Kenaikan BBM, Bahan Bakar Politik
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Demo massif dan gaduh politik tak menyumbang perbaikan apapun. Ongkos keamanan. Ongkos sosial. Penurunan produktivitas!
BBM, di negara ini, ternyata bukan hanya berfungsi sebagai bahan bakar mesin. Tapi juga bahan bakar politik. Penyesuaian harga BBM tak pernah sepi dari demonstrasi dan kegaduhan politik. Terakhir Jokowi menaikkan harga BBM 8 tahun lalu, juga memicu demonstrasi yang ramai. Kali ini boleh jadi lebih ramai.
Di tengah merambatnya inflasi ke atas target Bank Indonesia selama 3 bulan belakangan, – walaupun terjadi deflasi bulan lalu, – di tengah ancang-ancang parpol menaikkan popularitas menyongsong 2024, keputusan pemerintah Jokowi menaikkan harga BBM mencerminkan keberanian politik. Partai pendukung Jokowi pun, perkiraan saya akan ikut terdampak.
Bagi yang mampu membebaskan diri dari kepentingan politis – baca pacuan menjelang pemilu -, tentu dapat melihat, argumen yang kuat di balik keputusan itu. Saya hanya akan menuliskan kembali dua hal:
Pertama, tahun depan defisit APBN harus kembali ke 3% PDB. Beban yang amat berat bila tidak ingin mengurangi kualitas kebijakan fiskal. Dengan beban subsidi energi yang meningkat tiga kali lipat, target itu menjadi nyaris mustahil.
SLOGAN OMONG KOSONG
Slogan subsidi BBM untuk melindungi rakyat marjinal merupakan omong kosong paling besar, yang berlangsung puluhan tahun di negara ini. Rakyat di lapisan paling bawah yang berjalan kaki dan naik sepeda praktis tak pernah membeli BBM. Konsumen terbesar BBM adalah pemilik mobil pribadi.
Kedua, menaikkan harga BBM justru memberi kesempatan kepada APBN untuk mengarahkan subsidi ke sasaran yang lebih tepat. Bantalan sosial yang lebih besar. Anggaran Perlindungan Sosial, Anggaran Kesehatan, yang secara langsung menyentuh kebutuhan dasar masyarakat berpenghasilan rendah dan paling rendah.
Pengurangan subsidi jelas akan membawa dampak ekonomi berantai ke depan. Inflasi 2022, perkiraan saya akan naik di atas 5,5%. Bahkan boleh jadi menyentuh 6%. Pada gilirannya, akan menekan Bank Indonesia untuk menaikkan kembali tingkat bunga. Perkiraan saya hingga akhir 2022, 7DRR bisa mencapai 4,5%. Kenaikan tingkat bunga akan menjadi ganjalan upaya mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi, seperti yang dicapai pada kuartal 2 tahun ini.
Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowork.id.