Jawara Setu Babakan, Rusdi Saleh Sang Visioner
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Visioner. Satu kata ini mencerminkan sosok Rusdi Saleh. Ketika orang baru mulai berpikir, ia sudah melangkah lebih jauh. Itu dibuktikan dengan karya yang nyata hingga kini. Lembaga Kebudayaan Betawi dan Bamus Betawi adalah sedikit dari banyak pemikiran Rusdi Saleh yang dapat kita lihat hingga hari ini.
Perjalananan hidup Rusdi lebih banyak dilalui menjadi jurnalis, kemudian berkarya di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta selama dua periode. Panggilan jiwa nasionalismenya dengan berupaya memajukan budaya Betawi hingga kini tak pernah padam.
Sebagai anak pejuang kemerdekaan, yakni Muhammad Saleh yang kemudian menjadi pengusaha transportasi di Jakarta, Rusdi terbilang berasal dari keluarga yang berkecukupan secara ekonomi sehingga ia pun memiliki akses terhadap pendidikan tinggi pada masa itu.
Rusdi sempat menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Namun, aktivitasnya dalam berorganisasi dan minatn semakin mengarah pada bidang publisistik. Rusdi pun meninggalkan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, kemudian masuk ke Sekolah Tinggi Publisistik (IISIP) untuk mendalami dunia jurnalistik.
Minat terhadap bidang publisistik ternyata membawa Rusdi benar-benar berkarier di dunia penyiaran, yakni TVRI.
TVRI kala itu merupakan satu-satunya saluran televisi yang boleh siaran di seluruh Indonesia. Impian Rusdi menjadi jurnalis terwujud setelah dinyatakan lolos sebagai penyiar TVRI.
Rusdi Saleh, penyiar TVRI yang lahir pada 7 Juli 1942, merupakan salah satu yang menjadi saksi sejarah negeri ini, salah satunya dalam lompatan dunia komunikasi. Pada 8 Juli 1976 dari Tanjung Caneveral, Florida Amerika Serikat, Indonesia meluncurkan satelit Palapa A1. Atas peluncuran ini, Indonesia menjadi negara ketiga setelah Amerika Serikat dan Rusia yang memiliki satelit.
MEWAWANCARAI PRESIDEN
Salah satu prestasi yang pernah dicapainya sepanjang karier sebagai penyiar di TVRI adalah mewawancarai Presiden Soeharto secara langsung saat Indonesia menorehkan sejarah pertelekomunikasian lewat peluncuran satelit Palapa A1. Masa itu merupakan prestasi bagi jurnalis jika berhasil mewawancarai secara langsung Presiden Soeharto, terlebih pada saat peluncuran satelit Palapa yang pertama.
Rusdi juga dikenal sebagai benteng citra Betawi. Label ini diberikan kepadanya karena sosoknya seolah membalik anggapan masyarakat umum tentang warga Betawi yang dianggap ”kampungan”.
Kendati sudah mengakhiri masa baktinya sebagai pegawai TVRI, Departemen Penerangan RI, Rusdi tetap aktif berbakti bagi masyarakat. Rusdi bahkan duduk sebagai anggota Forum Pengkajian dan Pengembangan Setu Babakan.
Rusdi Saleh selau tampil paling depan untuk membela kepentingan Betawi, terlebih menyampaikan kontribusi kaum Betawi bagi bangsa dan negara di masa lampau dan kini.
Rusdi Saleh ikut memperjuangkan komponis besar Ismail Marzuki yang juga putra Betawi sebagai pahlawan nasional. Bahkan, ia juga memperjuangkan makam Ismail Marzuki dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan. Rusdi juga memperjuangkan supaya nama Jalan Cikini Raya diubah menjadi Jalan Ismail Marzuki.
Perjuangan Rusdi tidak sia-sia. Pada 2004, Ismail Marzuki menerima gelar Pahlawan Nasional yang diwakili anak angkatnya, Rachmiaziah Ismail Marzuki. Gelar ini diberikan langsung Susilo Bambang Yudhoyono, yang waktu itu menjabat sebagai Presiden RI.
Kecintaan Rusdi pada kebudayaan Betawi tidak hanya dituangkan dalam forum seminar ataupun diskusi, tetapi juga dalam bentuk tulisan opini berjudul ”Konservasi Budaya Betawi” yang dimuat di Kompas edisi 3 Juli 1984.
BERSKALA NASIONAL
Anggota DPRD DKI Jakarta periode 1987-1992 dan 1992-1997 ini juga sangat peduli terhadap keberadaan Setu Babakan. Setu Babakan merupakan salah satu perkampungan Betawi yang terletak di Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa. Perkampungan Budaya Betawi ini berfungsi sebagai area untuk pelestarian budaya Jakarta, yaitu budaya asli Betawi. Rusdi terus berupaya agar Setu Babakan tidak sekadar menjadi pusat kebudayaan Betawi, tetapi juga menjadi obyek wisata berskala nasional.
Bagi Rusdi, kecintaannya pada Betawi menjadi salah satu perwujudan jiwa nasionalismenya. Wujud nasionalisme dilakukan dengan turut memajukan budaya Betawi, serta tidak malu mengakui diri sebagai keturunan Betawi yang ikut berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia.