Indonesia Perlu Meningkatkan Strategi Dagang untuk Mengatasi Impor Berlebihan
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Indonesia masih menghadapi tantangan dalam kemitraan dagang dengan komunitas internasional.
Meskipun demikian, upaya untuk membenahi strategi dagang menjadi lebih matang dan efektif menjadi suatu keharusan. Negara ini masih terbebani dengan impor yang tinggi dari Tiongkok, Jepang, Australia, dan Korea Selatan. Sementara itu, produk nonmigas Indonesia baru mampu mengakses pasar ekspor tradisional, seperti kawasan Asean.
Tantangan Impor Berlebihan dalam Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra
Perjanjian dagang atau Free Trade Agreement (FTA) seharusnya menjadi pintu gerbang untuk memajukan perekonomian dan memperluas peluang ekspor. Namun, persiapan Malaysia dan Thailand terlihat lebih matang dalam menghadapi FTA. Kedua negara tetangga ini mampu mengimbangi impor komoditas, bahkan dari China.
China telah menjadi kekuatan besar dalam perdagangan internasional. Sebelum menjalin perjanjian dagang, umumnya Tiongkok melakukan pendekatan bilateral sebagai simulasi implementasi FTA yang lebih luas. Ini sejalan dengan perkembangan industri dan kekuatan produsen nasional mereka.
Meskipun ekspor Indonesia ke China bebas bea masuk, namun impor dari China tetap mengalir. Mayoritas pengiriman produk migas dan bahan mentah dari Indonesia ke China, dengan pembebasan bea masuk tertentu, justru memberikan keunggulan komparatif bagi produk manufaktur China. Sebagai akibatnya, China kembali mengekspor barang jadi yang sulit disaingi baik dari segi kualitas maupun harga.
Neraca perdagangan nonmigas menjadi tantangan bersama baik dalam perdagangan maupun pengembangan industri. Indonesia harus mampu membangun kekuatan industri yang sejalan dengan strategi ekspansi perdagangan di era pasar bebas.
Indonesia memiliki beberapa mitra dagang utama, antara lain Asean, Uni Eropa, China, Jepang, Amerika Serikat, India, Australia, Korea Selatan, dan Taiwan.
Data dari tahun 2014 hingga 2019 menunjukkan bahwa defisit perdagangan nonmigas terjadi dalam transaksi dengan China. Pada tahun 2014, defisit mencapai 14 miliar dolar AS dan meningkat menjadi 18,7 miliar dolar AS pada tahun 2019. Sementara itu, defisit dengan Jepang mencapai 1,8 miliar dolar AS pada tahun 2019.
Australia dan Korea Selatan juga mencatat defisit perdagangan nonmigas. Pada tahun 2019, Australia mengalami defisit sebesar 2,5 miliar dolar AS, sedangkan Korea Selatan mencatat defisit sebesar 1,1 miliar dolar AS.
Di sisi lain, surplus perdagangan terjadi dalam transaksi dengan mitra dagang tradisional Asean. Surplus neraca perdagangan nonmigas dengan Asean terus meningkat dari 1,2 miliar dolar AS pada tahun 2015 menjadi 6,36 miliar dolar AS pada tahun 2019. Dengan India dan Amerika Serikat, perdagangan nonmigas juga mengalami surplus yang berkelanjutan.
Potensi Ekspor Indonesia dan Strategi Mengoptimalkan Perjanjian Dagang
Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia belum sepenuhnya memanfaatkan FTA secara maksimal. Pasar yang masih ramah terhadap produk Indonesia terutama berada di kawasan Asean yang terus berkembang. Namun, pasar Asean juga mengalami dinamika yang cepat seiring dengan upaya masing-masing negara untuk memperoleh keuntungan lebih dari sistem pasar bersama.
Hal yang sama terjadi dalam perdagangan otomotif, di mana terdapat defisit. Meskipun ekspor mobil dari Indonesia ke berbagai negara tujuan meningkat setiap tahunnya, namun data statistik menunjukkan bahwa defisit perdagangan otomotif masih terjadi. Pada tahun 2014, nilai ekspor mobil utuh (CBU) mencapai 2,8 miliar dolar AS, sementara nilai impor mencapai 5,4 miliar dolar AS. Hal ini mengakibatkan defisit sebesar 842,59 juta dolar AS. Hingga tahun 2019, defisit tersebut tetap terjadi meskipun dalam jumlah yang lebih kecil, yaitu 55,35 juta dolar AS.
Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa industri otomotif nasional telah berhasil meningkatkan nilai ekspor. Namun, impor mobil utuh dan komponen otomotif tetap meningkat dengan pesat.
Dengan melihat data tersebut, dapat disimpulkan bahwa Indonesia masih perlu mengoptimalkan potensi FTA. Terutama dalam menghadapi pasar yang masih ramah terhadap produk Indonesia di kawasan Asean yang terus berkembang. Namun, perlu diingat bahwa pasar Asean juga mengalami perubahan yang cepat sesuai dengan kepentingan masing-masing negara dalam mencari keuntungan dari sistem pasar bersama.
Sementara itu, industri otomotif juga perlu lebih berfokus pada upaya mengurangi defisit perdagangan dan meningkatkan nilai ekspor. Meskipun ekspor mobil dari Indonesia terus meningkat, namun impor mobil dan komponen otomotif tetap tinggi.