Bambang Widianto, Sosok Dibalik Pengentasan Masalah Kemiskinan di Tanah Air
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Low profile. Begitulah kesan pertama setiap orang yang berjumpa dengan Bambang Widianto, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Di balik sikapnya yang rendah hati dan lemah lembut itu. Bambang terpatri komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk mengentaskan masalah kemiskinan di Tanah Air. Bambang Widianto sudah bergelut dengan proses pengambilan kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan sejak sebelum Orde Reformasi bergulir.
Dimulai ketika dirinya menapaki karier di Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sejak 1996. Sebagai seorang birokrat, kegiatan yang ia lakukan memang lebih banyak mengurusi berbagai hal yang berkaitan dengan kemiskinan yang sifatnya lintas sektoral.
Persoalan anak-anak bawah usia lima tahun yang rawan stunting, akses masyarakat bawah terhadap listrik, gas, dan air layak minum, Pendidikan, dan sistem jaminan kesehatan nasional merupakan sederet urusan yang ia tangani. Bambang juga orang yang bersentuhan langsung dengan perumusan kebijakan soal pengupahan, kredit untuk masyarakat bawah, dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Kontribusi TNP2K Yang Membanggakan
Dalam periode 2015 sampai 2019, TNP2K telah ikut berkontribusi dalam pencapaian yang membanggakan bagi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Muhammad Jusuf Kalla (JK), yakni menekan angka kemiskinan secara bertahap.
Dari 11,22 persen pada 2015 menjadi 10,86 persen pada 2016. Kemudian turun lagi menjadi 10,64 persen pada 2017. Pada 2018, angka kemiskinan hanya tinggal satu digit yakni sebesar 9,82 persen. Sementara pada 2019 sudah menyentuh angka 9,41 persen.
Turunnya angka kemiskinan didukung sejumlah kebijakan pemerintah Jokowi-JK. Seperti Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Kartu tersebut diluncurkan pada 2014.
Selain itu, arahan Wapres JK agar dilakukan reformasi kebijakan subsidi listrik dengan menggunakan Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin sebagai penerima subsidi listrik turut menekan angka kemiskinan. Dengan kebijakan itu, 18 juta rumah tangga yang tidak berhak berhasil dikeluarkan sebagai penerima subsidi 900 VA dan menghasilkan penghematan APBN lebih dari Rp 21 triliun.
Wapres JK kemudian menggagas Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang telah tertunda hampir 13 tahun. Selanjutnya, Wapres JK juga mengusulkan terobosan dalam penentuan kenaikan upah minimum menggunakan pertumbuhan ekonomi dan inflasi sebagai dasar.
Keberadaan PP tersebut dapat mengurangi konflik tripartite yang selalu terjadi setiap tahun dalam proses penetapan upah minimum.