Penjelasan Ustadz Tentang Hubungan Suami Istri pada Bulan Ramadhan
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Bolehkan melakukan hubungan suami istri pada bulan Ramadhan? Pertanyaan itu dilontarkan oleh seorang suami karena istrinya menolak melakukan hubungan badan pada malam hari. “Ini sudah saya alami beberapa tahun lalu,” kata pria dalam sebuah majlis di bilangan Jakarta Selatan.
Ia kemudian menceritakan bahwa pada beberapa tahun lalu, bersama istri tercinta menunaikan ibadah umrah. Ketika sepulang dari shalat tarawih di Masjidil Haram, saat memasuki kamar hotel, ia pun mengungkapkan keinginannya. Namun sayang seribu kali sayang sang istri menolak. “Selama ramadhan nggak boleh melakukan hubungan,” kata sang istri.
Sang istri bercerita bahwa ia mendengar ceramah itu dari seorang ustadz. Akhirnya mereka pun berdebat.
Lantas sang suami mencari informasi dengan bertanya kepada ustadz. Berikut penjelasan ustadz yang dimuat dalam laman CNBC Indonesia.
PADA SIANG HARI
Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah 2 menyebutkan bahwa ulama menyepakati beberapa hal yang dapat membatalkan puasa wajib maupun sunnah, di antaranya adalah melakukan hubungan suami istri (jima) di siang hari (dalam kondisi puasa).
Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah 2 menyebutkan bahwa ulama menyepakati beberapa hal yang dapat membatalkan puasa wajib maupun sunnah, di antaranya adalah melakukan hubungan suami istri (jima) di siang hari (dalam kondisi puasa).
Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Hurairah, ia berkata: “Seorang lelaki datang menemui Rasulullah SAW lalu berkata, ‘Celakalah aku, wahai Rasulullah!’ Beliau bertanya, ‘Apa yang telah membuatmu celaka?’ Lelaki itu menjawab, ‘Aku telah bersetubuh dengan istriku pada siang hari, saat bulan Ramadan.’
Rasulullah SAW bertanya, ‘Mampukah kamu memerdekakan seorang hamba?’ Lelaki itu menjawab, “Tidak!’ Rasulullah SAW bertanya lagi, ‘Mampukah kamu berpuasa selama dua bulan berturut-turut?’ Lelaki itu menjawab, ‘Tidak!’
Rasulullah SAW bertanya lagi, ‘Mampukah kamu memberi makan kepada 60 orang fakir miskin?’ Lelaki itu menjawab, “Tidak!’ Kemudian dia duduk.
Rasulullah SAW kemudian memberikan kepadanya satu keranjang berisi kurma, lalu bersabda, ‘Sedekahkanlah ini!’ Lelaki tadi berkata, ‘Apakah ada orang yang lebih miskin dari kami? Tiada lagi di kalangan kami di Madinah ini yang lebih memerlukan dari keluarga kami.’
Mendengar ucapan lelaki itu Rasulullah SAW tersenyum sehingga kelihatan sebagian gigi gerahamnya. Kemudian beliau bersabda, ‘Pulanglah dan berilah kepada keluargamu sendiri.” (HR Jamaah).
Melalui kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan yang diterjemahkan Taufik Munir, Muhammad Fu’ad Abdul Baqi menyatakan hadits tersebut merupakan dalil yang mengharamkan bersetubuh di siang hari pada bulan Ramadan bagi yang berpuasa.
Pada hadits di atas pula, tersirat sanksi yang diberikan Nabi SAW terhadap pelaku jima. Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim dalam buku Fikih Sunnah Wanita berpendapat, “Rasulullah SAW hanya memerintahkan laki-laki untuk membayar kafarat di hadis tersebut, dan beliau tidak menyinggung istrinya.”
Lebih lanjut sebagian ulama berkata, “Jika kafarat dilakukan dengan memerdekakan budak atau memberi makan orang miskin, maka ia menjadi tanggung jawab suami. Tetapi bila kafarat dilakukan dengan berpuasa, maka harus dilakukan oleh si suami dan juga istrinya.”
Sayyid Sabiq dalam bukunya pun mengungkap hukuman yang diberikan kepada pelaku jima berdasarkan hadit dan ijma ulama, yakni berupa kewajiban mengqadha (mengganti) puasa sekaligus diharuskan membayar kafarat.
Muhammad Jawad Mughniyah dalam buku Fiqih Lima Madzhab menjelaskan terkait membayar kafarat di sini, yaitu dengan memerdekakan budak. Apabila tidak mendapatkannya, maka ia mesti berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Dan jika ia tidak mampu juga, maka harus memberi makan 60 orang fakir miskin.
Penjelasan tersebut jelas melarang melakukan hubungan suami istri pada siang hari di bulan ramadhan. Kalau malam hari? “Ya, boleh doong,” kata sang ustadz.
Muslims around the world are preparing to celebrate the holy month of Ramadhan, and are contemplating the important question: is it permissible to engage in sexual relations with a spouse during Ramadhan? There is much confusion around this issue since religious traditions in some cultures forbid any sort of sexual activity during this sacred time.
From a religious standpoint, Islam condones sexual relationships between married partners during Ramadhan. The Prophet Mohammed (Peace Be Upon Him) stated that “when a husband and wife call upon each other for sexual intercourse, it becomes lawful for them”. This means that sexual relations are lawful in Ramadhan provided that it happens between the husband and wife out of mutual love and affection.
Additionally, if a couple abstains from sexual relations during the month of Ramadhan, then Islamic scholars explain that they must provide expiation by fasting for two consecutive months or feeding sixty needy people. Therefore, if a husband and wife choose to abstain from sexual intercourse in this period, they must compensate for it in other ways.
As such, it is permissible for a married couple to engage in sexual relations during Ramadhan. Sexual activity may not be seen as an obligation or even a priority in this sacred month as Muslims are encouraged to spend time in prayer and devotion. However, for those couples who choose to engage in private relations with one another, Islam allows it. Nonetheless, couples must remember that any sexual activity should maintain a sense of modesty and decency.