2023, ‘Musim Semi’ Perkembangan Chatbot Berbasis Artificial Intelligence

INFRASTRUKTUR.CO.ID, YOGYAKARTA: Tahun 2023 merupakan ‘musim semi’ perkembangaa chatbot berbasis kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI). Sejumlah pentolan dunia di bidang teknologi informasi ramai-ramai menyerbu bidang tersebut untuk ikut meramaikan taknologi pintar yang dianggap akan dapat ‘menggantikan’ tugas manusia tersebut.

Namun, teknologi yang baru seumur jagung itu telah menuai begitu banyak gugatan, baik gugatan hukum maupun ‘gugatan’ moral, karena ChatGPT—chatbot obrolan kecerdasan buatan yang memerlukan pelatihan terlebih dulu—ternyata tidak benar-benar cerdas, tergantung materi yang ‘diajarkan’ kepadanya. Kalau materinya salah, ya keluarannya pasti salah.

Makanya, sejumlah lembaga, terutama institusi media ternama di beberapa negara seperti New York Times, Washington Post, Reuters, dan sebagainya buru-buru menyatakan keberatan bila konten yang mereka produksi dijadikan sebagai bahan pembelajaran ChatGPT, karena kekhawatiran bahwa bersama konten lainnya akan dicampuradukkan oleh mesin keberdasan buatan tersebut.

Dapat dikatakan 2024 merupakan musim gugatan bagi teknologi chatbot berbasis AI itu, dengan berbagai alasan yang melandasinya. Gugatan pertama dilancarkan oleh Mark Walters, pertengahan tahun silam. Mark mengajukan gugatan tersebut setelah seorang jurnalis bernama Fred Riehl menggunakan ChatGPT pada 4 Mei 2023 untuk mencari rangkuman dari kasus The Second Amendment Foundation v Robert Ferguson, tentang kebebasan sipil dari organisasi the Second Amendment Foundation.

Hasil dari instruksi atas rangkuman kasus tersebut justru memunculkan nama Mark Walters, seorang penyiar radio di Georgia, AS, dengan informasi bahwa Mark menggelapkan sejumlah dana dari The Second Amendment Foundation. Menurut Mark, seluruh informasi yang melibatkan namanya tersebut adalah salah, dan ia menganggap bahwa informasi yang ditampilkan merupakan “Halusinasi AI”.

Sebelum itu pun, ChatGPT sempat menuai kontroversi dan kritik terkait keakuratan informasi yang diolahnya. Pada April 2023, Brian Hood, seorang politikus Australia, berencana untuk melayangkan gugatan terhadap ChatGPT setelah namanya dicantumkan sebagai salah satu terdakwa dalam kasus penyuapan Australia’s Reserve Bank pada 2011. Brian memang terlibat dalam kasus tersebut, tetapi dia justru sebagai whistleblower atau yang membocorkan kejadian sesungguhnya sehingga kasus tersebut dapat diperkarakan.

Rentetan kontroversi ketidakakurasian informasi yang diolah ChatGPT memang hanya tinggal menunggu waktu sampai akhirnya benar-benar ada gugatan kepada hukum terhadap teknologi mutakhir ini. Gugatan terhadap AI oleh Mark Walters di atas memunculkan pelbagai diskusi penting terkait netralitas teknologi dan pertanggungjawaban hukum oleh teknologi AI. Apakah mungkin AI sebagai sebuah teknologi dapat dianggap sebagai sebuah sebuah entitas yang netral, atau justru memiliki nilai-nilai tertentu yang dipengaruhi penciptanya

Nah, gugatan terbaru kali ini lebih lucu, karena dilancarkan oleh pengusaha miliarder Elon Musk yang semula juga merupakan salah satu penggagas chatbot AI tersebut. Elon menggugat pembuat ChatGPT OpenAI dan CEO-nya, Sam Altman, dengan mengatakan mereka mengabaikan misi awal perusahaan rintisan atau startup tersebut untuk mengembangkan kecerdasan buatan demi kepentingan umat manusia dan bukan demi keuntungan.

Gugatan yang diajukan pada akhir Februari kemarin di Pengadilan Tinggi California di San Francisco adalah puncak dari penentangan lama Musk terhadap startup yang ia dirikan bersama. OpenAI telah menjadi wajah AI generatif, sebagian karena pendanaan miliaran dolar dari Microsoft, membuka tab baru. Musk kemudian mendirikan startup kecerdasan buatannya sendiri, xAI, yang diluncurkan Juli lalu.

Musk menuduh adanya pelanggaran kontrak, dengan mengatakan bahwa Altman dan salah satu pendirinya Greg Brockman semula mendekati dirinya untuk membuat perusahaan open source dan nirlaba, namun startup yang didirikan pada 2015 itu kini dinilainya lebih fokus pada menghasilkan uang.

MENGUNTUNGKAN UMAT MANUSIA

Musk mengatakan ketiga pendiri OpenAI awalnya setuju untuk mengerjakan kecerdasan umum buatan (AGI), sebuah konsep bahwa mesin dapat menangani tugas seperti manusia, tetapi dengan cara yang akan “menguntungkan umat manusia,” menurut gugatan tersebut.

