Pengembangan Mobil Listrik di Indonesia: Regulasi Baru Pemerintah dan Dampaknya pada Pasar
IFNRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Pengembangan suatu industri tak akan berjalan mulus bila regulasi yang ada belum mendukung.
Sebagai contoh, pada kebijakan pengembangan mobil listrik, pemerintah selama ini masih terlihat gamang. Pemerintah sebagai regulator sejatinya dianggap perlu mempercepat lagi dengan mengeluarkan sejumlah aturan yang mengarah pada hal tersebut.
Berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh berbagai negara bisa dipakai sebagai bahan rujukan. Beberapa tahun belakangan, pemerintah memang telah mengeluarkan sejumlah regulasi yang mendukung kehadiran mobil listrik.
Terdapat aturan pada tingkat Peraturan Presiden hingga aturan teknis pada tingkat Kementerian yang digunakan untuk menggenjot kemudahan memproduksi dan menjual mobil listrik di Indonesia.
Regulasi Pemerintah dalam Pengembangan Mobil Listrik
Sebagai payung utama, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai pada 12 Agustus 2019. Peraturan ini berisi mengenai program utama untuk menggenjot produksi mobil listrik maupun turunannya.
Kemudian, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Ketentuan baru soal PPnBM ini ditetapkan 15 Oktober 2019 dan diberlakukan dua tahun setelahnya, yakni pada 2021.
Ketentuan inilah yang akan digunakan pemerintah dalam merumuskan pajak kendaraan, khususnya PPnBM. Komponen PPnBM dalam struktur harga jual kendaraan bermotor terbilang signifikan. Harga jual ini menentukan patokan yang lebih rendah dan diharapkan mampu merangsang konsumen untuk mulai tertarik membeli mobil elektrik.
Bila besaran PPnBM sebelumnya didasarkan pada bentuk kendaraan (two boxes atau three boxes) atau volume torak motor bakar, aturan yang dikeluarkan ini lebih melihat pada emisi gas buang yang dihasilkan. Semakin sedikit emisi gas buang kendaran, semakin kecil pula pajak yang dikenakan.
Munculnya regulasi ini dianggap dapat mendukung pengembangan mobil listrik yang tidak memiliki emisi gas buang.
Pengaruh PPnBM terhadap Harga Jual Mobil Listrik
Untuk meningkatkan laju permintaan pasar terhadap kendaraan listrik, khususnya mobil. Pemerintah sudah memperbarui lagi aturan pengenaan PPnBM kendaraan dengan PP No 74/2021. Tujuannya Selain bertujuan menarik investor dari luar negeri, beleid ini juga untuk menekan harga jual sekaligus mendorong penggunaan mobil listrik di Indonesia. Aturan baru ini diundangkan pada tanggal 2 Juli 2021 dan direncakanan berlaku pada 16 Oktober 2021.
Secara terinci, terjadi perubahan dengan adanya pasal-pasal tambahan. Pada pasal 36, aturan baru ini menerakan bahwa tarif PPnBM pada kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles (BEV) atau fuel cell electric vehicle akan dikenakan besaran pajak sebesar 0%.
Bila pada PP No 73/2019 terhadap kendaraan listrik yang bertipe plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) dikenakan tarif PPnBM 0%. Maka, pada PP No 74/2021 PHEV dengan kapasitas silinder mencapai 3.000 cc, dikenakan tarif PPnBM sebesar 15% dengan dasar pengenaan pajak (DPP) sebesar 66 2/3% dari harga jual kendaraan bermotor tersebut.
Lebih lengkapnya, hal ini dituliskan pada pada pasal 36A di PP 74/2021 sebagai berikut:
“Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 15% (lima belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 33 1/3% (tiga puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual merupakan kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi plug-in hybrid electric vehicles dengan konsumsi bahan bakar lebih dari 28 (dua puluh delapan) kilometer per liter atau tingkat emisi CO2 sampai dengan 100 (seratus) gram per kilometer.”
Perubahan Aturan PPnBM pada Kendaraan Listrik
Selanjutnya, pada PP 74/2021 pasal 36B ayat 2 juga dituliskan bahwa untuk kendaraan listrik dengan jenis full-hybrid dan mild-hybrid dijelaskan pada Pasal 36B ayat 2. Pasal 36B ayat 2 tersebut menjelaskan perubahan pada pada pasal 26, 27, 28, 29, 30, dan 31 yang mengatur mengenai nilai PPnBM kendaraan full hybrid.
Pada besarannya mencapai 11%, sebelumnya 5%. Ketiga, full-hybrid Pasal 28 sebesar 12%, aturan lama hanya 8%.
Tidak berhenti sampai di situ, kendaraan mild-hybrid Pasal 29 PP 74/2021 sekarang dipatok pada angka sebesar 12%. Sebelumnya, di aturan lama, dikenakan sebesar 8%.
Demikian juga pada Pasal 30, kendaraan mild hybrid sebelumnya (PP 73/2019) hanya 10%, pada aturan baru dikenakan 13%. Sedangkan di Pasal 31, kendaraan mild-hybrid juga terjadi kenaikan dari 12% di aturan lama menjadi 14% di aturan baru.
Regulasi baru itu mulai melengkapi regulasi sebelumnya dalam ekosistem kendaraan battery electric vehicle yang coba diciptakan oleh Pemerintah. Misalnya saja, pada urusan penyediaan infrastruktur pengisian listrik untuk kendaraan bermotor beberbasis baterai ini.
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (KESDM) meluncurkan Peraturan Menteri No. 13 Tahun 2020 Tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Berbasis Baterai.
Sejalan dengan hal itu, Kementerian Dalam Negeri juga menerbitkan Peraturan Menteri No. 8 Tahun 2020 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2020. Aturan-aturan sebelumnya masih memperhitungkan jenis mesin, tingkat emisi, dan kapasitas mesin sebagai dasar perhitungan pajak daerah.
Instansi lain yang juga mendorong keberadaan ekosistem mobil listrik adalah Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Pasal 26 (PP 74/2021), PPnBM full hybrid sekarang dikenakan sebesar 10%, sebelumnya pada Pasal 26 PP 73/2019, hanya dikenakan 2%. Perubahan besaran tarif PPnBM kendaraan full hybrid juga terjadi pada Pasal 27, yang kini