Mobil Import Pertama Milik Sunan Paku Buwana X
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Kegiatan industri otomotif di Indonesia berawal dari perdagangan atau niaga produk otomotif sejak zaman penjajahan Belanda. Perdagangan produk otomotif tersebut didorong adanya pembangunan infrastruktur jalan, terutama di Pulau Jawa yang membuat adanya permintaan terhadap produk otomotif.
Salah satu proyek jalan yang fenomenal di era itu adalah pembangunan jalan Anyer-Panarukan yang dikerjakan atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels (1808-1811).
Proyek jalan yang menghubungkan ujung barat dengan ujung timur Jawa ini untuk kepentingan ekonomi dan militer pemerintah Hindia Belanda. Jalan sepanjang 600 paal atau setara 1.000 kilometer ini merupakan salah satu proyek infrastruktur ambisius pemerintah Hindia Belanda, karena berhasil dirampungkan dalam waktu satu tahun, terbilang singkat pada zamannya.
Jalan Anyer-Panarukan, yang juga disebut Jalan Raya Pos, selesai dibangun pada 1809 dan langsung dipergunakan—seperti dikutip dari laman historia.id dengan rujukan buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels karya Pramoedya Ananta Toer (2005). Jalan Raya Pos kemudian menjadi infrastruktur penting di Jawa, terutama untuk mendukung perdagangan ekspor komoditas kopi dan gula melalui Batavia (Jakarta).
Selanjutnya, jalan yang menyatukan Anyer di Jawa Barat dengan Panarukan di Jawa Timur ini membuat perdagangan berbagai komoditas selain kopi semakin meningkat, karena waktu dan jarak tempuh ke pelabuhan di Batavia menjadi lebih cepat dari sebelumnya.
Jalan Raya Pos menjadi saksi bisu era kejayaan kereta kuda di Pulau Jawa sebagai alat transportasi orang dan barang, sekaligus menjadi saksi kedatangan teknologi baru bernama kendaraan bermotor sebagai alat transportasi. Jawa mengikuti kemajuan industri otomotif dunia yang lahir tak begitu lama setelah proyek Jalan Anyer-Panarukan selesai.
Diyakini hanya selang delapan tahun sejak mobil pertama di dunia lahir (1886), yakni mobil Benz model Phaeton produksi Karl Benz dan Gottlieb Daimler (Jerman), seorang raja di Jawa sudah memiliki alat transportasi modern tersebut.
Padahal, kala itu kereta kuda lebih populer sebagai alat transportasi massal, sehingga pada zaman itu pula produk teknologi yang disebut sebagai mobil tersebut masih sangat asing dan sering disebut “kereta setan” (de duivelswagen), karena masyarakat belum dapat memahami bahwa ada kereta mampu bergerak sendiri tanpa ditarik hewan kuda alias menggunakan mesin (motor).
Orang Indonesia pertama yang memiliki Benz Phaeton itu adalah Sunan Surakarta Paku Buwana X dari Jawa. Sunan Paku Buwana X memesan satu unit mobil Benz Phaeton, setelah mendengar anjuran seorang penasihatnya yang berkebangsaan Belanda.
Mobil itu dipesan melalui perusahaan dagang Prottle & Co yang berlokasi di Passer Besar—kini Pasar Besar, Surabaya. Mobil itu dipesan langsung dari Eropa seharga 10.000 gulden. Benz Phaeton adalah mobil dengan mesin 1 silinder berkapasitas 2.0 liter dengan tenaga maksimum 5 hp. Mobil ini menggunakan roda kayu dan ban tanpa udara serta mampu mengangkut 8 orang.
Pada 1894, mobil pesanan raja Surakarta ini tiba di Solo. Kedatangan mobil pertama di Indonesia itu bahkan lebih cepat (2 tahun) dari pemesan di Belanda yang baru menerima mobil pertamanya di Den Haag pada 1896.
Setelah pembelian mobil oleh Sunan Surakarta itu, perdagangan produk otomotif di Pulau Jawa semakin berkembang akibat Kerajaan Belanda banyak membuka sektor perkebunan untuk investasi swasta.