Pengembangan Industri Otomotif Indonesia: Langkah-Langkah Strategis yang Harus Dilakukan
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Dalam mendorong proses pengembangan industri otomotif, ke depannya sudah harus dipersiapkan berbagai langkah besar yang harus segera dilaksanakan.
Pentingnya Peningkatan Kemampuan Ekspor
Pertama, untuk mendorong tumbuhnya kemampuan ekspor, perlu mulai dilaksanakan pengaturan kembali kebijakan insentif fiskal. Yaitu kompetensi yang ada sekarang lebih kuat di segmen MPV kecil dan menengah, truk kecil dan ringan, serta pick-up kecil. Diperlukan untuk menggiring para produsen untuk mulai menekuni produk-produk yang memiliki pangsa pasar di dunia, seperti sedan atau SUV.
Kebijakan pengembangan LCGC dapat dilanjutkan dengan lebih mempertajam segmen dengan volume motor bakar kecil. Hal ini dimaksudkan agar LCGC dapat menjadi motor bagi peningkatan pasar lebih jauh.
Apalagi, dengan keadaan pasar yang sedang galau saat ini akibat penurunan daya beli masyarakat. Perlu dicatat bahwa kemudahan untuk mendorong ekspor dapat juga dilakukan dengan memberikan berbagai kemudahan, mulai dari incoming material yang masih harus diimpor sampai dengan out-going barang jadinya.
Mempercepat Pengembangan Kemampuan Desain Kendaraan Utuh
Kedua, memberikan insentif yang memadai untuk mempercepat pengembangan kemampuan desain suatu kendaraan utuh dari mulai riset pasar hingga tahap produksi komersial. Pasar Indonesia yang akan mencapai 2 juta unit dalam 5 beberapa tahun mendatang sangat memadai sebagai modal.
Dengan melihat pengalaman di RRT, Jepang, dan Korea, maka dengan menghitung rasio pasar domestik dibandingkan dengan populasi negara-negara tersebut, dengan pertumbuhan ekonomi yang terjaga, maka volume pasar otomotif Indonesia dalam waktu 10 tahun mendatang diperkirakan berada pada tataran 3 juta hingga 4 juta unit per tahun. Apa lagi bila faktor infrastruktur serta logistik dapat dibenahi lebih baik.
Dari segala aspek, pasar domestik otomotif Indonesia adalah modal pengembangan terbesar yang tidak boleh disia-siakan begitu saja. Sebagai bahan pembelajaran bagi bangsa ini, harus didorong proses R&D sampai dengan produksi kendaraan khas lokal yang tidak berbenturan dengan pemain-pemain besar.
Seiring dengan hal itu, berbagai industri komponen yang belum mampu harus dibuat dan atau dipaksa berkembang selain untuk mengisi pasar dalam negeri juga untuk pasar ekspor. Kemampuan R&D industri komponen adalah suatu hal mutlak yang diminta oleh pemilik merek agar dapat berbagi risiko dalam pengembangan serta memperpendek siklus proses peluncuran kendaraan baru.
Menguatkan Industri Komponen dari Hulu ke Hilir
Penguatan industri komponen harus dari hulu ke hilir, dalam arti penguatan pada lini 1, lini 2, hingga lini 3. Penguatan lini 1 atau lini 2 hanya tinggal memperkuat komponen yang belum dapat dibuat serta faktor menumbuhkan kemampuan R&D.
Sedangkan, untuk lini 3 harus sampai menyentuh faktor-faktor yang lebih fundamental dalam berusaha. Contohnya seperti faktor permodalan dan peningkatan kompetensi tenaga kerja, termasuk kewirausahaannya.
Meningkatkan Kualitas Pelatihan Tenaga Kerja Terampil
Ketiga, meningkatkan kualitas pelatihan tenaga kerja terampil agar sebagian dari biaya pelatihan dapat juga dipikul oleh pemerintah. Pemerintah harus membangun tempat-tempat pelatihan yang profesional beserta didukung sistem sertifikasi yang bertaraf internasional.
Tidak perlu jauh-jauh untuk melakukan studi banding, apa yang dilaksanakan di Thailand dapat ditiru dan diimplementasikan di Indonesia. Sejumlah perguruan tinggi yang memiliki jurusan desain produk perlu sinergikan dengan industri. Hal ini diperlukan untuk melatih dan merangsang mahasiswa secara dini dalam bidang disain.
Investasi Baru pada Industri Komponen dan Industri Pendukung
Ke depan disarankan adanya investasi baru di bidang industri komponen dan industri pendukung hendaknya digiring pada sektor komponen yang belum banyak digarap oleh pemain lokal. Perlu dipikirkan secara arif terjadinya migrasi industri komponen berskala kecil dari luar negeri ke Indonesia karena pasar yang prospektif tanpa harus mematikan para pemain lokal.
Pada saat awal kebangkitan industri ini, tidak ada pemain komponen dari luar Indonesia yang berinvestasi dengan alasan skala ekonomi yang kecil. Pemain lokal didorong agar tumbuh dengan segala risikonya, namun setelah menjadi besar, yaitu nomor 13 di dunia, di saat pasar negara maju semakin mengecil.
Misalnya, pasar Jepang diperkirakan terus menyusut menjadi sekitar 3 juta – 4 juta unit per tahun di masa mendatang juga negara-negara lainnya. Pasar komponen nasional diserbu investasi di mana pemain lokal hanya menjadi penonton. Untuk itu, kebijakan pembatasan peran asing pada sektor ritel yang maksimum hanya 30% yang kini sudah tiada sebaiknya dipertimbangkan kembali.
Masuknya investasi dari luar negeri sangat diharapkan. Tetapi tentu harus dijaga kesempatan bagi orang-orang Indonesia untuk tetap ikut mengecap pasar domestik. Tidak cuma itu, mereka harus melatih kemampuannya dalam menghadapi volume pasar 4 juta unit per tahun.
Perusahaan-perusahaan lokal ini secara akumulatif akan memperkuat basis ketahanan nasional, khususnya kemandirian bangsa di bidang teknologi. Perusahaan ini dapat didayagunakan untuk mengembangkan sektor lain yang memiliki basis pengembangan teknologi, termasuk kepentingan pertahanan dan bela negara.
Itulah esensi kenapa industri otomotif di Indonesia dibangun. Dalam hal memproduksi kendaraan yang mampu memindahkan orang dan barang dengan kandungan lokal antara 40% dan 80%, dapat dikatakan bahwa sebagian tujuan pembangunan industri tersebut sudah tercapai.
Namun untuk pembangunan bidang teknologi bangsa, boleh dibilang belum terlaksana. Apalagi ke depan, dengan semakin besarnya volume pasar, bangsa ini hendaknya jangan sekadar menjadi penonton.