Memilih Pemimpin Tak Beretika, Merontokkan Masa Depan

INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Etika adalah filsafat moral. Etika adalah paradigma. Etika adalah nilai dan pandangan hidup. Manusia yang sehat akal dan rohani pasti memiliki seperangkat nilai, yang dengan itu dia menimbang apa yang benar apa yang salah, apa yang pantas apa yang tidak, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Yang memeluk agama, mengakui bahwa kebenaran manusiawi tidak final. Kebenaran ilahi yang final. Karena itu dia mengadopsi ajaran agama ke dalam akhlak perilakunya. Ke dalam etikanya.

Etika, moral, akhlak bukan soal verbal. Bukan soal retorika. Bukan soal khotbah. Etika adalah bahasa hati. Bahasa kalbu. Keyakinan tentang nilai yang menyatu dalam kalbu, akan tercermin dalam perilaku. Semua perilaku. Menuntun setiap tindakan.

MEMBUTUHKAN TELADAN

Karena itu, pendidikan etika tak cukup hanya melalui proses kognitif. Ia membutuhkan teladan, berulang ulang dan berkesinambungan. Membutuhkan partisipasi hingga menyatu dengan totalitas kemanusiaan seseorang. “Education without values, seems rather to make man a more clever devil.” (Carl Lewis).

John Berger menggambarkan etika sebagai prasyarat masa depan kemanusiaan. Etika menentukan aksi, menentukan pilihan dan menentukan prioritas. “Without ethics, man has no future”.

Karena itu, bagi saya, etika berada di atas hukum. Kualitas hukum adalah produk etika. Hukum yang dirumuskan oleh manusia tak beretika akan melenceng jauh dari keadilan. Akan menjadi asesoris kekuasaan, akan menjadi tameng kesewang-wenangan. Akan menjadi alat tirani dan penindasan.

Maka pilih lah pimpinan yang beretika. Memilih pemimpin yang tak beretika, kita merontokkan masa depan kita sendiri.

*) Ditulis oleh Hasan Zein Mahmud, Redaktur Khusus Indowork.id

What is your reaction?

0
Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly

You may also like

Comments are closed.

More in Headline