INFRASTRUKTUR.CO.ID, JAKARTA: Christine Hutabarat, saksi dalam kasus dugaan korupsi akuisisi PT ASDP Indonesia Ferry terhadap PT Jembatan Nusantara (JN), menegaskan bahwa kerja sama usaha (KSU) antara kedua perusahaan tersebut memberikan keuntungan dan telah melalui proses kajian yang layak.
Christine menyampaikan hal itu dalam sidang yang digelar pada Kamis (7/8/2025).
“Benar kerja sama itu menguntungkan, market share PT ASDP juga bertambah,” ungkap Christine selaku mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP, periode April 2019 – Juni 2020.
Christine dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum dalam perkara yang menjerat tiga terdakwa, yakni Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (2017-2024) Ira Puspadewi, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP (2020-2024) Harry Muhammad Adhi Caksono, serta Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP (2019-2024) Muhammad Yusuf Hadi.
Melalui kesaksiannya, Christine mengungkapkan kerja sama usaha ini menghasilkan keuntungan dengan nominal yang mencapai miliaran rupiah. “Keuntungannya adalah Rp5 miliar,” jawab Christine pada pertanyaan Goenadi, kuasa hukum terdakwa.
Diketahui bahwa pembiayaan kerja sama usaha ini berasal dari hasil penjualan tiket kapal yang dioperasikan oleh kedua perusahaan dan dibayarkan dengan sistem reimbursement. “ASDP tidak mengeluarkan permodalan sendiri, PT JN membiayai sendiri operasionalnya dengan sistem reimbursement,” ujar Goenadi.
Christine kembali memberikan kesaksian bahwa kerja sama itu sudah mendapatkan surat rekomendasi dari Kementerian BUMN dan Dewan Komisaris sebelum perjanjian kerja sama diteken pada 23 Oktober 2019. Ia juga menambahkan bahwa kerja sama tersebut dilaksanakan setelah adanya kajian dari NMP Consultant dan Lembaga Manajemen FE Universitas Indonesia. Ddari kajian yang dilakukan, mendapatkan hasil yang menunjukkan bahwa kerja sama usaha ini dianggap feasible. “Dari hasil kajian tim internal dan konsultasi dari luar, hasilnya kerja sama itu layak,” ungkap Christine.
Terkait persoalan dua perjanjian kerja sama pada 23 Agustus 2019 dan 30 Oktober, Christine menjawab pertanyaan hakim dengan menyebut bahwa perjanjian yang pertama hanya mengatur hal umum, sedangkan perjanjian kedua berfokus pada detail teknis, seperti revenue sharing. “Sebelum kerja sama itu memang sudah ada follow up rapat-rapat dengan Kementerian BUMN dan sudah ada konsultasi dengan konsultan independen,” ujarnya.
Pernyataan Christine sebagai saksi menunjukkan bahwa kerja sama tersebut tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga telah melewati proses kajian dan persetujuan yang melibatkan berbagai pihak, seperti Kementerian BUMN dan konsultan independen.
Leave a reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *