Perang, Resesi dan Cuaca: Produk Energi Paling Sensitif
INDOWORK.ID, JAKARTA: Ada tiga kata yang melekat tiap kali kita bicara tentang trend harga komoditas, sejak awal tahun. Perang, resesi, dan cuaca. Yang paling sensitif tentu saja produk energi.
Perang nampaknya akan menjadi pertandingan maraton. Adu nafas jangka panjang. Artinya gangguan rantai pasok harus diakrabi dalam jangka panjang.
Ditarik lebih jauh, itu berarti – pinjam kalimat Nikkei Asia – “inflastion is still going to be at a fairly hig level”. Target The Fed inflasi 2%, masih jauh panggang dari api.
Ditarik lebih jauh lagi, itu berarti kenaikan tingkat bunga akan berlanjut tahun depan. Berarti resesi nyaris suatu yang tak terelakkan.
Resesi, seandainya tidak berakumulasi dengan perang dan embargo, sering saya tulis, merupakan obat alamiah meredakan inflasi. Juga peredam kenaikan harga komoditas.
Tapi dengan ujung trisula – perang, resesi dan cuaca – menusuk berbarengan, saya memperkirakan dua sektor yang akan berfluktuasi tajam. Energi dan logam mulia.
Sejak Febriuari 2022, gas alam merupakan komoditas dengan fluktuasi harga paling tajam. Bayangkan ayunan dari sekitar USD 4 per mmbtu pra perang, mencapai USD 10 pada Agustus lalu. Lalu bayangkan ketika cuaca di Midwest hingga Northeast berada di minus 5 – 8 derajat celcius. Lalu bayangkan Alaska, Kanada, Rusia, Greenland, Islandia, Lapland, dan Norwegia tentu akan cenderung lebih dingin dari itu. Dan gas merupakan energi yang paling banyak digunakan sebagai pemanas.
Substitusinya – minyak bumi dan batubara – walau tidak setajam fluktuasi harga gas, tentu akan bergerak ke arah yang sama.
EMAS GAGAL
Emas, sepanjang tahun ini, gagal membuktikan perannya sebagai lindung nilai inflasi. Saat inflasi mencapai puncaknya, emas malah tertidur di bawah USD 1,700 per t.o.
Namun ditambah dengan peluang resesi, dan pekembangan baru tatanan finansial global, perkiraan saya, emas akan kembali menunjukkan kilaunya di tahun yang akan datang. Angka USD 2,000 boleh jadi akan segera datang. Dan peluang ATH terbuka lebar.
*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Infrastruktur.co.id