sentimen pasar, karena dalam aktivitas riilnya, WIKA terus berkembang.