LRT Jabodetabek Masih Sepi Peminat, Apa yang Harus Dilakukan?
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Light Rail Transit (LRT) Jabodebek resmi beroperasi pada 28 Agustus 2023. Namun begitu okupansi atau tingkat keterisian LRT Jabodebek belum optimal, hanya sekitar 26,2 persen saja. Apa yang harus dilakukan?
Berdasarkan data dari LRT Jabodetabek hingga 16 hari setelah diresmikan oleh Presiden Jokowi, okupansi LRT Jabodebek mencapai 588.988 orang. Dengan jumlah tersebut, rata-rata penumpang LRT mencapai 36.000 orang per hari.
Angka ini masih jauh dari kapasitas total LRT Jabodebek, yaitu per rangkaian mencapai 740 penumpang dan 158 perjalanan setiap harinya. Sesuai kapasitas total dan jumlah perjalanan, seharusnya moda transportasi berbasis rel ini bisa mengangkut sekitar 137.000 penumpang per hari.
Sementara itu, Manajer Humas Kereta Ringan Kuswardoyo mengatakan targetnya di tahap awal operasional tingkat okupansi harian LRT Jabodebek bisa terus dikerek setidaknya mencapai 50.000 penumpang.
Terkait dengan hal itu, sejumlah upaya dilakukan seperti memberikan promo khusus sampai 1 Oktober 2023 dengan tarif Rp 5.000 per orang. Tujuannya untuk meningkatkan minat warga untuk menggunakan LRT.
Lalu apa langkah kongkretnya? Belajar dari pengalaman di KRL Jabodetabek, dukungan untuk ketersediaan angkutan pengumpan agar mempermudah warga mengakses LRT. Dari data yang ada menunjukkan sebagian besar pengguna LRT berasal dari para pekerja yang tinggal di daerah satelit seperti Depok dan Bekasi.
Hal ini dibuktikan dengan data yang menggambarkan stasiun yang paling banyak disinggahi adalah Dukuh Atas Jakarta, Jatimulya, Bekasi, dan Stasiun Harjamukti Depok, Jawa Barat. Selain pekerja, kebanyakan yang menjajal perjalanan melalui LRT adalah warga yang penasaran dengan moda transportasi massal baru ini.
Apalagi dengan mereka juga disuguhkan teknologi sistem kontrol berbasis komunikasi (communication based train control/CBTC) dengan grade of automation (GoA) 3 yang memungkinkan kereta berjalan tanpa masinis. Kuswardoyo pun berharap dengan beragam program dapat mendorong tingkat keterisian LRT.
Karena itu, pelayanan LRT Jabodebek tidak bisa bersifat tunggal, tetapi harus terintegrasi dari hulu hingga hilir, pra-perjalanan (first mile), selama perjalanan, dan pasca-perjalanan (last mile).
Berdasarkan Studi Potensi Jaringan Angkutan Umum dan Integrasi Moda Kawasan di Sekitar Koridor LRT Jabodebek (2020) yang diterbitkan oleh PT Kereta Api Indonesia, di sekitar Stasiun LRT Jabodebek dengan radius kurang dari 5 kilometer, ada 310 kawasan permukiman dan komersial.