Reuni 4 Pengusaha, Silaturahmi yang Nggak Ade Matinye
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Silaturahmi. Siapa pun dapat melakukan yang lebih baik. Itulah topik paling hangat dalam obrolan empat pengusaha di Telkom Landmark Tower, Jakarta Selatan.
Jika pengusaha yang reunian biasanya mereka ngobrol soal bisnis. Namun berbeda dengan empat pengusaha ini, mereka justru berbicara mengenai nilai-nilai kehidupan yang berujung pada kepahlawanan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Keempat pengusaha itu adalah Andri Bachtiar, Nurhayadi, Ganang P. Soedirman, dan Aris Sadyanto. Setelah menunaikan shalat Jumat di masjid Al Istiqomah di lantai 8 Gedung Telkom Landmark Tower, mereka lalu ngobrol di lantai 3 di sebuah ruangan tak berpendingin.
“Lebih enak di sini, yang mau merokok juga bebas,” kata Ganang membuka percakapan.
Tak lama kemudian datanglah Nurhayadi yang pernah menjadi Direktur PT TLT di mana Ganang sebagai komisarisnya. Nurhayadi datang bersama Helmi Effendi, pengusaha yang juga rekan main golf. Kemudian muncul Aris Sadyanto, yang berbisnis dalam bidang telekomunikasi, satelit dan asset monitoring melalui PT SOG Indonesia. Obrolan makin seru ketika mantan direktur utama TLT Andri Bachtiar muncul. “Wah ini Pak Dirut sudah datang,” sambut Ganang. Tawa mereka pun berderai.
NOSTALGIA
Mereka lalu bernostalgia. Obrolan pun mengalir hingga ke lapangan golf. Perbincangan makin seru ketika mereka membahas ketika masih aktif di perusahaan yang sama.
“Saya datang ke sini bukan sebagai komisaris yang mengawasi tetapi sebagai sahabat,” kata Ganang. mengenang ketika pertama kali menjadi komisaris di anak perusahaan PT Telkom Tbk. tersebut.
Menurut Ganang, bersahabat dengan Nurhayadi semuanya istimewa selama 7 tahun bersama sejak 2017. Kemudian mereka berpisah karena Nurhayadi dan Andri berusia 56 tahun sehingga memasuki masa pensiun.
Namun demikian persahabatan mereka semakin akrab. “Silaturahim jalan terus. Jalani saja karena rejeki Tuhan yang mengatur.”
Ketika obrolan menyangkut persoalan asuransi kesehatan di hari tua, Ganang bercanda bahwa ia memiliki perusahaan asuransi yang istimewa. “Asuransi saya hebat. Namanya asuransi persahabatan. Kalau banyak sahabat maka kita sehat.”
NGGAK ADA MATINYA
Menurut Ganang, dengan silaturahim, siapa pun dapat melakukan yang lebih baik. Ia bercerita bahwa suatu saat anaknya sakit dan ketika mengontak seseorang lalu ada yang membantu dan mendapatkan lebih dari yang dibutuhkan. Begitu pun ketika menikahkan anaknya, selalu ada jalan keluar yang penuh dengan keberkahan. “Sepanjang kita bisa silaturahimi, maka nggak ada matinya.”
Itulah sebabnya ia menikmati hidup karena semua dijalani dengan ikhlas dan berserah diri kepada Allah SWT.
Sementara itu, Andri Bachtiar mengatakan bahwa reuni dadakan ini terjadi karena ia mengetahui bahwa, “Setiap Jumat Pak Ganang shalat Jumat di sini [TLT].” Jadi pertemuan kali ini adalah sesuatu yang luar biasa.
Ia menilai persahabatan adalah hal yang paling utama dan ia merasa bersyukur karena banyak anak buahnya yang telah menjadi ‘bos’. Namun demikian Andri menjalankan bisnisnya secara profesional. “Yang paling utama adalah ikhtiar, sedangkan hasilnya Allah yang menentukan.”
Sedangkan Nurhayadi merasakan bahwa persahabatan mereka lebih langgeng karena dilakukan secara tulus. Ia mencontohkan bahwa ketika akan menggelar kegiatan pertandingan golf atau pun kegiatah sosial masih mendapatkan sponsor dari berbagai pihak. “Dana sponsor bisa mendapatkan ratusan juta rupiah,” katanya.
NILAI-NILAI PERJUANGAN
Namun selain bicara mengenai nostalgia, olahraga golf, Pancasila hingga nilai-nilai perjuangan. Ganang yang merupakan cucu dari Panglima Besar Jenderal Sudirman, bercerita tentang perjuangan kakeknya. “Masyarakat mengenalnya sebagai panglima perang, padahal beliau adalah seorang guru yang menajdi tentara,” katanya.
Ketika memimpin Perang Gerilya bahkan Jenderal Soedirman dalam kondisi sakit sehingga ditandu. Tandu pertama yang digunakan Jenderal Sudirman itu konon merupakan kursi pribadi milik anggota militernya, Hadi Harsono.
Jenderal Sudirman yang sakit itu harus ditandu empat orang agar bisa menempuh rute Perang Gerilyanya. Keempat orang yang pernah membawa tandu Jenderal Sudirman yakni Rawun, Panggung, Cecek, dan Kalijan yang merupakan warga sekitar.
Kondisi sakit tak membuat Sudirman ciut menyusun Perang Gerilya. Dia turun langsung ke medan perang meski harus dibantu dokar yang ditarik pengawalnya maupun tandu. Nilai-nilai perjuangan itulah yang menjadi titik temu nostalgia para pengusaha tersebut.