Pasar EPC Punya Peluang Besar
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Segmen pasar EPC memiliki masa depan yang cerah sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia meningkatkan produksi minyak dan gas, pembangkit listrik dan pabrik pupuk.
Makin menggiurkan karena nilai kontrak proyek EPC umumnya relatif besar. Dalam proyek EPC, nilai aspek konstruksi sekitar 10-15% dari total nilai proyek.
Sementara itu, nilai aspek engineering sekitar 5-10%. Nilai terbesar proyek justru terletak pada aspek procurement.
Sehingga, kalau hanya melakukan pekerjaan pada sisi konstruksi semata, maka omset yang diperoleh perusahaan kontraktor akan kecil. Di lain pihak, kalau dia dapat mengerjakan keseluruhan proyek EPC, termasuk sisi engineering dan procurement, maka nilai kontrak yang didapatnya otomatis lebih besar.
Segmen pasar konstruksi berbasiskan metode design-build tak kalah menjanjikan. Rizal Z. Tamin (2013) mengatakan untuk meningkatkan daya saing industri konstruksi nasional pada Masyarakat Ekonomi ASEAN pasca 2015, metode penyelenggaraan konstruksi alternatif seperti design-build dan EPC perlu dikembangkan.
Alasannya, metode baru yang melibatkan lebih banyak pelaku ini berpotensi meningkatkan kreativitas dan inovasi. Dan pada gilirannya meningkatkan pula daya saing industri konstruksi nasional.
Ciri Pokok Perbedaan
Sebagai penjelasan singkat, salah satu ciri pokok yang membedakan pekerjaan EPC dengan proyek konstruksi konvensional terletak pada proses bisnisnya. Kontraktor EPC memproses sesuatu untuk menghasilkan sesuatu dan hasilnya sudah ditentukan.
Misalnya, bila melakukan pekerjaan konstruksi pabrik pengolahan kelapa sawit, maka kontraktor EPC harus dapat memastikan pabrik itu mampu menghasilkan minyak kelapa sawit dalam ukuran tertentu.
Sementara itu, metode design-build dapat dibedakan dengan metode konstruksi konvensional terutama pada sisi kontraknya. Dalam metode design-build, pemilik proyek cukup bertransaksi dengan satu entitas kontraktor dalam melalui tahap desain dan tahap konstruksi sebuah proyek.
Sebaliknya, dalam metode konstruksi konvensional, pemilik proyek melakukan dua transaksi terpisah dengan desainer dan kontraktor pelaksana proyek.
Akhmad Suraji (2013), mengungkapkan banyak negara, termasuk Indonesia, telah mengalami perubahan dalam sistem penyelenggaraan konstruksi atau tata cara yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk konstruksi, yakni dari prinsip konvensional seperti design-bid-build menjadi terintegrasi seperti design-build dan EPC.