Perkembangan Industri Aluminium, Saat Ini Kian Dibutuhkan
INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Aluminium sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi nasional. Banyak sekali peralatan rumah tangga, peralatan listrik, kabel listrik, sampai dengan peralatan elektronika yang memerlukan logam aluminium.
Aluminium berperan sekitar 200 kg terhadap berat sebuah mobil penumpang. Aluminium akan semakin besar pada era mobil listrik ke depan karena sifatnya yang ringan tapi dapat diperkuat sehingga kekuatannya mendekati baja.
Berdasarkan data UNCTAD (Conference on Trade and Developtment), diketahui Indonesia masih merupakan salah satu eksportir aluminium global. Nilai ekspor tahunan aluminium dari Indonesia mencapai rata-rata US$450 juta per tahun.
Pada 2020, nilai ekspor tersebut mencapai US$455,94 juta. Kinerja itu mengalami kenaikan dari realisasi ekspor aluminium pada tahun sebelumnya yang sebesar US$436,07 juta.
Aluminium Kian Dibutuhkan
Secara global, Tiongkok masih merupakan pemain utama dengan nilai ekspor hingga mencapai US$13,1 miliar pada 2020. Negara-negara lain yang juga jadi pengeskpor kebutuhan aluminium global yakni Prancis, Jerman, Kanada, India, Australia, dan Austria.
Aluminium merupakan ekstraksi dari barang tambang bauksit. Indonesia, sebagaimana data dari Prosiding pertemuan Perhapi 2020, diketahui memiliki cadangan bauksi senilai 2,87 miliar ton, serta sumber daya bijih bauksit sebesar 3,88 miliar ton.
Di sisi lain, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) hingga saat ini masih merupakan perusahaan peleburan dan pengolahan satu-satunya di Indonesia. Inalum mempunyai kapasitas produksi mencapai 250.000 ton per tahun yang berupa aluminium ingot, billet, dan alloy.
Mengacu data prosiding yang dihasilkan dari penelitian FTTM-ITB, diperkirakan pada 2021, kebutuhan aluminium secara nasional mencapai 618.997 ton, 1,23 juta ton alumina, dan 3,7 juta ton bauksit. Hingga 2025, kebutuhan aluminium secara nasional akan mencapai 586.588 ton, sedangkan alumina sebesar 1,17 juta ton, dan bauksit sekitar 3,51 juta ton.
Menanggapi hal tersebut, Inalum dikabarkan tengah berupaya meningkatkan kapasitas produksi. Dan diharapkan kapasitas produksi yang dimiliki akan mencapai 500.000 ton per tahun, atau naik seratus persen.
Pemerintah menyadari pentingnya logam ini sehingga pada awal 2010 membentuk sebuah Tim Interdep. Tim ini berfungsi untuk membicarakan kelanjutan pengembangan Industri Asahan Inalum di Sumatera Utara yang dibangun bersama Pemerintah Jepang dengan memanfaatkan Hydropower di sana.
Proyek Asahan
Merupakan proyek kerjasama antara pihak Jepang dengan Pemerintah Indonesia untuk mendayagunakan potensi Sungai Asahan yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Proyek Asahan berfungsi untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kabupaten Toba Samosir dan Pabrik Peleburan Aluminium (PPA) di Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara.
Perjanjian Induk (Master Agreement) antara Pemerintah Indonesia dengan Investor Jepang ditandatangani di Tokyo, Jepang pada tanggal 7 Juli 1975. Pemerintah Indonesia diwakili oleh Ir. AR. Soehoed, Wakil Ketua BKPM dan Investor Jepang terdiri dari perwakilan dari perusahaan Sumitomo Chemical, Sumitomo Shoji Kaisha, Nippon Light Metal, C. Itoh & Co, Nissho-Iwai Co, Nichimen, Showa Denko, Marubeni Cor, Mitsubishi Chemical Industries, Mitsubishi Corporation, Mitsui Aluminium Company, dan Mitsui & Co.
Pembangunan PLTA dan Pabrik Peleburan Aluminium Proyek Asahan dimulai sejak 1977 sampai dengan 1983. Dengan modal investasi awal sebesar 411 miliar yen, modal investasi tersebut 90% berasal dari Jepang (50 % JICA dan 50 % oleh 12 Investor Jepang) dan 10 % dari Pemerintah Indonesia.
Sejak tanggal 1 November 1983, PT. Inalum yang merupakan Pabrik Peleburan Aluminium resmi beroperasi secara komersial. Masa operasional PT. Inalum adalah selama 30 tahun sesuai dengan Master Agreement Proyek Asahan, terhitung mulai tanggal 1 November 1983 sampai dengan 31 Oktober 2013.
Pada awal dibangun PT. Inalum memiliki kapasitas untuk memproduksi 225.000ton aluminium ingot per tahun. Produksi tersebut memakan sumber listrik yang berasal dari PLTA Asahan II dengan kapasitas terpasang 604 MW. Dan sampai saat ini PT. Inalum memiliki karyawan sebanyak ±2.000 orang.
Porsi kepemilikan saham PT. Inalum mengalami beberapa kali perubahan, dimana kesepakatan terakhir pada tanggal 29 Juni 1997, yaitu 41,13% untuk saham Pemerintah Indonesia dan 58,87% untuk saham Investor Jepang.