OpenAI juga akan bekerja melawan Alphabet Inc (induk usaha Google), membuka tab baru Google, yang menurut Musk dia yakini mengembangkan AGI untuk mendapatkan keuntungan dan akan menimbulkan risiko besar.

Sebaliknya, OpenAI dianggap “membakar perjanjian pendirian” pada 2023 ketika merilis model bahasa paling kuat GPT-4 yang pada dasarnya merupakan produk Microsoft, demikian tuduhan gugatan tersebut.

Musk telah meminta keputusan pengadilan yang akan memaksa OpenAI untuk membuat penelitian dan teknologinya tersedia untuk umum serta mencegah startup tersebut menggunakan asetnya, termasuk GPT-4, untuk keuntungan finansial Microsoft atau individu mana pun.

Musk juga mengupayakan keputusan bahwa GPT-4 dan teknologi baru dan lebih maju yang disebut sebagai Q* akan dianggap sebagai AGI dan oleh karena itu di luar lisensi Microsoft untuk OpenAI. Reuters pada November silam adalah pihak pertama yang melaporkan Q* dan peringatan dari peneliti OpenAI tentang penemuan AI yang diklaim lebih hebat itu.

Musk, yang menjalankan pembuat kendaraan listrik Tesla membuka tab baru, pembuat roket SpaceX, dan platform media sosial X (semula Twitter), memutuskan untuk mencoba mengambil kendali OpenAI dari Altman dan pendiri lainnya pada akhir 2017, dengan tujuan untuk mengubahnya menjadi sebuah entitas komersial yang bermitra dengan Tesla, memanfaatkan superkomputer pembuat mobil tersebut, kata salah satu sumber yang mengetahui situasi tersebut.

Altman dan yang lainnya menolak, dan Musk mengundurkan diri, mengatakan dia ingin fokus pada proyek AI Tesla. Dia mengumumkan pengunduran dirinya dari OpenAI pada Februari 2018 dalam sebuah pertemuan di mana Musk menyerukan OpenAI untuk meningkatkan kecepatan pengembangannya—yang oleh seorang peneliti disebut sebagai tindakan sembrono.

Sejak itu, Musk dalam beberapa kesempatan menyerukan regulasi terhadap teknologi AI tersebut. “Kami memperkirakan hal ini tidak akan berdampak apa-apa terhadap pengembangan AI di dalam atau di luar OpenAI, dan hal ini akan dianggap sebagai upaya Musk untuk mendapatkan sebagian ekuitas di perusahaan yang secara efektif ia dirikan namun tidak memiliki saham di perusahaan tersebut,” kata Giuseppe Sette. presiden dan salah satu pendiri firma riset pasar Toggle AI.

Kerja sama OpenAI dengan Microsoft berada di bawah pengawasan antimonopoli di AS dan Inggris menyusul perselisihan di ruang rapat tahun lalu yang mengakibatkan pemecatan dan kembalinya Altman secara tiba-tiba serta pembentukan dewan sementara yang baru.

Usut punya usut, ternyata gugatan Elon Musk itu dilakukannya terkait dengan ambisi pribadinya untuk membuat Grok, platform baru chatbot AI pesaing ChatGPT bagi pelanggan Premium+ platform media sosial X Desember mendatang dan bertujuan untuk menciptakan apa yang menurut Musk akan menjadi “AI yang mencari kebenaran secara maksimal.” Menurut situs xAI, startup tersebut adalah perusahaan terpisah dari bisnis Musk lainnya, namun akan bekerja sama dengan X dan Tesla.

Musk juga mengungkapkan ketertarikannya pada kecerdasan buatan melalui Tesla. Pada Januari silam, ia memicu kontroversi dengan para pemegang saham Tesla, dengan mengatakan bahwa ia merasa tidak nyaman menjadikan produsen mobil tersebut sebagai pemimpin di bidang AI dan robotika kecuali ia memiliki setidaknya 25% kendali suara di perusahaan tersebut. Musk, yang menempati peringkat kedua dalam Daftar Miliarder Real-Time Forbes bari-baru ini, dengan perkiraan kekayaan $210,6 miliar. Saat ini memiliki sekitar 13% saham Tesla.

Musk, yang menyebut AI sebagai “pedang bermata dua,” termasuk di antara para ahli dan eksekutif yang tahun lalu menyebut, membuka tab baru untuk jeda enam bulan dalam mengembangkan sistem yang lebih kuat daripada GPT-4 OpenAI, dengan alasan risiko besar terhadap kemanusiaan dan masyarakat.

Sejak debut ChatGPT, perusahaan telah mengadopsinya untuk berbagai tugas mulai dari meringkas dokumen hingga menulis kode komputer, memicu perlombaan di antara perusahaan-perusahaan Teknologi Besar untuk meluncurkan penawaran berdasarkan AI generatif.

*) Ditulis untuk Harian Jogja Edisi 4 Market 2024 oleh wartawan senior Ahmad Djauhar, Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja dan Redaktur Khusus INDOWORK.ID

What is your reaction?

0
Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly

You may also like

Comments are closed.

More in Bisnis