Industri Komponen Otomotif Indonesia, Lompatan Industrialisasi
INFRASTRUKTUR.CO.OD, JAKARTA: Indonesia telah membangun industri otomotif selama sekitar setengah abad. Dalam perjalanannya, industri otomotif diharapkan menjadi batu penjuru industrialisasi plus penyerapan tenaga kerja.
Sejak semula, pemerintah mendorong adanya lokalisasi produksi otomotif. Mula-mula hal itu dilakukan dengan kebijakan yang mengharuskan perakitan lokal, penanggalan komponen, hingga lokalisasi komponen utama. Sejauh ini, proses pengembangan itu masih terus berlanjut.
Perjalanan itupun menstimulasi hadirnya berbagai produsen komponen otomotif lokal. Salah satu organisasi besar yang menaungi produsen otomotif yakni GIAMM (Gabungan Industri Alat-Alat Mobil & Motor).
GIAMM
Pada awalnya, produsen komponen otomotif lokal tergabung dalam AAPCOMI (Association Automotive Parts & Components Manufacturing Indonesia). Kemudian pada 1974, organisasi itupun berubah menjadi GIAM (Gabungan Industri Alat-Alat Mobil). Hingga pada 1981, seiring masuknya produsen komponen sepeda motor, organisasi itupun kembali mengganti nama menjadi GIAMM dengan penambahan “M” di belakang dengan kepanjangan Motor.
Dari GIAMM, diperoleh data, hingga saat ini terdapat 240 produsen komponen otomotif. Terdiri dari 155 perusahaan joint venture yang didominasi kerja sama dengan produsen Jepang sebesar 127 perusahaan, serta 85 perusahaan kepemilikan lokal.
Hampir seluruh aktivitas industri komponen ini tersebar di Jawa, terutama sepanjang pesisir pantai utara. Jawa Barat merupakan daerah paling banyak dijadikan sebagai basis produksi industri komponen. Dari total anggota GIAMM, sebanyak 145 perusahaan berlokasi di Jawa Barat.
Lokasi pusat industri inipun memperhitungkan sisi logistik. Manufaktur otomotif banyak menempatkan pabrik di Jawa Barat, selain adanya jaringan transportasi dan jarak pelabuhan utama Tanjung Priok yang cukup dekat.
Komponen Otomotif
Di sisi lain, data GIAMM tidak sepenuhnya mencerminkan kekuatan produksi komponen otomotif Tanah Air. Di samping GIAMM, terdapat asosiasi produsen otomotif skala IKM, serta produsen lainnya yang memasok komponen Tier 2 dan 3. Jumlah produsen komponen di luar GIAMM diperkirakan mencapai 600 perusahaan.
Sekretaris Jenderal GIAMM Hadi Suryapradja mengungkapkan secara keseluruhan, sebagaimana data asosiasi tersebut, kemampuan produsen komponen otomotif Tanah Air sudah sangat mapan. Komponen utama otomotif seperti mesin, bodi, transmisi, dan sistem kemudi telah banyak dibuat secara lokal.
Untuk industri komponen roda empat, menyerap hampir setengah juta orang tenaga kerja. Dari total 1,5 juta orang, yang terlibat dalam rantai pasok industri tersebut dari manufaktur, komponen, diler, hingga purnajual. Pasar industri komponen inipun telah mapan, mengingat populasi kendaraan roda empat dan lebih di Indonesia yang telah mencapai 27 juta unit hingga 2019.
Produsen komponen otomotif di manapun tetap bergantung dengan kegiatan manufaktur otomotif besar. Karena itu, di negara manapun, upaya merintis kehadiran produsen komponen otomotif lokal harus selalu melibatkan intervensi pemerintah, khususnya pada fase pengembangan awal.
Sejak 1976
Di Indonesia, era itu dimulai pada 1976, sewaktu Pemerintah mengeluarkan kebijakan deletion program alias program penanggalan. Dengan kewajiban pada Kendaraan Bermotor Niaga (KBNS) serta diberikan insentif Completely Knocked Down (CKD) sisanya BM 0% padahal volume penjualan Kendaraan Bermotor (KBM) nasional saat itu baru sekitar 70.000 unit per tahun.
Pada 1986, dimulai lah keharusan program pembuatan engine/mesin kendaraan yang diawali dengan perakitan dan keharusan pendalaman komponen utama (volume pasar baru sekitar 150.000 unit per tahun).
Dalam upaya meningkatkan nilai tambah nasional, Pemerintah pada 1992 mengubah kebijakan menjadi program kandungan lokal, di mana jika penggunaan komponen lokal mencapai 40% maka sisa subkomponen dan bahan bakunya diberi insentif 0%. Akibatnya, industri komponen KBM berkembang sangat pesat, demikian juga dengan volume pasarnya naik hingga 380.000 unit per tahun.
Dengan adanya berbagai kebijakan pengembangan otomotif, tidak lantas seluruh pemain industri masuk dan berinvestasi di Indonesia. Banyak di antaranya memilih berlabuh di Thailand, terlebih lagi sewaktu terjadi krisis 1997/1998, hampir seluruh produsen otomotif mengalami tekanan.
Sebagai angka ilustrasi, volume pasar produk otomotif anjlok tinggal 58.000 uni (-85%) pada 1998 dan meningkat lagi menjadi 94.000 unit pada 1999.
Impotasi Kendaraan
Pemerintah berusaha agar industri KBM dalam negeri tetap hidup (survive), dan pada 1999 mengeluarkan kebijakan impotasi kendaraan dalam bentuk terurai In-completely Knocked Down (IKD) KBM dengan tarif Bea Masuk (BM) 0%. Hadi mengungkapkan bahwa, sayangnya dalam kebijakan IKD ini tidak ada kewajiban pendalaman sama sekali, sehingga pendalaman industrialisasi di KBM kategori komersil/niaga agak tersendat.
Padahal pasar dalam negeri berkembang sangat baik sesuai dengan peningkatan PDB per kapita yang mencapai US$3.000 (2010) dan volume produksi yang terus meningkat, dan hal itu juga ternyata juga menyebabkan pasar KBM stagnan setelah 2013, yaitu volume pasar berkisar 1,2 juta unit akibat PDB yang hanya berkisar di US$3.600- US$4.000 per-kapita.