Perusahaan Angkutan Udara Niaga Dapat Kena Pasal Unlimited Liability
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Kecelakaan penerbangan komersil tidak serta merta menjadikan perusahaan operator penerbangan menjadi satu satunya pihak yang bertanggungjawab dengan pengenaan pasal presumption of liability dan limited liability.
Namun demikian, perusahaan angkutan udara niaga dapat dikenakan pasal umlimited liability jika terdapat indikasi dan terbukti adanya unsur kesengajaan (wisful misconduct) dan kesalahan (negligence), maka pihak ahli waris penumpang dapat menuntut kompensasi tambahan.
Jika kesalahan terjadi pada perusahaan manufaktur, maka pihak ahli waris juga dapat mengajukan tuntutan kepada perusahaan manufaktur karena product liabilitybukan kepada operator penerbangan.
Apabila perjanjian release and discharge merupakan dokumen “full and final” yang dikenal dalam pembayaran klaim asuransi, tidak perlu untuk membuat suatu klausula dalam release and discharge yang meminta ahli waris untuk melepaskan hak untuk menuntut perusahaan angkutan udara niaga dan pihak-pihak yang terkait pengoperasian pesawat udara.
Klausula untuk melepaskan hak penuntutan oleh ahli waris telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU 1 Thn 2009 tentang Penerbangan, UU 8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23 /POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi.
Adanya Release and discharge yang dikeluarkan oleh perusahaan angkutan udara niaga sebagai persyaratan pembayaran kompensasi kepada ahli waris adalah upaya yang tidak benar untuk melindungi perusahaan dari unlimited liability karena kesalahan administratif dan operasional pengoperasian pesawat udara dan pabrik pembuat pesawat dari tanggung jawab atas cacat produk (product defect) atau perusahaan angkutan udara niaga melindungi diri.
Berdasakan pendapat Zhang Chaohan (2023), tanggung jawab terhadap cacat produk (product defects) merupakan tanggung jawab internasional, sehingga ahli waris dari korban kecelakaan pesawat udara dapat menuntut di wilayah yurisdiksi tempat berusaha pabrik pembuat pesawat udara.
SARAN
Kementerian Perhubungan mempertimbangkan untuk mereviu ulang Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara dengan menegaskan bahwa perusahaan angkutan udara niaga dilarang mengeluarkan release and discharge yang berisi pembebasan perusahaan angkutan udara niaga dari tuntutan hukum sebagai syarat pembayaran kompensasi kepada ahli waris.
Diharapkan perusahaan angkutan udara niaga nasional Indonesia untuk menyesuaian keterangan-keterangan dalam tiket berdasarkan UU 1 Thn 2009 tentang Penerbangan baik tercantum dalam e-tiket maupun perjanjian pengangkutan (conditions of carriage) yang dapat diakses melalui hyperlink, agar terhindar dari tuntutan tidak tak terbatas dari ahli waris.
Pemerintah Indonesia yang memiliki pabrik pembuat pesawat perlu mempertimbangkan untuk membuat peraturan tentang tanggung jawab produk pesawat udara (product liability).
Kementerian Perhubungan perlu membuat petunjuk teknis terkait informasi-informasi yang perlu dipublikasikan oleh KNKT dalam rangka menjamin kepercayaan masyarakat terhadap keselamatan penerbangan (flight safety).
*) Ditulis oleh Hemi Pramuraharjo, penulis buku Hukum Perbangan Indonesia.