Cendekiawan Representasi Para Nabi, Ingatkan Penguasa Lalim

INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Menyimak kitab suci, kita banyak sekali membaca kisah tentang penguasa yang lalim dan masyarakat yang ingkar. Kepada mereka Tuhan mengutus para rasul dan nabi. Untuk mengingatkan. Untuk menuntun kembali mereka ke jalan yang lurus.

Para rasul dan nabi itu mereka hinakan. Mereka ejek, mereka usir, mereka aniaya bahkan mereka bunuh. Betapa banyak kisah tentang kaum yang kemudian dimusnahkan Tuhan karena kesombongan dan keingkaran mereka.

Era para nabi sudah berakhir. Peringatan Tuhan sudah lengkap dan sempurna. Kutukan dan kepunahan, boleh jadi, juga sudah berakhir. Penegakan keadilan sejati, ditunda Tuhan hingga hari pertimbangan. Tuhan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada manusia untuk memperbaiki diri, bagi yang beriman.

PENGUASA LALIM

Sedihnya, kehadiran para penguasa lalim tak pernah berakhir. Tak pernah berkurang. Keingkaran mereka kadang bahkan jauh lebih parah dari keingkaran yang digambarkan dalam kitab kitab suci.

Saya sering mengutip kisah kaum Madyan dari Al Quran, Selain pagan, suku Madyan punya kebiasaan memalsu timbangan. Tuhan mengutus nabi Syua’ib untuk mengingatkan. Tapi Syua’ib mereka cibirkan, mereka hina dan mereka usir. Penduduk negeri Madyan punah disambar petir dan dipanggang dalam api yang panas (QS 11:94).

Suku Madyan memalsu timbangan pisik. Mengurangi timbangan secara pisik tak mungkin lebih dari 50%. Memalsu timbangan di republik “konoha” dialkukan lewat mark up. Mark up ratusan persen. Dalam urusan maling lewat timbang menimbang ini, para pejabat konoha jauh lebih bejat ketimbang kaum Madyan.

Lalu bisakah kita berharap datang lagi utusan untuk mengingatkan? Nabi terakhir telah berlalu hampir 15 abad. Di benak saya, para cendikawan, para akademisi, yang hanya loyal pada kejujuran, kebenaran dan keadilan, adalah representasi para nabi. Mereka memberi ingat kepada para penguasa lalim.

PENGUASA MENANG

Namun Tragis. Dalam perbedaan orientasi antara penguasa dan kalangan akdemis, para penguasa nyaris selalu menang. Kejujuran dan ketulusan semata ketika dibenturkan dengan pemilik kekuasaan, pemilik aparat dan alat, bagai telur membentur tanduk.

Kebenaran boleh kalah. Tapi tak pernah tunduk menyerah!

Negara yang seyogyanya tampil sebagai penengah dan penyejuk polarisasi politik yang makin memanas dan mengeras, justeru menjadi bagian dan pelatuk polarisasi itu sendiri.

*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowork.id

What is your reaction?

0
Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly

You may also like

Comments are closed.

More in Headline