Fakta dan Sejarah dari Mobil Nasional Timor

INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Cerita mobil nasional di industri otomotif Indonesia yang paling terkenal tentu saja mobil Timor.

Bagaimana tidak, mobil nasional Timor lahir karena kebijakan pemerintah Presiden Soeharto yang menerbitkan Keputusan Presiden No 2 Tahun 1996 tentang Mobil Nasional pada 19 Februari 1996. Dalam keputusan presiden tersebut, pemerintah hanya menunjuk satu perusahaan, yakni PT Timor Putra Nasional (TPN) sebagai pelaksana tunggal program mobil nasional.

Awal Mula Mobil Nasional Timor: Kebijakan Pemerintah Soeharto dan Kia Motors

Sejak saat itu, PT Timor Putra Nasional (TPN), yang berperan sebagai pelaksana satu-satunya program mobil nasional tersebut. Pada tahun pertama, TPN yang bekerja sama dengan Kia Motors asal Korea Selatan  mengimpor secara utuh (CBU) sedan Kia Sephia sekitar 40.000 unit dari Korea Selatan, karena TPN belum memiliki fasilitas perakitan mobilnya.

“Karena fasiitas perakitan yang belum siap, generasi pertama dari mobil nasional dibuat di Korea Selatan,” kata Philippe Ries dalam Asian Storm: The Economic Crisis Examined yang dikutip dari laman Historia.id (3/10/2013). Dengan demikian mobil nasional Timor yang dipasarkan di tahun pertama itu hanyalah mobil sedan Kia Sephia yang hanya diganti emblemnya dengan merek Timor.

Rencana impor mobil CBU tersebut diizinkan pemerintah Indonesia dengan diterbitkannya Keputusan Presiden No 42 tahun 1996 tertanggal 4 Juni 1996 sekaligus pemberian fasilitas tarif beamasuk dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 0 persen bagi TPN.

Fasilitas istimewa tersebut membuat mobil sedan Timor memiliki harga jual lebih murah hingga 50 persen dari harga mobil sedan yang beredar di pasar saat itu. Saat diluncurkan pada 8 Juli 1996 di pelataran parkir pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta Pusat, mobil nasional Timor S515 yang menggunakan basis Kia Sephia dijual dengan harga Rp35 juta (on the road DKI Jakarta).

Harga tersebut sangat murah bila dibandingkan mobil sejenis seperti sedan Toyota Starlet yang dibanderol Rp48,4 juta, apalagi bila dibandingkan harga sedan Toyota Corolla yang mencapai Rp76,35 juta.

Sambil menikmati insentif fiskal itu, TPN harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam keppres mobil nasional. Persyaratan itu yakni dalam tiga tahun Timor secara bertahap harus memenuhi kandungan lokal mobil sebesar 60 persen. Dengan rincian tahun pertama 20 persen, tahun kedua 40 persen, dan tahun ketiga 60 persen.

Tantangan Produksi Mobil Nasional: Persyaratan Kandungan Lokal yang Mustahil

Namun, Ian Chalmers, dosen asal Australia, dalam satu tulisannya yang dimuat di jurnal “For Inside Indonesia 56” edisi Oktober 1998, mengatakan kebijakan komponen lokal hingga 60 persen tersebut adalah misi mustahil. Mustahil karena PT TPN tidak memiliki fasilitas perakitan mobil milik sendiri, sehingga sangat sulit untuk bisa mencapai komponen lokal sebesar itu dalam waktu singkat: tiga tahun.

Apalagi faktanya mobil terpopuler di Indonesia saat itu, Toyota Kijang, hanya memiliki komponen lokal sekitar 50 persen, setelah 19 tahun dirakit di Indonesia dan mayoritas mobil sedan hanya memiliki komponen lokal sekitar 25 persen. Bahkan bila ingin dibandingkan dengan mobil nasional pertama Malaysia, Proton Saga, dibutuhkan waktu sedikitnya 20 tahun untuk bisa memiliki komponen lokal 100 persen.

Hampir satu tahun berjalan program mobil nasional, penjualan sedan Timor tidak seperti yang diharapkan. Dari sekitar 40.000 unit sedan Kia Sephia yang diimpor, sebagian belum terjual dan memenuhi gudang-gudang TPN.

Untuk mengatasi problem penjualan ini, pemerintah mewajibkan lembaga negara termasuk departemen/kementerian dan BUMN membeli sedan Timor sebagai kendaraan dinasnya. Dukungan dari pemerintah tidak hanya itu, lewat perintah presiden, tiga bank milik negara dan sekitar 12 bank swasta juga diminta untuk membentuk konsorsium pendanaan bagi TPN. Pendanaan itu diupayakan agar TPN bisa membangun fasilitas perakitan sendiri di Cikampek, Bekasi, Jawa Barat.

Pada Agustus 1997, konsorsium bank itu setuju memberikan pinjaman senilai US$690 juta pada TPN (Chalmers, Oktober 1998). Menanggapi kebijakan mobil nasional yang hanya diberikan pada TPN, Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat membawa kebijakan ekslusif pemerintah RI ke Sidang Sengketa World Trade Organization (WTO).

Pada Juli 1998, panel WTO memutuskan sistem insentif yang diberikan pada TPN melanggar General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yang disepakati negara-negara anggota WTO termasuk Indonesia pada 1994 terutama GATT artikel III dan XI. Akhirnya panel memutuskan pemerintah Indonesia untuk menghapus perlakukan eksklusif dan insentif pada Juli 1999.

What is your reaction?

0
Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly

You may also like

Comments are closed.

More in Otomotif